Bea dan Cukai: Belum Ada Kesepakatan Final Soal Revisi PP 109/2012
“Kami akan segera menyurati Bapak Presiden untuk menyuarakan dan menjelaskan penolakan kami atas usulan revisi PP 109/2012,” ujar Muhaimin Moefti.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Sejauh ini masih belum ada kesepakatan final apapun terkait wacana revisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 109/2012 tentang Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan.
Hal itu dinyatakan Kepala Subdirektorat Tarif Cukai dan Harga Dasar Direktorat Jenderal Bea dan Cukai Sunaryo terkait dengan polemik PP Nomor 109/2012.
Dalam keterangan persnya di Jakarta, Jumat, 15 November 2019, Sunaryo menyatakan, pengendalian konsumsi rokok saat ini sudah bagus, apalagi didukung oleh kenaikan tarif cukai yang signifikan.
Sunaryo juga menegaskan, Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 152/2019 tentang Tarif Cukai Hasil Tembakau sudah cukup. “Itu sama Presiden (persetujuannya),” ujarnya.
Dia menambahkan, untuk menyusun PMK 152 Kementerian Keuangan telah melakukan berbagai upaya luar biasa.
Baca: Kabar Buruk, Pejabat BUMN Ditangkap Densus 88 Ternyata Bukan Orang Sembarangan, Respons Erick Thohir
Regulasi ini dinilai sebagai bentuk pengendalian yang nyata. Melalui beleid tersebut, tarif cukai rokok golongan I naik di atas 50 persen.
Sunaryo juga menyebutkan, belum ada kesepakatan apapun terkait wacana revisi PP 109/2012. Proses revisi PP 109/2012 juga wajib melibatkan berbagai kementerian.
Sejumlah kementerian yang dimaksud adalah Kementerian Perindustrian, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan. Termasuk di dalamnya kementerian koordinator dan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
Asosiasi IHT kompak menolak
Sejumlah asosiasi industri hasil tembakau yang tergabung dalam Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo), Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI), dan Forum Masyarakat Industri Rokok Seluruh Indonesia (Formasi) sebelumnya sepakat menolak rencana revisi PP 109/2012 karena tujuannya hanya akan mematikan Industri Hasil Tembakau yang selama ini telah mempekerjakan jutaan orang dari hulu ke hilir.
“Kami akan segera menyurati Bapak Presiden untuk menyuarakan dan menjelaskan penolakan kami atas usulan revisi PP 109/2012. Kami harap beliau dapat mempertimbangkan dan merumuskan keputusan yang tepat,” ujar Muhaimin Moefti, Ketua Umum Gaprindo.
Dia yakin Pemerintah akan bersedia mendengar keberatan asosiasi IHT yang selama ini berkontribusi besar menggerakkan ekonomi negara.
Muhaimin Moefti menyatakan, kenaikan tarif cukai saat ini sudah tinggi.
Jika ditambah rencana revisi PP 109/2012, Moefti menegaskan Industri Hasil Tembakau akan semakin terpuruk. Dampak negatifnya tak hanya dialami oleh industri, namun juga ke perekonomian negara.
Pada IHT, mata pencahariaan, seperti petani tembakau dan cengkih, buruh pabrik, pekerja serta pemilik toko ritel, akan terancam hilang. Pabrikan rokok pun terkena imbasnya. Kini tersisa hanya 700 pabrik roko dari total pabrik sebanyak 4.000-an pada 2007 silam.