Realisasi Investasi Kuartal II di Bawah Target, Kepala BKPM Janjikan Permudah Perizinan ke Investor
Tidak tercapainya target realisasi investasi di kuartal II ini diklaim karena munculnya pandemi Covid-19.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Bahlil Lahadalia menyampaikan, pencapaian realisasi investasi di kuartal II-2020 di bawah target yang ditetapkan yakni di atas Rp 200 triliun.
Tidak tercapainya target realisasi investasi di kuartal II ini diklaim karena munculnya pandemi Covid-19.
BKPM mencatat, nilai realisasi investasi di kuartal II-2020 sebesar Rp 191,9 triliun.
"Harus kami akui, triwulan II ini periode yang sangat berat karena kondisi COVID-19," ujar Bahlil dalam keterangan, Jumat (24/7/2020).
Menurut Bahlil, penurunan realisasi investasi asing disebabkan ekonomi global yang sedang lesu dampak wabah virus Corona,bukan karena investor asing tidak percaya dengan Indonesia.
Baca: Komisaris BEI: Investor Anak Muda di Pasar Modal Harus Naik 2 Kali Lipat
Untuk mencapai target tahun ini, Bahlil mengatakan, BKPM akan terus mengejar investor yang telah menyatakan komitmen untuk menanamkan modal di Indonesia.
Baca: BKPM Siapkan Registrasi Online untuk Undang Investor ASEAN ke Indonesia
Bahlil mengatakan BKPM akan fokus membantu investor mengurus berbagai hal yang dibutuhkan seperti perizinan dari daerah hingga pusat dengan syarat investor tersebut benar-benar serius menanamkan modal di Indonesia.
"Investor yang bawa modal, bawa teknologi, izinnya kami bantu. Contoh di Kawasan Industri Batang. Kami bikin tanahnya murah, izinnya cepat," katanya.
Peneliti ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengatakan bahwa hal yang tak kalah penting perlu ada insentif yang ditawarkan untuk menarik investasi.
Dengan demikian Indonesia memiliki peluang yang sama dengan negara lain di mata investor.
Misalnya saja Vietnam, yang memberikan kemudahan regulasi investasi, biaya ekspor yang lebih efisien, sampai infrastruktur yang dipersiapkan untuk mendukung industri.
“Kalau kebijakan mereka itu bagus, kenapa kita tidak copy paste saja,” ujar Enny.
Enny menekankan, insentif tersebut harus bisa diterapkan oleh pelaku usaha, bukan sekadar kebijakan bagus di atas kertas. “Sebenarnya kita sudah menyediakan insentif, namun sering kali sulit untuk diapilkasikan,” katanya.