Jangan Mudah Mengatasnamakan Petani Peternak Tapi Membuat Menderita Banyak Orang
Di musim politik ini sejumlah orang mengaku sebagai perwakilan peternak dan petani, dan menggelar berbagai aksi yang justru merugikan kaum tani.
Editor: Dewi Agustina
"Statement statment mereka itu sangat tendensius. Menurut saya, kalau dicari celanya dan kelemahan pemerintah, bisa saja di tahun politik ini dicari-cari yang kurang-kurang terus. Masalahnya kalau mau bicara pertanian itu sangat luas sekali. Nah, saat ini yang perlu diihat adalah nawaitunya apa. Kalau nawaitunya selalu ingin menjatohkan atau menyalahkan itu kan lain lagi," katanya.
Winarno menjelaskan, sektor pertanian biasanya dikenal dengan sektor yang paling luas.
Di sana, kata dia, ada yang disebut dengan pengamat, dosen dan pelaku-pelaku lain yang bergelut di bidang pertanian.
"Tapi sebagian pengamat dan dosen sering tidak merasakan apa yang dirasakan langsung peternak dan petani. Justru kalau menurut saya petani yang merasakan apa yang terjadi sesungguhnya. Beberapa Dosen dan pengamat yang lantang bicara itu sifatnya sebaikya hanya kasih masukan langsung ke pemerintah saja, jangan teriak teriak diluar", katanya.
Dikatakan Winarno, sebaiknya semua pihak mampu meredam diri, tanpa membuat gaduh dan menimbulkan tafsiran lain di masyarakat bawah.
Kalaupun mau berbicara, bicaralah dengan menggunakan data.
"Menurut saya di tahun politik ini harus bisa menunjukkan data yang valid. Pemerintah termasuk Kementan kan pasti lengkap sekali informasinya. Bahkan terakhir ini kita sering ekspor. Jadi sebaiknya pihak yang mengkritik juga memakai data resmi," katanya.
Jika mengacu pada data, impor jagung pakan pada 2014 mencapai senilai 3,5 juta dolar AS. Atau setara dengan 10 miliar.
Namun kemudian Pemerintah membatasi impor jagung secara mendadak.
Selanjutnya pada 2017 dan 2018 Indonesia membalikkan keadaan dengan mengekspor 380 ribu ton jagung.