Pemerintah Diminta Perhatikan Keberlangsungan Industri Hasil Tembakau
Berdasarkan pengalaman pengalaman sebelumnya, menurut Johni, jika terjadi kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan produksi.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Pabrik Rokok (Gapero) Indonesia memperkirakan dampak negatif dari kebijakan pemerintah menaikan cukai dan harga jual eceran (HJE) rokok masing -masing sebesar 23 persen dan 35 persen akan terlihat di pertengahan Maret 2020 ke atas.
Kebijakan tersebut menjadikan harga jual rokok semakin tinggi.
Akibatnya penjualan rokok yang legal menjadi semakin susah.
Hal ini dapat berakibat pada penurunan jumlah produksi rokok yang berimbas pada pengurangan tenaga kerja, pengurangan pembelian bahan baku rokok yang pada akhirnya merugikan petani cengkih dan tembakau serta masyarakat luas.
“Hingga akhir Februari kami masih menggunakan cukai tahun lalu. Namun mulai Maret ini kami menggunakan cukai yang harganya sudah dinaikan pemerintah. Demikian juga harga jual ecerannya. Sehingga bulan Maret dan April ke sana akan terlihat dampak negatifnya," papar Ketua Gabungan Pabrik Rokok Malang (Gaperoma) Johni SH di Jakarta, Jumat (6/3/2020).
Berdasarkan pengalaman pengalaman sebelumnya, menurut Johni, jika terjadi kenaikan cukai rokok, akan ada pengurangan produksi.
"Apalagi kebijakan yang dikeluarkan pemerintah belum lama ini menyesakkan kami. Kenaikan 23 persen. Kemungkinan besar berdampak pada pengurangan Tenaga kerja dan pengurangan pembelian bahan produksi,” paparnya.
Baca: Strategi Bea Cukai Untuk Tingkatkan Ekspor Dari Berbagai Sektor
Lebih lanjut, Ketua Gapero Malang ini memaparkan akibat kenaikan Cukai dan HJE rokok yang amat tinggi, pihak pengusaha, dan pengelola industri hasil tembakau mengalami kesulitan dalam membuat perencanaan keuangan dan produksi ke depan.
Selain itu, pihaknya juga mengalami kesulitan dalam perencanaan cash flow keuangan.
“Kalau pemerintah terlalu tinggi menaikan cukai dan harga jual eceran, yang rugi pemerintah sendiri. Sebab, harga jual rokok menjadi berlipat lipat. Konsumen akan kesulitan membeli rokok yang legal," ujarnya.
Akibatnya, lanjut Johni, konsumen akan membeli rokok yang illegal.
"Sebab masyarakat perokok itu tidak bisa diberhentikan mendadak karena cukai naik. Masyarakat perokok akan mencari rokok yang lebih murah sesuai dengan kemampuan kantungnya. Kemungkinan besar, masyarakat akan beralih ke rokok elektrik atau rokok illegal," katanya.
Menurut dia, rokok elektrik tidak dikenai cukai, pemerintah tidak mendapatkan apa apa. Selain itu juga sedikit menggunakan kandungan tembakaunya.
"Akibatnya, pemakaian tembakau sedikit, hal ini merugikan masyarakat petani tembakau juga buruh pabrik rokok,” papar Johni SH.
Sebaliknya, lanjut Johny, jika masyarakat tidak beralih ke rokok elektrik, masyarakat akan mencari rokok yang lebih murah.
Rokok illegal sasaran mereka. Karena illegal mereka tidak menggunakan cukai. Karena tidak menggunakan pita cukai, pemerintah tidak mendapatkan apapun.
“Jika masyarakat beralih pada konsumsi rokok illegal atau rokok elektrik, maka akan merugikan semuanya. Pemerintah rugi. Industri rokok nasional juga rugi. Demikian juga petani dan buruh industri hasil tembakau mengalami kerugian," katanya.
Karena itu, dia menyarankan pemerintah khususnya kementrian keuangan, harus hati hati dalam mengambil kebijakan di bidang cukai rokok. Industri rokok itu jangan dimusuhi.
"Tapi dirangkul dan diajak bicara. Karena industri rokok itu mitra pemerintah dan juga mitra masyarakat karena sudah memberikan banyak pemasukan kepada pemerintah. Juga membuka lapangan pekerjaan yang luas kepada masyarakat,” papar Johni.
Untuk itu, Johni berharap di tahun tahun mendatang, pemerintah khususnya kementrian keuangan tidak lagi membuat kebijakan yang sangat merugikan dan memberatkan masyarakat industri hasil tembakau. Yakni menaikan cukai rokok dan harga juak eceran yang sangat tinggi.
“Kkarena itu, kami berharap pemerintah tidak lagi menaikan cukai dan HJE Rokok di tahun 2020. Sebab, keijakan pemerintah menaikan cukai dan HJE masing masing sebesar 23 dan 35 persen itu adalah untuk tahun 2020. Nah kami berharap, Tahun 2020 ini tidak ada lagi kenaikan cukai, “ tegas Johni SH.
Menurut Johni, jika pemerintah ingin menaikkan cukai rokok, setidaknya itu dilakukan di tahun 2021 atau di tahun 2022.
Besaran kenaikannya tidak melebihi angka inflasi. Paling banyak 10 persen. Bukan seperti tahun 2019 – 2020 kenaikannya mencapai 23 persen.
“Kami berharap kejadian di akhir tahun 2019 lalu tidak terulang. Kenaikannya sangat memberatkan kami sebagai pelaku usaha di bidang industri hasil tembakau. Kenaikannya jangan melebihi angka inflasi,” ujarnya.