Analis: Rupiah Menguat karena Optimisme Dagang, Fokus Pada Data Pertumbuhan Kredit
Perhatian investor akan tertuju pada rilis data pertumbuhan kredit Indonesia yang dapat memberi gambaran tentang perubahan total kredit dan sewa
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rupiah memasuki pekan perdagangan baru dengan positif karena optimisme mengenai negosiasi dagang AS-Tiongkok meningkatkan selera terhadap mata uang pasar berkembang.
Pemerintah Amerika Serikat setuju untuk memperpanjang tenggat 1 Maret untuk tarif Tiongkok, sehingga ketegangan dagang tampaknya akan melonggar di jangka pendek. Aset pasar berkembang diuntungkan oleh selera yang membaik ini, termasuk Rupiah.
Perhatian investor akan tertuju pada rilis data pertumbuhan kredit Indonesia yang dapat memberi gambaran tentang perubahan total kredit dan sewa sepanjang bulan Januari.
Walaupun data pertumbuhan kredit memengaruhi Rupiah dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG), namun faktor eksternal seperti perkembangan dagang dan masalah pertumbuhan global tetap memegang peran penting dalam valuasi Rupiah pekan ini.
Hal yang terdengar tidak mungkin beberapa bulan lalu, sekarang tampak mungkin terjadi. Hari Minggu lalu, Presiden Trump mengumumkan akan menunda kenaikan tarif AS terhadap Tiongkok yang dijadwalkan untuk diberlakukan mulai 1 Maret.
Ia mengatakan ada kemajuan signifikan dalam negosiasi dagang dengan Tiongkok dalam berbagai isu penting seperti perlindungan hak kekayaan intelektual, transfer teknologi, agrikultur, jasa, dan mata uang.
Ketegangan dagang ini merugikan bagi kedua pihak dan juga dunia, terutama karena terjadi di saat siklus ekonomi mendekati puncaknya. Tiongkok ingin menghindari perlambatan ekonomi, sedangkan Presiden Trump ingin memenuhi salah satu janji kampanye untuk mengatasi defisit perdagangan.
Baca: Utang Pemerintah Pusat Mencapai Rp 4.498,56 Triliun di Januari 2019
Untuk mendukung upayanya agar terpilih kembali, Trump harus menghindari memperlambat ekonomi AS sehingga perlu mengumumkan kesepakatan walaupun mungkin tidak sempurna.
Lukman menambahkan, politik tetap menjadi penggerak utama di pasar finansial, tapi jadwal pekan ini juga penuh dengan data ekonomi penting. Setelah data AS tidak berhasil mencapai ekspektasi penjualan ritel, barang tahan lama, penjualan rumah tersedia, dan beberapa data lain, data PDB kuartal keempat akan dirilis pada hari Kamis.
Pasar memperkirakan pertumbuhan YoY melambat menjadi 2.4% dibandingkan 3.4% pada kuartal sebelumnya. Walau demikian, mengingat sejumlah kejutan negatif di beberapa pekan terakhir, data PDB ini pun mungkin saja meleset.
Tolok ukur inflasi pilihan Federal Reserve, PCE, juga akan dirilis di hari Jumat bersama dengan data pendapatan perseorangan.