Kata Fuad Bawazier, Utang Indonesia di Era Jokowi Naik 1,2 Triliun per Hari
Fuad Bawazier mengatakan bahwa jumlah utang Indonesia saat ini cukup mengerikan. Di masa pemerintahan Jokowi, utang Indonesia meningkat 17 persen
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tim ahli ekonomi Badan Pemenanangan Nasional (BPN) Prabowo-Sandi, Fuad Bawazier mengatakan bahwa jumlah utang Indonesia saat ini cukup mengerikan. Di masa pemerintahan Jokowi, utang Indonesia meningkat 17 persen pertahunnya.
"Kalau sekarang yang terakhir selama pak Jokowi memerintah itu utang kira-kira naik per hari termasuk Sabtu-Minggu hari libur, 1,2 triliun rata-rata. Tapi kalau di rata-rata yang terkahir, tahun terakhir 1,6 triliun per hari, mengerikan juga," ujar Fuad Bawazier dalam diskusi di Posko Pemenangan Prabowo-Sandi, Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Rabu, (30/1/2019).
Jumlah utang yang terus meningkat itu, menurut mantan menteri keuangan di era Soeharto tersebut tidak digunakan secera efektif. Hal itu tampak dari pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak beranjak dari angka 5 persen.
"Sementara, kenapa pertumbuhannya rendah berarti utang itu tidak digunakan secara efektif. Kenapa tidak efektif? berbeda dengan utang yang model lama yaitu pinjaman utang 100 persen utang itu untuk proyek, jadi jelas setiap utang itu untuk proyek ini proyek ini," katanya.
Baca: Pernah Berpacaran dengan VA, Ruben Onsu Bocorkan Sifat Asli Ayah Vanessa Angel
Menurutnya pertumbuhan ekonomi Indonesia yang tidak kunjung beranjak tersebut, karena utang digunakan untuk menutup defisit anggaran bukan untuk menggenjot perekonomian.
"Jadi penggunaannya itu tidak terarah kalo untuk proyek kan jelas itu akan meningkatkan pertumbuhan untuk ekonomi. Jadi utang itu menurut saya naiknya tajam, penggunaaannya ceroboh, tidak digunakan untuk membangun, untuk proyek," katanya.
Masalah utang ini menurutnya penting untuk disoroti. Pasalnya hampir semua krisis negara di dunia disebabkan oleh masalah utang yang tidak terbayar.
"Terutama utang yang berkaitan dengan negara. Apalagi kalau itu utangnya dalam bentuk valuta asing," pungkasnya.