Hingga 2022, Pemerintah akan Operasikan 12 Pembangkit Listrik Tenaga Sampah
Kota pertama yang akan mengoperasikan pembangkit listrik berbasis biomassa itu yakni Surabaya (10 MW) pada tahun 2019 dari volume sampah sebesar 1.500
Penulis: Ria anatasia
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menargetkan pembangunan sebanyak 12 pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) hingga 2022 mendatang. Pembangkit tersebut akan beroperasi di 12 wilayah di Indonesia dengan waktu operasional yang berbeda-beda.
Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar menjelaskan, 12 pembangkit tersebut akan mampu menghasilkan listrik hingga 234 Megawatt (MW) dari sekitar 16 ribu ton sampah per hari.
"Total seluruh rencana pembangkit ini setidaknya bisa mengolah sampah per hari sekitar 16 ribu ton, ini cukup besar untuk kemudian menjadi listrik yang akan dibeli PLN," kata Arcandra saat mengikuti Rapat Kerja Nasional Gerakan Indonesia Bersih di Jakarta, seperti dikuti dari laman resmi Kementerian ESDM, Sabtu (23/2/2019).
Kota pertama yang akan mengoperasikan pembangkit listrik berbasis biomassa itu yakni Surabaya (10 MW) pada tahun 2019 dari volume sampah sebesar 1.500 ton per hari.
"Investasi yang dikucurkan sekitar USD 49,86 juta," jelas Arcandra.
Baca: Tak Banyak yang Tahu, Ini Fungsi Jalu Setang pada Motor
Lokasi PLTSa kedua di tahun yang sama berada di Bekasi. PLTSa tersebut punya investasi USD 120 juta dengan daya 9 MW. Meski demikian, PLTSa tersebut masih menunggu persetujuan studi kelayakan dari PT. PLN sehingga ada kemungkinan beroperasi tahun 2021.
Sementara pada 2021, bakal ada tiga pembangkit sampah yang berlokasi di Surakarta (10 MW), Palembang (20 MW) dan Denpasar (20 MW). Total investasi untuk menghasilkan setrum dari tiga lokasi yang mengelola sampah sebanyak 2.800 ton/hari sebesar USD 297,82 juta.
Pada 2022, pengoperasian PLTSa akan serentak berada di lima kota dengan investasi, volume sampah dan kemampuan kapasitas yang bervariasi.
Kelima kota tersebut antara lain DKI Jakarta sebesar 38 MW dengan investasi USD 345,8 juta, Bandung (29 MW - USD 245 juta), Makassar, Manado dan Tangerang Selatan dengan masing-masing kapasitas sebesar 20 MW dan investasi yang sama, yaitu USD 120 juta.
"Perbedaan biaya (inivestasi) itu tergantung teknologinya seperti apa, kapan dimulai pekerjaan, volume dan jenis sampah," jelasnya.
Kehadiran pembangunan PLTSa Sampah tak lepas dari terbitnya Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2018 tentang Percepatan program Pembangunan PLTSa. Di dalam aturan tersebut,
Pemerintah Daerah bisa menugaskan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), BUMN, atau swasta untuk mengembangkan PLTSa dan nanti akan mendapatkan bantuan Biaya Layanan Pengolahan Sampah (BLPS) kepada pemda maksimal Rp500 ribu per ton sampah.
"Jadi Bapak/Ibu bisa kalau cukup sampahnya untuk dijadikan waste to energy. Silahkan ajukan dengan mekanisme seperti itu," pungkasnya.