Indonesia Resmi Masuk dalam Daftar Negara Maju, Apa Dampaknya?
Indonesia resmi menjadi negara maju setelah Amerika Serikat mencoretnya dari daftar negara berkembang. Apa dampaknya bagi Indoneisa?
Editor: Whiesa Daniswara

TRIBUNNEWS.COM - Indonesia resmi keluar dari daftar negara berkembang, terungkap maksud terselubung Amerika Serikat.
Amerika Serikat (AS) melalui Kantor Perwakilan Perdagangan atau Office of the US Trade Representative (USTR) di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO) mengeluarkan Indonesia dari daftar negara-negara berkembang lalu memasukkannya sebagai negara maju.
Kebijakan tersebut dilakukan pemerintah Donald Trump demi mengurangi jumlah negara-negara yang selama ini dianggap mendapatkan perlakuan istimewa.
Status negara berkembang memang memberi keuntungan dari sisi perdagangan.
Baca: Dicoret dari Daftar Negara Berkembang oleh AS, Apa Efeknya ke Indonesia?
Baca: Maksud Terselubung Amerika Serikat di Balik Keluarnya Indonesia dari Daftar Negara Berkembang
Hak tersebut karena barang impor dari negara berkembang yang masuk ke AS, mendapatkan bea masuk lebih rendah ketimbang komoditas negara maju.
Aturan tersebut ditujukan untuk membantu negara-negara tersebut keluar dari kemiskinan.
Namun, Indonesia tak sendiri.
Negeri Paman Sam itu juga mengeluarkan negara-negara lain dari daftar negara berkembang.
Beberapa di antaranya adalah negara anggota G20, seperti Argentina, Brazil, India, dan Afrika Selatan.
Sebagai contoh Afrika Selatan. AS mengeluarkan negara itu karena dianggap sebagai anggota G20 yang kekuatan ekonominya cukup diperhitungkan.
Baca: 3 Kota di Indonesia yang Paling Terdampak Isu Virus Corona, di Antaranya Bali
Baca: Sejumlah Warga Jepang Ditolak Masuk Indonesia karena Demam Tinggi
Namun, jika diukur dari pendapatan nasional bruto per kapita, Afrika Selatan sebenarnya masih tergolong sebagai negara berkembang.
"G20 merupakan forum dominan dalam kerja sama ekonomi internasional yang menyatukan negara-negara ekonomi besar dan perwakilan dari lembaga internasional besar seperti Bank Dunia dan IMF," tulis USTR dalam pernyataannya, dikutip dari Kompas.com.
"Mengingat betapa signifikannya G20 dalam ekonomi global, dan besarnya ekonomi dari negara-negara anggotanya yang menyumbang sebagian besar dari output ekonomi global, keanggotaan G20 menunjukkan bahwa suatu negara tengah dikembangkan (jadi negara maju)," kata USTR.

Dalam pertimbangan yang digunakannya, USTR mengabaikan indikator negara berkembang lainnya, seperti angka kematian bayi, angka buta huruf orang dewasa, dan harapan hidup saat lahir.
Alasan inilah yang membuat Indonesia dan negara-negara berkembang di G20 lainnya dianggap AS tak lagi memenuhi syarat mendapatkan perlakuan istimewa sebagai negara berkembang.
Sebelumnya, dikutip dari Kontan, Menteri Koordinator (Menko) Bidang Perekonomian Airlangga Hartanto mengatakan, kebijakan AS ini akan berdampak terhadap fasilitas-fasilitas perdagangan negara berkembang.
“Dampaknya tentu fasilitas, Indonesia yang sebelumnya menjadi negara berkembang akan dikurangi, ya kita tidak khawatir itu,” kata Airlangga di kantornya, Jumat (21/2/2020).
Baca: Bapak Pramuka Baden Powell Ulang Tahun, Pramuka Indonesia Berduka atas Hanyutnya Siswa SMP 1 Turi
Baca: SDM Lulusan Indonesia Tidak Kalah Dibandingkan SDM Asing
Setali tiga uang, ekspor barang-barang Indonesia bakal kena tarif tinggi daripada negara berkembang lainnya.
Sebagai contoh, pajak-pajak impor yang diatur AS atas barang Indonesia bakal lebih tinggi, termasuk bea masuk.
“Tapi belum tentu, kami tidak khawatir,” ujar Airlangga.
Dalam kebijakan baru AS yang telah berlaku sejak 10 Februari 2020 tersebut, Indonesia dikeluarkan dari daftar Developing and Least-Developed Countries sehingga Special Differential Treatment (SDT) yang tersedia dalam WTO Agreement on Subsidies and Countervailing Measures tidak lagi berlaku bagi Indonesia.
Sebagai akibatnya, de minimis thresholds untuk marjin subsidi agar suatu penyelidikan anti-subsidi dapat dihentikan berkurang menjadi kurang dari 1 persen dan bukan kurang dari 2 persen.
Selain itu, kriteria negligible import volumes yang tersedia bagi negara berkembang tidak lagi berlaku bagi Indonesia.
Dampaknya, memang kebijakan ini cenderung buat perdagangan Indonesia buntung. Padahal, selama ini Indonesia surplus dari AS.
Baca: Indonesia Berpeluang Jadi Raksasa Industri Kopi Dunia
Baca: Partai Politik Islam Indonesia Masyumi Bakal Kukuhkan Pengurus DPD Se-Sumatera Barat
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) surplus perdagangan Indonesia dengan AS pada Januari 2020 sebesar 1,01 miliar dollar AS, angka ini tumbuh bila dibanding surplus periode sama tahun lalu, yakni 804 juta dollar AS.
Data tersebut juga menyebutkan, AS menjadi negara terbesar kedua pangsa ekspor non-migas Indonesia sebesar 1,62 miliar dollar AS pada Januari 2020.
Selain RI, 24 Negara Ini Juga Dicabut AS dari Daftar Negara Berkembang
Amerika Serikat beberapa waktu lalu mengeluarkan sejumlah negara dari daftar negara- negara berkembang.
Indonesia termasuk dalam daftar tersebut.
Dikutip dari Kompas.com, Sabtu (22/2/2020), AS menyusutkan daftar internal negara-negara berkembang dan kurang berkembang.
Tujuannya untuk menurunkan batasan yang mendorong investigasi AS apakah suatu negara mengancam industri AS dengan subsidi ekspor yang tak adil.
Hal ini berdasarkan catatan yang dirilis Perwakilan Perdagangan AS (USTR).
Negara-negara yang dikeluarkan dari daftar negara berkembang tersebut adalah Albania, Argentina, Armenia, Brazil, Bulgaria, dan China.
Kemudian ada Kolombia, Kosta Rika, Georgia, Hong Kong, India, Indonesia, Kazakhstan, dan Republik Kirgis.
Selanjutnya ada Malaysia, Moldova, Montenegro, Makedonia Utara, Romania, Singapura, Afrika Selatan, Korea Selatan, Thailand, Ukraina, dan Vietnam.
Menurut USTR, keputusan untuk merevisi metodologi terkait negara berkembang untuk investigasi tarif perdagangan penting untuk dilakukan.
Sebab, pedoman yang digunakan sebelumnya sudah usang lantaran dibuat tahun 1988.
Pembaruan ini pun menandai langkah penting kebijakan AS yang sudah berlangsung selama dua dekade terkait negara-negara berkembang.
Akhirnya, negara-negara ini bisa dikenakan tarif yang lebih tinggi atas barang yang dikirim ke AS.

Langkah ini juga mencerminkan kejengahan Presiden AS Donald Trump bahwa negara-negara ekonomi besar, seperti China dan India, diperbolehkan menerima preferensi khusus sebagai negara berkembang di Organisasi Perdagangan Dunia ( WTO).
Dalam kunjungannya ke Davos, Swiss, pada bulan lalu, Trump menyebut WTO memperlakukan AS secara tidak adil.
"China dipandang sebagai negara berkembang. India dipandang sebagai negara berkembang.
Kami tidak dipandang sebagai negara berkembang. Sepanjang yang saya ketahui, kami juga negara berkembang," cetus Trump.
Adapun tujuan preferensi khusus yang diterapkan WTO terhadap negara-negara berkembang adalah untuk membantu dalam menurunkan kemiskinan, menyerap tenaga kerja, dan mengintegrasikan negara-negara ini ke dalam sistem perdagangan dunia.
Artikel ini telah tayang di TribunnewsWiki.com dengan judul Indonesia Keluar dari Daftar Negara Berkembang, Terungkap Maksud Terselubung Amerika Serikat
(Tribunnewswiki.com/Putradi Pamungkas, Kompas.com/Sakina Rakhma Diah Setiawan/Muhammad Idris)