Benarkah Ore Kadar Rendah Tidak Dapat Diolah Smelter Dalam Negeri?
Ada kekhawatiran dari sejumlah pihak pada ore kadar rendah yang berisiko ditumpuk, lantaran tidak dapat diolah oleh smelter dalam negeri.
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Larangan ekspor ore nikel yang akan berlaku awal tahun 2020 rupanya menyisakan kekhawatiran dari sejumlah pihak pada ore kadar rendah yang berisiko ditumpuk, lantaran tidak dapat diolah oleh smelter dalam negeri.
Lalu, benarkah ore kadar rendah tidak dapat diolah oleh smelter dalam negeri?
Penambang asal Sulawesi, Zaldy Layata mengungkapkan kekhawatirannya pada ore kadar rendah 1,4% - 1,5% akan ditumpuk.
Menurut Zaldy kadar ore nikel minimum yang biasanya dapat diolah industri smelter di Indonesia adalah kadar 1,8%, sedangkan kadar 1,7% terkadang diterima oleh smelter, meski kata Dia sering ditolak.
Zaldy mengaku pihaknya tengah menjajaki kerjasama dengan smelter-smelter domestik untuk persiapan Januari 2020. Untuk itu, Zaldy sudah mulai memproduksi kadar tinggi (high grid) agar dapat diserap smelter domestik.
"Biasanya kami 'kawinkan' ore nikel berkadar 1,5% dengan ore nikel berkadar 1,9% hingga dapat menghasilkan kadar 1,7%, atau 'kawinkan' ore nikel berkadar 1,6% dengan ore nikel berkadar 1,9% hingga dapat menghasilkan kadar 1,8%", kata Zaldy dilansir Kontan.
Secara terpisah, Wahyudi Agus selaku penanggung jawab teknik & lingkungan smelter asal Sulawesi Tenggara, PT Virtue Dragon Nickel, menjelaskan bahwa ore kadar rendah bisa saja diolah, namun diperlukan proses tambahan untuk mengolahnya.
Menurut Dia, barang yang masuk dari penambang belum tentu sesuai yang diharapkan (kadarnya). Maka pihaknya perlu melakukan blending untuk pendekatan (kadar nikel) seperti yang diinginkan dari sisi metalurgi.
"Kendalanya disitu untuk proses produksi, karena harus dipertimbangkan juga outputnya. Jadi bukan tidak bisa (diolah), tapi costnya lebih tinggi. kalau Ore dengan kandungan nikel sebesar 1,8% masih masuklah. Kandungan nikel dibawah itu nanti akan kami blending. Kalau kandungannya dibawah 1,75% ya tetap diblending. Kadar nikel yang biasanya dihasilkan setelah diolah sekitar 10-13%”, ujar Wahyudi.
Sementara itu, perusahaan smelter asal Bogor, PT Trinitan Metals and Minerals, Tbk (PURE) mengklaim pihaknya sudah memiliki teknologi yang mampu mengolah ore nikel kadar rendah bahkan hingga kadar 1% sekalipun.
Deputy Director Trinitan Metals and Minerals, Andika Vidiarsa menjelaskan bahwa ada keterkaitan antara teknologi yang dimiliki smelter dengan biaya produksinya.
Menurut Dia jika smelter memiliki teknologi yang mumpuni, maka biaya produksi akan semakin efisien.
Dia mengaku bahwa teknologi yang dimilikinya sudah mampu mengolah ore nikel kadar rendah secara efisien dan ramah lingkungan.
"Kalau teknologinya belum ada ya memang perlu dilakukan proses blending sehingga biaya produksi cenderung tinggi. Selain itu, klasifikasi ore kadar rendah juga ada macam-macam jenisnya. Di sini kami sudah memiliki teknologi yang mampu mengolah ore kadar rendah hingga jenis yellow lemonite, yaitu ore dengan kadar 1% - 1,5%. Maka kami ga perlu melakukan proses blending untuk mengolah ore kadar rendah", papar Andika Vidiarsa, Deputy Director Trinitan Metals and Minerals. (*)