Protokol Kesehatan di Era New Normal Diharapkan Bikin Sektor Jasa Konstruksi Kembali Bergeliat
Saat pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak awal Maret lalu, kedua segmen industri baja ringan banyak yang terhenti.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Hasiolan Eko P Gultom
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para pelaku usaha konstruksi, khususnya di sektor baja ringan yang tergabung dalam Asosiasi Roll Former Indonesia (ARFI) mengapresiasi upaya pemerintah merumuskan protokol bagi para pelaku bisnis jasa konstruksi.
Sekjen ARFI, Nicolas Kesuma, mengatakan 13 produsen baja ringan besar yang tergabung di ARFI, selama pandemi berlangsung taat menjalankan protokoler kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah untuk seluruh karyawan baik di kantor hingga ke pabrik.
Untuk itu, dia menyarankan, protokol kesehatan dalam pelaksanaan new normal di sektor jasa konstruksi ini nantinya dibakukan agar industri dapat segera bangkit.
Baca: Kasus Baru Covid-19 Meningkat, Praktisi Kesehatan Sarankan Ganjil Genap Tidak Diterapkan Dulu
“Semoga 6 bulan ke depan project ini dijalankan dengan kecepatan yang baik. Jangan sampai kecepatan ini jadi lambat dan kita akan tergerus dengan overhead kita sendiri,” ujarnya.
Selain itu, dalam protokol baru itu ARFI meminta peran pemerintah memberikan dukungan kepada industri dalam negeri agar mendapat kesempatan terlibat dalam pembangunan yang ada untuk mengejar ketertinggalan mereka pada semester kedua 2020 saat ini yang hanya menyisakan waktu 6 bulan lagi.
"Baik itu proyek infrastruktur, proyek perumahan, proyek, pembangunan gedung-gedung. Karena industri kita luas bukan hanya baja ringan saja. Karena kita selama 3 bulan ini sudah sangat ‘tertekan’ khususnya dari segi costing," kata dia.
Dia menjelaskan, industri konstruksi khususnya baja ringan selama ini dibagi menjadi 2 segmen. Yang pertama segmen project dan yang kedua segmen retail. Kedua segmen ini tentunya ikut terdampak oleh pandemi Covid-19 yang kini terjadi.
Saat pemerintah memberlakukan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sejak awal Maret lalu, kedua segmen ini banyak yang terhenti.
Meski diakui masih ada beberapa project on going yang tetap dilanjutkan selama pandemi, namun sebagian lainnya nyaris tak berdenyut lagi.
Kondisi ini berlangsung cukup lama hingga akhirnya pemerintah mulai memberlakukan tatanan normal baru disegala lini untuk menggerakan perekonomian bangsa.
Namun demikian, tatanan normal baru ini dirasakan masih belum 100 persen mengembalikan keadaan seperti sedia kala.
“Misalkan pembangunan LRT, tadinya ada 200 orang sekarang jadi 100 orang. Tidak efektif, tapi kita harus menyesuaikan kondisi sekarang ini. Itu yang menjadi fokus kita. Kondisi new normal ini belum bisa memulihkan total. Tapi setidaknya kita sudah bisa menyiapkan sesuatu, seperti bekerja lebih high performance,” terang Nicolas kepada wartawan melalui sambungan telpon, Kamis (25/6).
Bentuk dukungan lainnya yang diharapkan dari pemerintah adalah pendekatan kepada negara-negara lain yang sekiranya dapat memberikan investasi yang dapat menciptakan proyek padat karya untuk mengembangkan industri dalam negeri.
“Kami juga berharap ada hubungan pemerintah dengan negara lain menerapkan FDI (Foreign Direct Investment) dari negara manapun sekiranya yang dapat menciptakan proyek padat karya. Itu yang kami harapkan,” urai Nicolas.
Sementara itu, Ketua ARFI, Stephanus Koeswandi menjelaskan, selama pandemi, demand atau permintaan produk baja ringan dan atap baja menurun drastis.
Kondisi ini tentunya diharapkan tidak sampai terganggu dengan masuknya produk baja ringan dari luar negeri.
Untuk itu pemerintah diharapkan dapat membantu melindungi pengusaha nasional dengan memberi ruang lebih luas melalui proyek-proyek pembangunan yang sebelumnya sempat terhenti dan akan digerakkan kembali saat new normal diberlakukan.
Dia mengharapkan swasta atau perusahaan-perusahan nasional yang tergabung di ARFI ini bisa ikut berperan serta dalam proyek-proyek pemulihan.
"Seperti proyek pembangunan rumah sakit atau proyek strategis lainnya agar demand yang sudah sedikit ini tidak dinikmati perusahaan asing dan proyek-proyek ini juga dijaga agar TKDN-nya (Tingkat Komponen Dalam Negeri) sesuai dengan apa yang telah ditetapkan pemerintah,” tambahnya.