Pengamat: UMKM Obat Tradisional Bisa Ciptakan Dampak Sosial Tinggi
Pelaku usaha obat herbal harus menghindari penggunaan bahan kimia yang membahayakan bagi konsumennya.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Industri obat tradisional, khususnya yang dikelola pelaku usaha mikro kecil menengah (UMKM) dinilai memiliki dampak sosial atau social economic impact yang tinggi.
Karenanya, mereka sangat layak mendapat kesempatan dan fasilitas untuk lebih berkembang lagi, sekaligus berkontribusi mengembangkan budaya dan tradisional asli Indonesia ke pentas internasional lewat produk pengobatan herbalnya.
Pembina Center for Entrepreneurship Development and Studies Universitas Indonesia Roy Darmawan menilai, pelaku usaha jamu UMKM perlu menangkap dengan baik tren fenomena minat masyarakat menggunakan obat herbal dan jamu yang tinggi untuk menjaga kesehatannya dengan menggulirkan inovasi.
“Pelaku UMKM perlu membangun integritas sebagai prioritas dan memiliki keyakinan bahwa sangat penting membangun bisnis yang berorientasi jangka panjang dan menghindari penggunaan bahan kimia berbahaya," ujarnya dalam keterangan pers tertulis, Rabu (5/2/2020).
Roy Darmawan yang juga Professor Tamu dari Guangxi University for Nationalities tersebut mengatakan, agar usaha jamu herbal UMKM makin berkembang mereka harus menjaga itikad selalu menggunakan bahan terbaik yang paling ampuh sesuai standar kesehatan dan juga standar aturan hukum dan menjaga aspek legalitasnya.
Baca: Peringatan Dini Cuaca Besok Kamis, 5 Area Berpotensi Gelombang Tinggi & 8 Wilayah Hujan Lebat
Dia menilai, Pemerintah melalui BPOM sejauh ini sudah optimal mendukung perkembangan UMKM obat tradisional.
Roy menyarankan agar BPOM membuat dan menerapkan peraturan yang ketat terkait aspek keamanan dan keselamatan konsumen. “Produk jamu dan herbal perlu dipastikan memiliki kandungan yang benar-benar tergolong jamu dan herbal,” ujarnya.
Roy berharap agar BPOM lebih sering melakukan sosialisasi dan komunikasi tentang apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan oleh UMKM terkait produksi obat tradisional serta memberikan solusi yang langsung menyelesaikan masalah dalam koridor sesuai ketentuan yang berlaku.
“BPOM juga perlu mereduksi birokrasi dan hal yang sulit diakses oleh pelaku UMKM. BPOM perlu lebih mudah ditemui dan ditanya untuk mendapatkan informasi oleh pelaku usaha,” saran Chairman of Board of Advisor, Asean Youthpreneur Communnity tersebut.
Dukungan berupa percepatan perizinan, pendampingan dan pembinaan dilakukan BPOM sebagai pengawas di bidang obat tradisional. Harapannya agar UMKM dapat menerapkan Cara Produksi Obat Tradisional yang Baik (CPOTB) dalam produksi yang selanjutnya memudahkan dalam mendapat izin edar.
Diterbitkannya Peraturan Badan POM No. 26 Tahun 2018 tentang Pelayanan Perizinan Berusaha Terintegrasi secara Elektronik Sektor Obat dan Makanan menandai simplifikasi dalam persyaratan CPOTB.
Simplifikasi berupa persetujuan denah bangunan tidak wajib mendapat persetujuan Badan POM dan dalam sertifikasi CPOTB dilakukan integrasi dengan Perizinan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik atau Online Single Submission (OSS) dan penerapan CPOTB secara bertahap bagi UMKM. Timeline penerbitan CPOTB pun dipangkas yang sebelumnya 70 HK menjadi 35 HK.
Di 2018, BPOM telah menginisasi Program Bapak Angkat bagi UMKM Jamu yang menjadikan IOT.
Program ini meliputi dukungan fasilitas, peningkatan kapasitas pelaku UMKM, dan pendampingan langsung oleh industri adalah bentuk tanggung jawab bersama pemerintah dan industri dalam mengembangkan obat tradisional agar mampu bersaing di pasar nasional dan global.
Sejak 2017 hingga Oktober 2019, jumlah Industri Obat Tradisional (IOT) dan UMKM Obat Tradisional menunjukkan peningkatan dari 626 menjadi 672 (UMKM OT) dan dari 124 menjadi 129 (Industri Obat Tradisional).
Untuk pasar luar negeri, pemangkasan timeline pendaftaran dilakukan BPOM untuk produk khusus ekspor dari 30 hari kerja menjadi 3 hari kerja. Ekspor obat tradisional selama 2019 mencapai 574 produk dan mengalami kenaikan signifikan dari dua tahun sebelumnya, yaitu tahun 2017 sejumlah 262 produk dan di 2018 sejumlah 303 produk.