Mari Berhitung, Berapa Dana Pensiun yang Kita Perlukan Saat Tua Nanti?
Menurut Gozali, seorang karyawan biasanya sudah memiliki program pensiun di tempat dia bekerja.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketika memasuki masa produktif, Anda mesti tahu cara mengelola keuangan secara tepat, salah satunya terkait persiapan dana pensiun.
Walaupun Anda masih muda, tapi tidak ada salahnya mempersiapkan dana pensiun sejak dini. Ketika Anda mempersiapkan secara matang, maka masa tua kalian bisa dinikmati dengan tenang tanpa memusingkan biaya hidup ke depan.
Perencana Keuangan Ahmad Gozali membagikan beberapa tips menarik tentang bagaimana mengelola keuangan di masa pensiun. Adapun perencanaan masa tua mempertimbangkan sumber penghasilan ketika pensiun, rencana cadangan (khususnya kesehatan) dan rencana waris (distribusi aset).
“Tapi yang perlu persiapan jangka panjang adalah mempersiapkan penghasilan di hari tua,” kata Gozali kepada Kontan.co.id, pekan lalu.
Jika Anda seorang pengusaha, maka sesuaikan dengan rencana bisnis agar di masa tua bisa menjadi investor atau pemegang saham. Jika seorang karyawan, maka sumber penghasilan satu-satunya adalah dari hasil investasi sejak Anda masih produktif bekerja.
Menurut Gozali, seorang karyawan biasanya sudah memiliki program pensiun di tempat dia bekerja.
Misalnya saja, dana pensiun manfaat pasti, khususnya bagi pegawai Aparatur Sipil Negara (ASN), sedangkan iuran pasti bagi pegawai di Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan perusahaan swasta.
Sayangnya dana pensiun itu belum mencukupi. Idealnya, mereka harus punya dana cukup besar untuk ditempatkan pada instrumen investasi minim risiko seperti obligasi pemerintah maupun deposito yang bisa menghasilkan return setara biaya hidup di masa pensiun.
Dengan asumsi risiko bebas investasi (risk free investment) saat ini sekitar 6%, maka dana yang perlu dimiliki saat awal pensiun adalah sebesar 200 kali lipat biaya hidup di masa pensiun. Dari situ kemudian dihitung berapa investasi yang diperlukan untuk mencapai target tersebut.
Misalnya saja investasi dimulai sejak usia 30 tahun, maka porsi investasi sebanyak 12% dari penghasilan dengan return 10% - 12% per tahun secara konsisten. Ambil contoh A bergaji Rp 20 juta dan dia harus menabung di DPLK sebanyak 12% dari gaji atau setara Rp 2,4 juta.
Jika diinvestasi secara rutin tiap bulan selama 25 tahun dengan return 10% per tahun maka hasilnya adalah Rp 3,1 miliar. Dengan return 12% per tahun, maka hasilnya adalah 4,5 miliar. Dari jumlah Rp 3,1 miliar jika diinvestasikan ke obligasi atau deposito maka hasil bulanannya sekitar 16 juta.
Di masa pensiun, masukkan dana ini ke obligasi atau deposito. Maka hasilnya adalah Rp 16 juta – Rp 22 juta per bulan atau setara dengan gajinya sekarang. Kalaupun hasilnya di bawah 10%, di saat pensiun nanti masih bisa menikmati penghasilan bulanan belasan juta per bulan.
Baca: Berinvestasi di Emas Dianggap Sudah Kemahalan, Ini Pilihan Lain untuk Membiakkan Uang
Tapi strategi investasi sulit dilakukan jika tidak dilakukan secara konsisten dan dimulai sejak usia 30 tahun. Tapi tidak usah khawatir, karena hitungan tersebut berdasarkan asumsi biaya hidup yang berasal dari gaji terakhir Anda.
“Kenyataanya, biaya hidup di usia sesaat sebelum pensiun mungkin sekitar 50% dari gaji karena cicilan sudah lunas dan anak sudah mulai lepas dari tanggungjawab orang tua,” jelas dia.
Baca: Ini Rincian Gerbang Tol yang Kena Aturan Ganjil-Genap Jakarta, Simak Ketentuannya
Jadi tetap saja investasi 12% dari penghasilan dengan hasil berapapun, maka targetnya adalah dalam kisaran 100 kali sampai 200 kali penghasilan terakhir untuk kemudian diinvestasikan pada obligas negara atau deposito di usia 55 tahun dan returnnya bisa dinikmati sebagaimana menerima gaji bulanan.
Sementara bagi sebagian karyawan juga sudah memiliki iuran Badan Penyelanggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan Dana Pensiun Lembaga Keuangan (DPLK) sekitar 5% sampai 7% dari gaji. Dengan jumlah itu Anda hanya perlu menambahkan porsi 5% hingga 7% untuk menggenapkan menjadi 12%.
Nantinya strategi investasi ini disesuiakan dengan usia. Pada usia 30-an bisa investasikan 80% dalam bentuk saham atau reksadana saham dan 20% dalam bentuk minim risiko seperti reksadana pasar uang.
Sedangkan usia 40-an, mulai kurangi saham atau reksadana saham sampai 40% dan sisanya 60% bisa ditempatkan pada reksadana pasar uang atau reksadana penyertaan terbatas.
Pada usia 50-an, reksadana saham cukup 20% dan sisanya 80% dalam bentuk reksadana penyertaan terbatas. Adapun usia 55 tahun, 100% bisa ditempatkan dalam bentuk obligasi negara atau deposito.
Untuk proteksi kesehatan wajib memiliki BPJS Kesehatan serta asuransi kesehatan tambahan dengan melanjutkan dari tempat kerja sebelumnya. Gozali menilai asuransi jiwa tidak lagi diperlukan sebagai pengganti penghasilan ketika memasuki masa pensiun, tapi lebih berfungsi sebagai dana waris.
Jika mau berbisnis, disarankan paling lambat lima tahun sebelum pensiun. Bisa mulai dengan investasi pada usaha teman, atau pelajari peluang-peluang usaha dan tekuni hobi tertentu yang bisa dikembangkan menjadi usaha.
Baca: Gaikindo Senang, DKI Bebaskan Mobil Listrik dari Aturan Ganjil Genap
Memasuki masa pensiun juga dibarengi penyesuaian gaya hidup dengan mengurangi konsumsi dan biaya transportasi secara drastis. Ia menemukan kasus bahwa pada usia 50-an tahun sebagian orang belum memiliki aset investasi. Aset yang mereka pertahankan adalah rumah tinggal.
“Saya sarankan penyesuaian gaya hidup secara ekstrim yaitu jual rumahnya dan tinggal di lingkungan yang lebih kondusif untuk menikmati masa pensiun. Sisa dananya bisa untuk dana pensiun yang 200 kali biaya hidup tadi,” tambahnya.
Penyesuaian gaya hidup, terutama konsumsi dan tempat tinggal bukan hanya melihat faktor biaya saja, tapi juga kesehatan. Untuk menjaga kesehatan di masa pensiun, sebaiknya tetap miliki aktivitas rutin agar tidak mudah stress dan sakit-sakitan. Bisa melakukan aktivitas sosial, keagamaan atau hobi.
Misalnya pindah rumah untuk menekuni hobi beternak dan bertani, maka tidak ada salahnya membeli rumah di desa dengan tanah yang luas atau komplek perumahan yang dihuni oleh orang-orang seumuran.
Dapat juga pindah dari kota besar pindah ke kota kecil yang kondisinya tidak terlalu sibuk, lebih rendah polusi dan biaya hidup lebih rendah.
Reporter: Ferrika Sari
Artikel ini tayang di Kontan dengan judul Menghitung dana pensiun, berapa yang diperlukan?