Mekeng: Perpu SSK Bukan Menghilangkan Independensi BI dan OJK
Perpu dimaksudkan agar ada keselarasan, kepaduan dan saling mendukung antara kebijakan pemerintah dengan kebijakan BI dan OJK.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Melchias Markus Mekeng mengemukakan rencana pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) tentang reformasi Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) bukan menghilangkan status independensi Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Perpu dimaksudkan agar ada keselarasan, kepaduan dan saling mendukung antara kebijakan pemerintah dengan kebijakan BI dan OJK.
“Maksud dari penerbitan Perpu itu adalah BI atau OJK independen dalam mengambil keputusan tetapi tetap mengacu pada kebijakan ekonomi nasional," kata Mekeng dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/9/2020).
Ia menjelaskan sebagai lembaga negara yang berada dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), BI dan OJK juga harus mendengarkan visi pemerintah dalam memulihkan dan meningkatkan perekonomian negara.
Baca: OJK Sebut Ketidakpastian Pasar Keuangan Sedikit Meningkat Selama September 2020
Apalagi visi pemerintah dalam memulihkan perekonomian akibat krisis Covid 19 seperti terjadi sekarang.
Jangan sampai pemerintah sudah bertekad dan membuat berbagai kebijakan untuk memulihkan ekonomi tetapi terhambat oleh aturan di BI atau OJK. Akibatnya pemulihan ekonomi berjalan lambat, bahkan tidak terjadi.
“Terhadap visi pemerintah dalam pemulihan dan peningkatan ekonomi, BI dan OJK harus selaras dan sejalan. BI tidak hanya mengurus masalah nilai mata uang, inflasi, tetapi mereka juga harus menjadi instrumen yang bisa mempengaruhi pertumbuhan ekonomi. Jadi pertumbuhan ekonomi itu bukan hanya kerja dari sisi fiskal tetapi BI juga harus bisa berperan di dalam fungsi moneternya,” jelas Mekeng.
Menurut mantan Ketua Fraksi Partai Golkar di DPR ini, aturan yang dituangkan dalam Perpu itu bukan berarti setiap kebijakan BI atau OJK bisa diintervensi oleh pemerintah. BI dan OJK tetap independen dalam bekerja dan mengambil keputusan.
Namun dalam pengambil kebijakan atau keputusan, kedua lembaga itu diharapkan bisa memahami objektivitas pemerintah dalam memulihkan ekonomi nasional.
Kedua lembaga itu harus mendukung upaya pemerintah memperbaiki ekonomi nasional.
Dengan tugas seperti itu, BI dan OJK juga berperan dalam meningkatkan perekonomian negara yang berkualitas.
“Jadi setiap anggaran yang dikeluarkan oleh negara, tentunya kita harus tahu lapangan pekerjaannya di mana yang dibuka, berapa jumlah pekerja yang akan bekerja, bagaimana dampaknya terhadap income per kapita. Nah model-model begini, BI juga harus bisa mendengarkan sisi pemerintah dan itu bukan intervensi. Tetap pengambilan keputusan ada di mereka,” ujar Mekeng.
Mantan Ketua Komisi XI DPR ini menyebut Perpu itu juga harus menyebut ada lembaga yang mengawasi OJK.
Pasalnya selama ini, OJK tidak ada yang mengawasi. Hanya mengandalkan pengawasan dari DPR. Cara ini tidak tepat karena OJK bisa bertindak semuanya tanpa ada yang kontrol.
Dia juga menyebut Perpu harus berisikan pasal yang memberi kewenangan Presiden bisa mengganti Gubernur BI atau Kepala OJK.
Alasannya, Gubernur BI atau Kepala OJK bisa saja tidak sejalan dengan presiden.
Ketika terjadi seperti itu, yang rugi adalah perekonomi negara akibat ketidakcocokan antara Presiden dengan Gubernur BI atau Kepala OJK.
“Tentu harus ada mekanismenya. Misalnya sebelum presiden mengusulkan penggantian, harus ada pendapat dari lembaga lain yang menyebut Gubernur BI atau Kepala OJK layak diganti. Seperti kalau presiden di impeachment, kan tidak mudah. Harus ke Mahkamah Konstitusi dan sebagainya. Begitu juga dengan pasal pergantian gubernur BI dan OJK. Tidak perlu menunggu habis masa jabatan lima tahun,” tutur Mekeng.
Dia menambahkan dengan penerbitan Perpu SSK, peranan KSSK diperkuat.
Dengan demikian proses pengambilan keputusan tentang penyelamatan, pemulihan atau peningkatan perekonomian nasional tidak terbelenggu dengan independensi BI, OJK dan LPS.