Muhammadiyah Haramkan Vape, Ini Respons Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj
Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) merespons fatwa haram vape alias rokok elektronik yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah.
Editor: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengurus Besar Nadhatul Ulama (PBNU) merespons fatwa haram vape alias rokok elektronik yang dikeluarkan oleh Muhammadiyah.
PBNU tak ingin terburu-buru dalam memberi fatwa soal haramnya rokok elektrik.
Ketua Umum PBNU Said Aqil Siradj menyatakan, pihaknya masih menunggu hasil musyawarah ulama terlebih dahulu.
Menurut rencana, musyawarah tersebut akan digelar pada 18 hingga 20 Maret 2020 mendatang.
"Kami menunggu musyawarah ulama dulu. Tidak sembarangan menjatuhkan hukuman haram, halal, wajib, tidak sembarangan. Tapi harus melalui musyawarah. Kami akan musyawarah tanggal 18-20 Maret," kata Said Aqil di Gedung PBNU, Jakarta, Sabtu (25/1/2020).
Ia berpendapat, vape dapat dikatakan haram jika dapat menggangu kesehatan seseorang.
Jika tidak menimbulkan penyakit, kata Aqil, hal tersebut masih dikatakan makruh atau dapat dianjurkan untuk ditinggalkan.
"Kalau tidak ada darurat penyakit itu makruh, tapi kalau sudah mengganggu kesehatannya itu haram," jelasnya.
Baca: Ketum PBNU Ajak Pemerintah Malaysia Perkokoh Islam Nusantara
Sebelumnya, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok elektronik alias vape.
Dalam keterangan yang diterima Tribunnews.com, larangan itu dikeluarkan dalam putusan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah tertanggal 14 Januari 2020.
Seiring perkembangan rokok elektronik atau vape yang begitu mengkhawatirkan, terutama pada anak remaja dan kaum muda, Muhammadiyah meneguhkan posisi mengambil tindakan antisipasi.
"Merokok e-cigarette hukumnya haram sebagaimana rokok konvensional," jelas anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah Wawan Gunawan Wachid, dalam keterangan tertulis, Jumat (24/1/2020).