Ombudsman Ingatkan agar Pemerintah Beri Kepastian Soal Perpres Harga Gas
Alamsyah juga menekankan agar pemerintah memastikan Perpres 40/2016 dilaksanakan secara penuh sehingga tidak terjadi polemik berkepanjangan.
Penulis: Fajar Anjungroso
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi Ombudsman Alamsyah Saragih meminta pemerintah memberi kepastian terkait berbagai spekulasi menyangkut harga gas industri.
Di samping itu, Alamsyah juga menekankan agar pemerintah memastikan Perpres 40/2016 dilaksanakan secara penuh sehingga tidak terjadi polemik berkepanjangan.
Ketika Perpres mengatur penetapan harga gas bumi tertentu dilakukan melalui penyesuaian harga beli gas bumi dari kontraktor hulu dan tanpa mengurangi bagian kontraktor alias dilakukan dengan pengurangan bagian negara, lanjut dia , maka itu harus dilakukan sesuai ketentuan. Tidak ditambah atau dikurangi.
"Memang akan mengurangi pendapatan negara sekian triliun, tapi harus tetap dijalankan,” ungkapnya, Minggu (16/02).
Alamsyah menilai polemik harga gas industri ini sudah berjalan terlalu lama. Akibat keputusan yang tidak kunjung ditetapkan banyak terjadi spekulasi.
Dan PGN sebagai aset pemerintah dalam pembangunan infrastruktur dan perluasan pemanfaatan gas bumi, menjadi pihak yang dirugikan.
"Itu kenapa perlunya pedoman. Jangan sampai masyarakat dan industri dibuat bingung yang pada akhirnya timbul ketidakpastian dalam berinvestasi," tuturnya.
Pemerintah perlu untuk membuat tata waktu dan kerangka implementasi Perpres 40/2016 untuk menjadi pedoman bagi pihak-pihak yang berkepentingan, khususnya badan usaha niaga sebagai ujung tombak dari pelaksanaan Perpres.
Baca: PGN Perluas Pembangunan Infrastruktur Gas Bumi, Ini Faktanya
"Ini sudah mau Maret sedangkan penerapannya April. Jadi pemerintah perlu untuk menyusun tata waktu dan tahapan agar jadi pedoman bagi pihak yang berkepentingan," tugasnya.
Sebelumnya, Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Budi Gunadi Sadikin mengatakan, harga gas bumi di Indonesia mahal lantaran harganya di hulu sudah tinggi. Akibatnya, harga gas kepada konsumen di hilir menjadi mahal.
"Harga bahan baku gas di Indonesia untuk di hulu saja sudah di atas USD5 - USD7 per mmbtu sebelum sampai ke PT Perusahaan Gas Negara (PGN). Di sisi hulu harga gas kita masih cukup tinggi, itu harus yang bisa tekan ke bawah," ujar Budi di Kantor Kemenko Bidang Kemartiman, Jakarta, Senin (6/1/2020).
Rencana penerapan Perpres 40/2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi telah merontokkan kepercayaan investor pasar modal terhadap PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN).
Sebagai pihak yang bakal menerima penugasan beleid harga gas itu, PGN memang sedang dalam tekanan.
Setahun ini harga saham berkode PGAS telah terkoreksi lebih dari 25 persen, dari Rp 2.520 per saham (11/02/2019) menjadi Rp 1.525 per saham (10/02/20). Dampaknya, nilai 56,7 persen saham pemerintah, melalui PT Pertamina di PGN, terbakar lebih dari Rp 13,7 triliun.
Harga gas sendiri sejatinya tidak menjadi faktor utama penentu kinerja perusahaan. Contohnya PT Arwana Citramulia Tbk. Tanpa adanya penurunan harga gas industri, sepanjang 2019 lalu, produsen keramik ini mampu mencatat pendapatan hingga Rp 2,1 triliun dengan laba bersih mencapai Rp 200 miliar.
Hal yang berbeda justru dialami oleh PT Krakatau Steel Tbk. Kendati menjadi salah satu BUMN yang telah menikmati harga gas sesuai Perpres 40/2016, kinerja emiten berkode KRAS ini justru terpuruk.
Sampai kuartal III 2019, KRAS mencatatkan rugi bersih hingga sebesar Rp 2,97 triliun, naik 467 persen dibanding periode sama 2018.