Demi Selamatkan Perusahaan dari Krisis Corona, Maskapai Global Berlomba Pangkas 30 Persen Pekerja
American Airlines akan mengumumkan bahwa pihaknya berencana memangkas sekitar 30 persen
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, NEW YORK - Tiga maskapai besar dunia telah mengumumkan rencana untuk memangkas 30 persen pekerjanya karena muncul kekhawatiran bahwa upaya pemulihan pasca pandemi virus corona (Covid-19) akan membutuhkan waktu lebih lama dari yang diperkirakan.
Kabar itu menyusul laporan terkait keuntungan perusahaan yang dikeluarkan oleh dua operator utama Inggris pada April lalu, yang berencana memangkas hingga 15.000 pekerjaan.
Sementara maskapai penerbangan Amerika Serikat (AS), American Airlines akan mengumumkan bahwa pihaknya berencana memangkas sekitar 30 persen dari tenaga kerjanya.
Hal itu tercantum dalam sebuah surat yang disampaikan kepada para karyawan yang diumumkan ke publik pada Kamis kemarin waktu setempat.
Maskapai ini berharap bisa melakukan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) secara sukarela melalui dua paket redundansi.
Baca: Tetap Dapat Tunjangan Hingga Rp50 Juta, Demokrat Pertanyakan Tingkat Empati TGUPP Anies Baswedan
Baca: Kematian George Floyd Picu Kerusuhan, Kebakaran dan Penjarahan Dilakukan Massa di Minneapolis
Baca: Cara Pendaftaran SIKM Melalui Email sikm@jakarta.go.id untuk Kembali ke Jakarta
Paket pertama menawarkan kepada karyawan, berupa sepertiga dari pembayaran, hingga enam bulan dan lima tahun manfaat perjalanan.
Sementara paket kedua menawarkan sepertiga dari pembayaran hingga tiga bulan, 21 bulan manfaat kesehatan dan 10 tahun manfaat perjalanan.
Sedangkan redundansi tidak sukarela akan mencakup tiga bulan pesangon, satu tahun manfaat perjalanan dan tidak ada dukungan untuk manfaat kesehatan, dengan gaji yang akan berakhir pada 1 Oktober 2020.
Kendati demikian, karyawan senior akan menerima penawaran secara terpisah.
Hal yang sama juga akan dilakukan maskapai lainnya yakni United Airlines yang mengaku akan memangkas 30 persen staf administrasinya.
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (29/5/2020), Wakil Presiden Eksekutif People dan Global Engagement Elise Eberwein menulis dalam sebuah pernyataan pada surat itu bahwa American Airlines juga berencana mengoperasikan maskapai penerbangan yang lebih kecil di masa mendatang.
Lalu maskapai berbiaya rendah Inggris EasyJet juga mengumumkan pada Kamis kemarin bahwa pihaknya berencana memangkas sekitar 30 persen dari tenaga kerjanya.
Ini untuk mengantisipasi gejolak pasar dalam industri penerbangan yang terdampak pandemi corona.
Seperti yang disampaikan EasyJet Chief Executive, Johan Lundgren dalam sebuah pernyataannya.
"Kami menyadari bahwa ini adalah masa yang sangat sulit dan kami harus mempertimbangkan keputusan yang akan berdampak pada karyawan kami. Namun kami ingin melindungi sebanyak mungkin pekerjaan untuk jangka panjang," kata Lundgren.
Ia menambahkan bahwa perusahaan juga akan meluncurkan program konsultasi karyawan dalam beberapa hari mendatang.
Kabar ini muncul saat maskapai penerbangan murah tersebut menerapkan sejumlah tindakan.
Termasuk memulai kembali penerbangan pada 15 Juni mendatang dan menunda pengiriman sekitar 24 dari 131 pesawat yang diperkirakan akan berlangsung hingga tahun 2023.
Keputusan itu memang disetujui, meskipun pendiri serta pemegang saham utama Stelios Haji-Ioannou menyuarakan keberatan dalam surat terbukanya yang dilayangkan pada awal April lalu bahwa perusahaan harus membatalkan pesanan.
Di sisi lain, anak perusahaan Lufthansa, Eurowings juga menyampaikan akan memangkas sepertiga dari tenaga kerjanya di kantor pusatnya di Düsseldorf, Jerman.
Meskipun pemerintah Jerman telah menyuntikkan dana pada 'kapal induk' mereka Lufthansa Group, dengan paket dana talangan (bail out) senilai 9 miliar Euro.
Pernyataan itu disampaikan Eurowings Chief Executive, Jens Bischof pada 25 Mei lalu.
"Kami memiliki sekitar 1.000 staf di kantor pusat, dan dari jumlah ini kami akan mengurangi 300," kata Bischof.
Kabar itu menyusul pernyataan yang diumumkan oleh Lufthansa pada bulan April bahwa mereka perlu mengurangi 10.000 staf.
Hal itu karena terjadinya penurunan pendapatan sebesar 10 persen akibat corona.
Ini dianggap sebagai kerugian terbesar dalam 65 tahun sejarah perusahaan tersebut.
Sebelumnya, Boeing Chief Executive David Calhoun mengatakan dalam sebuah wawancara pada Mei 2020, bahwa perjalanan udara kemungkinan tidak akan kembali normal pada tahun ini.
Boeing pun mengumumkan pada hari Rabu lalu bahwa mereka akan memangkas 12.000 pekerja selama beberapa minggu ke depan, dengan pemecatan 7.000 pekerjaan akan dilakukan pada minggu ini.
Hal itu dipicu pandemi dan dampak dari krisis yang dialami salah satu produknya yakni 737 MAX yang menewaskan 346 penumpang dalam dua penerbangan.
Asosiasi Transportasi Udara Internasional pun memprediksi bahwa perjalanan udara terbatas akan dilanjutkan pada paruh kedua tahun 2020.
Kendati demikian, layanan internasional masih dianggap belum bisa pulih sepenuhnya, dan diprediksi akan mengakibatkan penurunan pendapatan sebesar 314 miliar dolar AS.
Beberapa operator seperti Virgin Australia, Monarch Airlines, Flybe, LATAM US, dan maskapai lainnya pun kini telah mengalami kebangkrutan karena dampak dari Brexit dan pandemi corona.