Pengawasan Industri Keuangan yang Dilakukan OJK Dinilai Sudah Baik
Sejumlah pihak memandang pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) sudah baik. Ini tercermin dari berbagai indika
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejumlah pihak memandang pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan Otoritas Jasa Keuangan ( OJK) sudah baik. Ini tercermin dari berbagai indikator.
Direktur Eksekutif Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) Togar Pasaribu mengatakan, aturan dan peraturan yang diterbitkan oleh OJK sudah lebih dari cukup.
"Secara umum pengawasan OJK sejatinya sudah cukup baik. Walau diakui memang masih ada yang perlu diperbaiki," kata Togar ketika dihubungi di Jakarta, Senin (3/2/2020).
Togar mengungkapkan, permasalahan yang terjadi pada sejumlah perusahaan jasa keuangan sebaiknya tak menjadi sandungan dalam memandang kinerja pengawasan OJK. Sebab, OJK mengawasi ribuan perusahaan jasa keuangan yang secara umum dalam kondisi baik.
Baca: BI: Sentimen Virus Corona Picu Capital Outflow di Bursa Saham
Baca: Bank Indonesia Pertahankan Suku Bunga Acuan 5 Persen
"Ada ribuan perusahaan yang diawasi oleh OJK dan semuanya oke-oke saja," imbuh Togar.
Terkait pengawasan industri keuangan non bank (IKNB), Togar mengatakan, pengawasan sebaiknya dilaksanakan secara terintegrasi antara komisaris, pemilik, auditor eksternal, dan OJK.
"Harus ada komunikasi yang baik di antara mereka. Tidak bisa hanya bergantung pada OJK," ungkap dia.
Secara terpisah, Direktur Riset Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Piter Abdullah mengungkapkan, secara keseluruhan pengawasan industri jasa keuangan yang dilakukan OJK masih relatif baik. Hal ini terlihat pada indikator-indikator stabilitas sistem keuangan.
Namun demikian, Piter menyebut masih ada beberapa hal yang harus diperbaiki dan ditingkatkan oleh OJK terkait pengawasan.
Menurut dia, perbaikan yang sangat perlu dilakukan oleh OJK adalah bagaimana menindaklanjuti pengawasan dengan tindakan tegas termasuk terhadap badan usaha milik pemerintah.
Dihubungi secara terpisah, pengajar di STIE Perbanas Surabaya Abdul Mongid mengakui, standar pengawasan bank dan bank perkreditan rakyat (BPR) yang diterapkan OJK sudah bagus.
Abdul juga menyoroti jumlah BPR yang amat banyak di Indonesia, sehingga tak jarang OJK mencabut izin BPR yang tak memenuhi ketentuan permodalan.
"Itu proses alami dan biasa saja menurut saya. Seharusnya, OJK melakukan itu lebih lagi," ungkap Abdul ketika dihubungi Kompas.com melalui sambungan telepon.
Abdul menuturkan, dengan jumlah BPR yang cukup banyak, OJK perlu melakukan penertiban sekaligus pemberian insentif. Penertiban dilakukan di Pulau Jawa, dimana BPR sangat banyak dan padat.
"Jumlah BPR di Jawa sudah padat sekali, di luar Jawa masih sedikit. Insentif-insentif untuk pemerataan bisa dilakukan," jelasnya.
Tindakan tegas dapat dilakukan terhadap BPR di Jawa, misalnya terhadap BPR yang sudah tak dapat mempertahankan kinerja. Adapun untuk wilayah di luar Jawa, dapat diberikan insentif-insentif, termasuk terkait pendirian baru.
Data OJK menunjukkan, regulator berbagai kebijakan pengaturan dan tindakan pengawasan serta pengenaan sanksi di tahun 2019 antara lain di sektor perbankan, OJK telah melakukan sejumlah kebijakan untuk memperkuat permodalan perbankan nasional dan mempercepat konsolidasi perbankan.
Sepanjang tahun lalu, OJK telah memfasilitasi 3 proses merger 6 bank umum, menerbitkan 16 persetujuan izin penggabungan usaha BPR, 229 fit and proper test Pengurus Bank dengan hasil 204 lulus dan 25 tidak lulus, pencabutan 5 izin usaha BPR, serta membangun integrasi pelaporan Bank Umum dengan BI dan LPS.
Di industri Pasar Modal, OJK terus meningkatkan integritas dan kepercayaan investor Pasar Modal melalui peningkatkan kualitas penerapan governance, transparansi dan penegakan hukum, penyempurnaan ekosistem pasar modal melalui penguatan pengaturan dan pengawasan, proses penawaran emisi, aktivitas perdagangan sampai dengan kewajaran valuasi instrumen.
Adapun entuk penegakan hukum dilakukan melalui pembatasan penjualan reksa dana tertentu pada 37 Manajer Investasi serta memberikan sanksi administratif kepada 3 Akuntan Publik.
OJK juga menjatuhkan 43 sanksi denda dengan nilai denda sebesar Rp 11,74 miliar, sanksi pembekuan 4 kegiatan usaha dan sanksi 1 pencabutan izin usaha terhadap kasus pengelolaan investasi, transaksi lembaga efek, emiten dan perusahaan publik.
Di Industri Keuangan Non Bank, OJK sejak 2018 telah menjalankan program transformasi IKNB yang mencakup antara lain perbaikan penerapan manajemen risiko, meningkatkan governance, serta menambah pelaporan kinerja investasi kepada otoritas dan publik.
Tindakan dan pemberian sanksi pada IKNB antara lain pemberian sanksi denda kepada 164 kegiatan usaha, pembatasan 37 kegiatan usaha,dan pencabutan 31 izin usaha.
Berita ini tayang di Kompas.com dengan judul: Pengawasan Industri Jasa Keuangan, Ini Saran untuk OJK