Luhut Optimistis Indonesia Terdepan di Bisnis Baterai Lithium dan Hydro Power
Luhut menjelaskan, masih ada bisnis lain untuk dikembangkannya selain baterai lithium yaitu hydro power untuk pembangkit listrik tenaga air.
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi menyatakan, negara memiliki 80 persen lebih material untuk baterai lithium yakni dari nikel.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan, selain itu Indonesia juga bisa melakukan ekstrak material cobalt untuk bahan lain pembuat baterai lithium.
"Jadi, tidak perlu kita impor lagi dari Afrika. Kalau lihat generasimu nanti akan melihat ini dan kelebihan ini ke depannya," ujarnya saat webinar, Kamis (16/7/2020).
Luhut menjelaskan, masih ada bisnis lain untuk dikembangkannya selain baterai lithium yaitu hydro power untuk pembangkit listrik tenaga air.
"Kita mengembangkan namanya hydro power. Hasilkan listrik green energy (ramah lingkungan), men-generate smelter pakai green energy, jadi produknya itu produk green," katanya.
Indonesia dinilainya akan jadi terdepan juga di hydro power karena memiliki pembangkit listrik skala besar dengan tenaga air di Kalimantan dan Papua.
"Kita memimpin lagi, ada di Kalimantan Utara 10.000 mega watt, ada di Papua 20.000 mega watt. Dengan ini saja, Indonesia akan jadi pemain global dalam konteks clean energy," pungkas Luhut.