Pasar Saham Masih Sulit Menguat meski Amerika dan China Sudah ''Akur''
Hans Kwee mengatakan, hasil akhir kesepakatan dagang fase satu antara AS dan China tidak akan mampu mendongkrak pasar secara signifikan.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur PT Anugerah Mega Investama Hans Kwee mengatakan, hasil akhir kesepakatan dagang fase satu antara Amerika Serikat (AS) dan China tidak akan mampu mendongkrak pasar secara signifikan.
Sebab, yang terjadi adalah penundaan pengenaan tarif, pemotongan tarif dari China senilai 120 miliar dolar AS akan dipangkas kembali menjadi 7,5 persen dari 15 persen.
Baca: Dimakzulkan, Trump Dijerat Tuduhan Penyalahgunaan Kekuasaan dan Menghalangi Penyelidikan Kongres
Baca: Partai Demokrat Resmi Ajukan Dakwaan Impeachment Atas Presiden Donald Trump
"AS juga tetap akan mempertahankan retribusi 25 persen untuk barang-barang senilai 250 miliar dolar AS," ujarnya di Jakarta, Minggu (15/12/2019).
Padahal, Hans mengungkapkan, keinginan China adalah adanya penghapusan tarif dan dikabarkan akan membeli barang pertanian AS senilai 40 miliar dolar AS di bawah target sebesar 50 miliar dolar AS yang AS inginkan.
Selain itu, pelaku pasar keuangan dunia juga berharap penghapusan tarif yang sudah berlaku untuk mampu mendorong pertumbuhan ekonomi dunia yang terus melambat semenjak perang dagang kedua negara.
"Perundingan mungkin tidak optimal kerena AS lebih fokus pada penyelesaian kesepakatan perdagangan dengan Meksiko dan Kanada," kata Hans.
Tetapi, kesepakatan fase satu ini menghilangkan kekawatiran pasar menjelang kenaikan tarif 15 Desember 2019, sehingga detilnya dinantikan pelaku pasar.
"Kami perkirakan IHSG pekan ini berpeluang konsolidasi melemah dengan support di level 6.139 sampai 6.095 dan resistance di level 6.210 sampai 6.250," pungkasnya.
Sentimen Pekan Depan
Pekan depan, pelaku pasar bisa mencermati beberapa sentimen, di antaranya kesepakatan detail fase satu antara AS dan China.
Hans Kwee mengatakan, sebelumnya ada cuitan Presiden Donald Trump bahwa AS semakin dekat untuk mencapai kesepakatan perdagangan dengan China.
"Dikabarkan AS dan China menyetujui prinsip-prinsp kesepakatan perdagangan fase satu dan tinggal menunggu persetujuan Presiden Donald Trump," ujarnya.
Sementara itu, pekan depan pasar juga masih akan memperhatikan masalah politik dalam negeri AS yakni peluang pemakzulan Presiden Donald Trump.
"DPR AS telah mengumumkan dakwaan pemakzulan formal terhadap Presiden ke-45 AS," kata Hans.
Dalam pasal pemakzulan, Presiden Trump dituduh mengkhianati negara dengan menyalahgunakan kekuasaan dalam upaya menekan Ukraina untuk menyelidiki saingan politik dan kemudian menghalangi penyelidikan Kongres atas skandal tersebut.
Langkah Trump ini dinilai telah membahayakan konstitusi AS, merusak integritas pemilu 2020, dan membahayakan keamanan nasional.
"Artikel pemakzulan diluncurkan sekitar satu jam sebelum Nancy Pelosi muncul di sebuah konferensi pers untuk mengumumkan bahwa Demokrat siap untuk menyetujui Perjanjian Perdagangan AS-Meksiko-Kanada," tuturnya.
Hans menambahkan, dari kawasan Eropa muncul harapan tinggi untuk penyelesaian Brexit setelah PM Boris Johnson menang pemilu di Inggris.
Kemenangan Boris Johnson diharapkan mengakhiri ketidakpastian rencana Inggris keluar dari Uni Eropa yang telah terjadi dalam 3,5 tahun terakhir.
"Pemungutan suara bersejarah untuk meninggalkan Uni Eropa pada 2016 atau kelanjutan Brexit dan kebijakan ekonomi negara tersebut," pungkasnya.