Kadin: Perbaiki Sektor Hukum dan Mental SDM untuk Genjot Ekonomi Nasional
Melli menilai perbaikan sektor hukum dan peradilan belum optimal dalam upaya pemerintah menggenjot perekonomian nasional.
Penulis: Ria anatasia
Editor: Choirul Arifin
Laporan Reporter Tribunnews, Ria Anastasia
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (KADIN) Bidang Regulasi dan Hukum, Melli Darsa menyampaikan, tekad pemerintah meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional harus selaras dengan perbaikan pada sektor hukum dan peradilan, serta mental dan moralitas sumber daya manusia (SDM) Indonesia.
Menurut dia, kepastian hukum dan transparansi peradilan yang bersih akan mendongkrak kualitas layanan publik dan meningkatkan kepercayaan serta rasa aman investor untuk berinvestasi di Indonesia.
Melli menilai perbaikan sektor hukum dan peradilan belum optimal dalam upaya pemerintah menggenjot perekonomian nasional.
Padahal, perbaikan peradilan sudah ditempuh dengan banyak cara, termasuk kemitraan Pemerintah Indonesia dengan Pemerintah Australia untuk memperkuat institusi peradilan dan keamanan Indonesia (Australia-Indonesia Partnership for Justice/AIPJ).
"Kenyataannya praktik korupsi masih merajalela," ujar Melli dalam forum Seminar Pembaruan Sektor Hukum dan Peradilan untuk Mendorong Pertumbuhan Ekonomi di Kantor Bappenas, Jakarta Pusat, Rabu (19/6/2019).
Baca: Menetap di Singapura, Pengacara Maqdir Ismail Sebut Sjamsul Nursalim Masih Berstatus WNI
“Kalau bicara speed ini bukan pakai “horse power” sejak reformasi tahun 1998, melainkan terkesan “turtle power” yang mana penghambat utama adalah masih maraknya korupsi struktural di sektor hukum," tambah Melli.
Menurutnya, praktik korupsi masih banyak terjadi di sektor hukum dan peradilan lantaran masih banyak pihak yang menganggap hukum dan persidangan sebagai proses yang transaksional.
Baca: Gunung Rinjani Kembali Dibuka untuk Pendaki, Kini Kuota Dibatasi
Berdasarkan penelitian Indonesia Corruption Watch (ICW) yang dirilis Mei 2019, ada tiga pola korupsi dalam peradilan, yakni saat pendaftaran perkara, sebelum persidangan, dan saat persidangan.
"Jika seperti ini terus, bagaimana proses peradilan dan hukum bisa adil bagi orang yang tidak mampu?" ujarnya
Perempuan yang menempuh studi hukum di Harvard Law School dan Universitas Indonesia tersebut mendukung berbagai upaya mereformasi tata kelola peradilan di Indonesia. Dalam catatannya, laju perbaikan tersebut masih sangat lambat dan dicederai praktik korupsi.
Berdasarkan data Transparansi Internasional, indeks persepsi korupsi Indonesia berhasil naik tapi tidak melompat tinggi sejak medio 2014. Posisinya hanya naik empat poin menjadi 38 hingga Januari 2019.
"Bahkan di banyak kasus yang regulasinya gamblang dan jelas, tidak multitafsir, banyak oknum masih meminta punggutan-punggutan liar untuk 'menjamin' proses peradilannya mendapat prioritas dan keputusannya sesuai harapan," jelas Melli.
Kunci mempercepat perbaikan hukum dan proses peradilan Indonesia, kata Melli, adalah moral dan mental yang harus melekat di seluruh aspek hukum; dari proses peradilan maupun para pelaku praktik hukum, dari jaksa penutut umum, seluruh elemen yudikatif dan juga para advokat sendiri.
"Reformasi dan perbaikan telah dilaksanakan, tapi perlu diakui masih terlalu lambat, belum signifikan dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat. Ini menjadi pekerjaan rumah kita bersama tentunya" pungkas Melli.