Era Digital, Lima Hal Ini Jadi Tantangan Korporat dan Pemilik Brand
Prita Kemal Gani menekankan aktivitas PR yang proaktif sangat dibutuhkan untuk membangun sebuah brand.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA —Era digital menciptakan beragam channel di luar media mainstream yang kerap mempengaruhi strategi komunikasi para pemilik brand.
Dalam kondisi demikian, peran jurnalis sebagai earned media menjadi sangat penting untuk menyebarkan pesan dan informasi kepada khalayak, sekaligus memberi value dalam kampanye brand dan korporat.
Untuk mencapai tujuan tersebut menjadi penting bagi pengelola brand memahami tuntutan dan kebutuhan dari para jurnalis dalam menjalankan profesinya.
Prita Kemal Gani, founder dan CEO London School of Public Relations (LSPR) Jakarta di acara MIX Marketing Gathering dan perayaan HUT ke-16 Majalah MIX Marcomm di Jakarta, Rabu (26/2/2020) mengatakan, ada lima tantangan sekaligus peluang yang dihadapi korporasi dan pemilik brand.
Baca: Pulse, Aplikasi Kesehatan dari Prudential yang Adopsi Teknologi Kecerdasan Buatan
Pertama, konvergensi media tradisional dan digital; kedua, bentuk komunikasi interaktif; ketiga, informasi sekarang mengalir dengan cepat dan grati; keempat, segala sesuatu didukung oleh teknologi; dan kelima, kecepatan perubahan dan kecepatan respon.
Baca: Dihantui Virus Corona, Pemerintah Saudi Tangguhkan Kedatangan Jamaah Umrah
President ASEAN PR Network (APRN) ini menekankan aktivitas PR yang proaktif sangat dibutuhkan untuk membangun sebuah brand.
"Terlebih di era digital yang semakin heterogen dengan tampilnya new audience, new relations, new tool, serta new standard. “Jelas, itu menjadi tantangan bagi pengelola brand maupun praktisi komunikasi,” ujarnya.
Dia menjelaskan, ada tiga strategi PR di era digital saat ini, yakni pentingnya menjalin hubungan yang baik (build important relationship); melakukan endorse melalui orang-orang yang kompeten dan memiliki kredibilitas yang baik (endorse frienship) ; serta berupaya menciptakan image brand maupun kroporat yang juga baik (build good image).
Prita juga memaparkan kompetensi yang harus dimiliki seorang PR di era digital saat ini hingga lima tahun ke depan.
Kompetensi tersebut antara lain, relationship skill, resources skill; management skill; leadership skill; multimedia development skill, research skill & analysis, written & verbal communications skill, multicultural & adaptable, entrepreneurial skill, serta finance & budgeting skill.
Sejumlah fakta tentang convergence media tradisional dan digital, penyampaian pesan brand dan customer yang semakin cepat, interaktif, dan semua orang bisa berkomentar di sosial media, dinilai Prita, sebagai tantangan dan peluangnya.
“Yang paling penting adalah bagaiman pemilik brand dapat merancang strategi PR dengan jitu melalui orang-orang di bagian PR yang memiliki skill dan kompetensi yang andal,” bebernya.
Lis Hendriani, Pemimpin Redaksi Majalah MIX, menambahkan peta media yang sekarang semakin clutter dengan kehadiran beragam channel di luar media mainstream menjadi tantangan baru bagi para praktisi komunikasi brand maupun korporat.
Namun dia mengingatkan agar pihak korporat seharusnya lebih menghargai berita yang ditulis para jurnalis yang lebih berimbang karena value-nya lebih besar (sebagai earned media).
Acara ini dilanjutkan dengan sharing session bertema “Ketika Jurnalis Ngomongin Brand” dengan menampilkan 5 jurnalis senior dari berbagai desk sebagai pembicara. Mereka adalahDwi Wulandari dari majalah MIX MarComm; Eny Wibowo dari Hidupgaya.co; Herning Banirestu dari majalah bisnis SWA; Lilis Setyaningsih dari Warta Kota; dan M. Syakur Usman, dari Merdeka.com.