Kementerian Perdagangan Disarankan Kontak India Agar Bisa Ekspor CPO Gantikan Malaysia
Bhima menyarankan kepada pemerintah melalui Kementerian Perdagangan agar segera melakukan komunikasi intensif dengan India terkait potensi ini.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Dewi Agustina

Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hubungan diplomatik antara India dan Malaysia yang sedikit memanas berimbas pada keputusan terkait impor komoditas minyak kelapa sawit.
Perdana Menteri (PM) India Narendra Modi telah memberlakukan pembatasan impor terhadap minyak sawit dari Malaysia.
Keputusan ini merupakan bentuk protes atas kritikan yang dilontarkan PM Malaysia Mahathir Mohamad mengenai kebijakan baru pemerintahan Modi terkait Undang-undang (UU) tentang Kewarganegaraan yang dianggap mendiskriminasi muslim.
Pengamat Ekonomi INDEF Bhima Yudhistira menilai momentum renggangnya hubungan India dan Malaysia yang berimbas pada sektor bisnis ini tentu saja akan menguntungkan Indonesia.
Indonesia merupakan negara pengekspor minyak sawit mentah (CPO) terbesar di dunia, posisinya pun berada di atas Malaysia yang menempati urutan kedua.
Baca: Hubungan dengan Malaysia Tak Akan Rusak Jika Indonesia Ekspor CPO ke India
Baca: Renggangnya India-Malaysia, Peluang Emas Eksportir Indonesia Penetrasi Ke Pasar India
"Dengan kondisi Malaysia memburuk hubungannya dengan India, maka kesempatan emas bagi Indonesia untuk bersaing," ujar Bhima, kepada Tribunnews, Jumat (17/1/2020).
Ia menilai Indonesia bisa melakukan penetrasi terhadap India melalui penurunan bea keluar atau pajak CPO, sehingga harga jual produk Indonesia lebih murah dari yang ditawarkan Malaysia.
Menurutnya, jika pemerintah India mengultimatum para importir dan pedagangnya untuk menjauhi minyak sawit Malaysia, tentunya negara tersebut akan mencari sumber lainnya yang bisa menopang kebutuhan besar mereka terhadap CPO.
"India mau cari ke mana lagi kalau bukan ke Indonesia," kata Bhima.
Oleh karena itu, Bhima menyarankan kepada pemerintah melalui Kementerian Perdagangan agar segera melakukan komunikasi intensif dengan India terkait potensi ini.
"Saya sarankan Menteri Perdagangan langsung kontak pemerintah India agar CPO kita mendapat fasilitas khusus," jelas Bhima.
Baca: Daftar 50 Fakta Unik India, Negara yang Punya Lebih Banyak Ponsel Ketimbang Toilet
Baca: Industri Sawit Malaysia Anggap Indonesia Kuat Jadi Pesaing Pasca keputusan Boikot India
Lebih lanjut ia menambahkan, bahwa hubungan politik dan budaya dengan India juga bisa dipererat.
Pemerintah tentunya diharapkan bisa memanfaatkan momentum ini secara baik.
"Jangan sampai momentum ini lewat begitu saja," pungkas Bhima.
Sebelumnya, Menteri Industri Primer Malaysia Teresa Kok membantah laporan yang menyatakan bahwa India telah menyerukan boikot terhadap minyak sawit Malaysia.
Ia mengatakan hal itu terlihat dari sejumlah diskusi yang menunjukkan pembeli dari India menginginkan Malaysia untuk meningkatkan ekspor minyak sawit mentah dan mengurangi ekspor minyak sawit olahan.
"Boikot apa? Mereka hanya ingin kami (Malaysia) mengekspor lebih banyak minyak sawit mentah dan mengurangi ekspor minyak sawit olahan," kata Kok, dikutip dari surat kabar lokal Bernama.
Pernyataan itu secara tegas disampaikan Kok setelah berdialog dengan petani kelapa sawit Selangor di Kuala Lumpur, Malaysia.
Para importir kelapa sawit dari India secara efektif menghentikan semua pembelian dari Malaysia, setelah pemerintah secara pribadi memperingatkan mereka untuk menghindari impor Malaysia.
Baca: Viral Kakek Miskin Dapat Tagihan Listrik Hingga Rp 259 M, Padahal Hanya Pakai Lampu & Kipas Angin
Baca: Detik-detik Video Kobra Patuk Bibir Pawang Ular Saat Berusaha Mencium, Ini yang Terjadi Pada Tubuh
Dikutip dari laman Theedgemarkets, Kamis (16/1/2020), peringatan yang dikeluarkan pada pekan lalu itu muncul secara bersamaan seiring langkah India membatasi impor minyak kelapa sawit, setelah PM Malaysia Mahathir Mohamad mengkritisi tindakan India di Kashmir serta Undang-undang (UU) barunya terkait Kewarganegaraan.
Saat ini, pembeli India tidak melakukan pembelian minyak sawit mentah atau olahan dari pemasok utama Malaysia, seperti yang disampaikan lima orang sumber industri yang akrab dengan masalah tersebut.
"Secara resmi, tidak ada larangan impor minyak kelapa sawit mentah dari Malaysia, tetapi tidak ada yang membelinya karena ini adalah instruksi dari pemerintah," kata seorang sumber dari kilang terkemuka.
Ia menambahkan bahwa pembeli India saat ini mengimpor minyak sawit dari Indonesia, meskipun membayar dengan harga premium Malaysia.
India merupakan pembeli minyak kelapa sawit terbesar di dunia, langkah untuk secara efektif memblokir impor dari Malaysia tentu saja dapat menekan harga minyak sawit sekaligus mendorong persediaan minyak sawit di negeri jiran.
Malaysia menetapkan patokan global untuk harga minyak sawit, langkah ini juga dapat menguntungkan Indonesia sebagai negara pengekspor CPO terbesar di dunia.
"Kami dapat mengimpor CPO dari Malaysia, namun pemerintah telah memperingatkan kami 'jangan mengadu kepada kami (pemerintah) jika pengiriman anda nantinya terhambat'," kata seorang pedagang yang berbasis di Mumbai.
Ia menambahkan bahwa tidak ada satupun pedagang maupun importir yang ingin melihat pengiriman minyak sawitnya terhambat di pelabuhan.

Di sisi lain, pemerintah India belum membuat pernyataan publik terkait minyak sawit Malaysia.
Kementerian Perdagangan negara itu pun belum memberikan komentar mengacu pada isu ini.
Minyak kelapa sawit menyumbang hampir dua pertiga dari total impor minyak nabati India.
India diketahui membeli lebih dari 9 juta ton minyak kelapa sawit setiap tahunnya, terutama dari Indonesia dan Malaysia.
Penyuling dan pedagang India telah mengalihkan hampir semua pembelian minyak kelapa sawit ke Indonesia, meskipun harus membayar menggunakan harga premium Malaysia.
Minyak kelapa sawit mentah Malaysia untuk pengiriman Februari tersedia dengan harga USD 800 per ton secara gratis, dibandingkan dengan USD 810 dari Indonesia.
"Seperti yang lainnya, kami membayar mahal untuk persediaan dari Indonesia, untuk keuntungan yang kecil. Kami tidak bisa bertaruh," kata seorang penyuling yang berbasis di Kolkata.