Ekonom: Orang Mau Buka Mudah Buka Usaha di Indonesia Harus Betul-betul Mudah, Tidak Banyak Bayar
Menurut dia, deregulasi akan mengurangi celah korupsi berbentuk pungutan liar (pungli).
Penulis: Wahyu Aji
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Cipta Kerja (UU Ciptaker) dianggap sebagai bentuk autokritik pemerintah.
Sejak reformasi, banyak Undang-Undang tumpang tindih dibentuk dan mempersulit sektor riel.
"Sehingga ini introspeksi pemerintah, deregulasi big bang, besar," kata ekonom Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta, Lukman Hakim, saat dihubungi, Selasa (20/10/2020).
Baca juga: Kemendag Klaim Kebijakan Deregulasi dan Regulasi Bikin Harga Pangan dan Sembako Stabil
Menurutnya, respons pasar modal terhadap UU Ciptaker sangat bagus.
Terlihat dari sentimen positif yang muncul usai omnibus law disahkan.
Lukman menyebut, pemodal mengharapkan dampak signifikan dari regulasi itu.
Khususnya terkait pemangkasan regulasi.
Menurut dia, deregulasi akan mengurangi celah korupsi berbentuk pungutan liar (pungli). Praktik kotor itu memengaruhi peningkatan ongkos transaksi.
Baca juga: Cara Daftar Bantuan UMKM Rp 2,4 Juta, Simak Syarat-syaratnya, Dibuka hingga Akhir November
"Karena memulai bisnis di Indonesia itu ongkosnya sangat tinggi karena banyak pungli," kata Lukman.
Di sisi lain, dia meminta pemerintah membentuk aturan turunan omnibus law yang menjadi penopang, terutama di bidang hukum.
Sehingga ada kepastian terkait investasi di Indonesia.
"Artinya orang mau berusaha di Indonesia itu harus betul-betul mudah. Tidak usah banyak bayar," kata dia.
Menurut Lukman, tumpang tindih regulasi mengakibatkan banyak masalah sejak dahulu.
Dia mencontohnya banyaknya perusahaan besar hengkang dari Tanah Air lantaran ruang pungli yang sangat lebar.
"Tiap lebaran diminta duit, tiap ada event apa diminta duit. Itu yang minta dari bawah sampai atas, akhirnya mereka (pengusaha) pindah ke Vietnam," kata Lukman.