Indef: Pusat Satu Data Jadi Hal Mutlak Bangun Ekosistem UMKM
pembentukan pusat satu data menjadi hal mutlak untuk membangun ekosistem UMKM yang lebih termonitor setiap perkembangan usahanya.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Enny Sri Hartati mengatakan, pembentukan pusat satu data menjadi hal mutlak untuk membangun ekosistem UMKM yang lebih termonitor setiap perkembangan usahanya.
“Membuat satu data bagi sektor usaha mikro, merupakan sebuah terobosan yang sangat dibutuhkan oleh pelaku usaha UMKM. Karena dapat membantu kebutuhan dan persoalan-persoalan yang dihadapi UMKM dalam menumbuhkembangkan usahanya,” jelas kepada wartawan, Rabu (4/11/2020).
Baca juga: Kolaborasi dengan Kitabisa, ShopeePay Ajak Masyarakat Bantu UMKM Terdampak Pandemi Covid-19
Menurut Enny, masalah UMKM di Indonesia selama ini adalah sulit untuk naik kelas.
Hampir 99 persen tidak ada perubahan komposisi dari sektor ultra mikro, kecil dan menengah menengah.
Baca juga: Dukung Pemulihan Ekonomi, IFG Gulirkan Penjaminan Kredit Modal Kerja untuk UMKM
“Selama ini ada beberapa persoalan klasik yang melingkupi mereka, kemampuan tidak bisa naik kelas itu artinya kan tidak berkembang, stagnan, usaha hanya untuk bertahan saja,” tegas Enny.
Ada beberapa yang berkembang tapi mereka tetap berada di sektor UKM karena fasilitas yang ada kebanyakan diberikan untuk yang skala besar.
Akibatnya UMKM selalu tertinggal terus seperti contohnya pembiayaan KUR hanya untuk UKM, sementara yang besar dapatnya insentif fiskal, kemudahan ekspor dan impor.
Enny menilai hal ini perlu dievaluasi dan dipetakan kembali beberapa kebijakan pemerintah, termasuk salah satu yang diusulkan adalah melakukan redefinisi UKM dan IKM (industri kecil menengah).
Masalah lain yang membuat UMKM sulit naik kelas karena berbagai akses yang terbatas, seperti pembiayaan dan pasar.
“Karena tidak ada satu pusat data UMKM, sehingga yang mendapatkan akses pembiayaan seringkali dia lagi, dia lagi. Akses pasar juga begitu terkooptasi, karena dikuasai satu jaringan konglomerasi besar. Sehingga meski mereka dapat subsidi bunga dan bisa berproduksi, kalau pasar terbatas KO (knock out) juga, tidak bisa berkembang. Ini yang harus dilakukan perubahan ke depannya," imbuhnya.