PT Elnusa Diminta Ajukan Izin Jika Ingin Pekerjakan Tenaga Asing di PHE ONWJ
Menurut Soes Hidarto, Kemenaker juga tidak akan serta merta menyetujui permohonan izin bagi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Tenaga Kerja (Kemenaker) belum menerima permohonan izin memperkerjakan tenaga kerja asing untuk menanggulangi tumpahan minyak di anjungan lepas pantai milik Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
“Setelah kami cek belum ada permohonan masuk dari PT Elnusa Tbk sebagai perusahaan sponsor yang menggunakan jasa tenaga kerja asing tersebut,” kata Kepala Biro Humas Kemenaker, Soes Hindarto kepada wartawan di Jakarta, Jumat (23/8/2019).
Menurut Soes Hidarto, Kemenaker juga tidak akan serta merta menyetujui permohonan izin bagi tenaga kerja asing yang masuk ke Indonesia.
Ada prosedur dan juga kompetensi dari setiap pekerja asing yang boleh dipekerjakan di Indonesia.
Baca: Pertamina dan Elnusa Petrofin Pastikan Keamanan Energi di Pulau Laskar Pelangi
Misalnya, apakah jabatan yang diisi oleh tenaga kerja asing (TKA) tersebut memang sesuai dengan ketentuan yang ada.
Kalau masih bisa dipenuhi oleh sumber daya manusia dalam negeri, maka tidak akan diizinkan diisi oleh TKA.
Hal tersebut disampaikan Kabiro Humas Kemanaker tersebut sehubungan adanya informasi yang diperoleh dari media di mana PT Elnusa Tbk berencana menggunakan empat TKA asing dan dua orang warga Indonesia dari perusahaan Oil Spill Response Limited (OSRL) Singapura.
Keempat tenaga kerja asing tersebut sudah masuk ke Indonesia melalui Imigrasi Bandara Soekarno-Hatta dengan menggunakan visa kunjungan wisata, bahkan sudah meninjau ke lapangan migas PHE ONWJ dengan menggunakan Kapal Motor Marissa 89 pada tanggal 22 Agustus 2019.
Berdasarkan data passenger manifest dan safety briefing KM Marissa 89 yang diperoleh media menyebutkan bahwa dari dua orang tenaga kerja asing yang naik di kapal tersebut yakni Carolyn Kee May dan Teh Wei Sheng dengan status mewakili perusahaan PT Elnusa Tbk.
Kedua TKA tersebut diduga melanggar peraturan ketenagakerjaan atau belum memenuhi ketentuan ketenagakerjaan untuk bisa langsung bekerja, namun faktanya sudah ke lapangan.
TKA tersebut sebagaimana disebutkan pihak PT Elnusa akan dipekerjakan untuk mengoperasikan peralatan penghisap minyak (skimmer) giant octopus.
Soes Hindarto mengatakan meski ada Perpres No 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing atau kemudahan bagi perizinan TKA yang berlaku efektif 29 Juni 2018.
Namun demikian, tidak serta merta Kemenaker meloloskan masuknya tenaga kerja asing, termasuk dalam hal kondisi darurat. Ada rambu-rambu dan prosedur yang dipenuhi.
Sejauh ini, pihaknya belum tahu apakah kasus tumpahan minyak PHE ONWJ masuk kategori darurat atau tidak.
“Demikian pula, soal kasus penanganan sumur bocor dan penanganan kasus tumpahan minyak, mrupajkan dua hal yang berbeda untuk bisa dimasuki tenaga kerja asing,” katanya.
Di bagian lain, Anggota Komisi VII DPR RI, Kardaya Warnika mengatakan tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus mengikuti peraturan, tak terkecuali TKA yang disponsori PT Elnusa Tbk tersebut.
Tidak boleh melanggar aturan. Tidak bisa melanggar peraturan dengan alasan kedaruratan, semua ada prosedurnya.
“Kalau tenaga kerja asing bekerja tanpa mengikuti aturan maka harus ditangkap, didenda dan dipulangkan. TKI juga diperlakukan begitu kalau kerja di luar negeri,” kata Kardaya Warnika.
Sementara itu, Direktur Teknik dan Lingkungan Direktorat Jenderal Migas Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral, Adhi Wibowo membenarkan bahwa pihaknya mendapatkan informasi bahwa PT Elnusa Tbk mengimpor mesin giant skimmer berikut mendatangkan operatornya tenaga kerja asing untuk membantu penanggulangan tumpahan minyak di anjungan lepas pantai PHE ONWJ.
PT Elnusi dalam hal ini mewakili PT Pertamina mengimpor peralatan dalam rangka penanganan tumpahan minyak di YYA-1.
“Kalau mengimpor peralatan maka harus ada yang mengoperasikan dan menggunakan tenaga kerja asing. Namun soal perizinan bagi TKA tentu mereka harus memenuhi prosedur, harus sesuai peraturan dan kompetensi,” kata Adhi Wibowo. (*)