Vaksin Belum Bisa Tingkatkan Optimisme Pasar Keuangan
Hal itu karena saat ini angka warga yang terinfeksi virus ini di Indonesia masih tinggi dan belum mengalami penurunan.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tibanya 1,2 juta vaksin virus corona (Covid-19) yang diproduksi Sinovac China dianggap belum bisa sepenuhnya mengatasi pandemi dan meningkatkan optimisme pasar keuangan.
Hal itu karena saat ini angka warga yang terinfeksi virus ini di Indonesia masih tinggi dan belum mengalami penurunan.
"Kalau dilihat, di satu sisi ada vaksin, tapi angka kasus positif Covid-19 nya terus mengalami kenaikan. Ini kan rekor di atas 8.000 kasus harian, akhirnya optimisme terhadap vaksin ini masih terganjal atau terhambat dari kenaikan kasus harian dari Covid-19," ujar Bhima, kepada Tribun, Senin(7/12).
Ia menilai, pemerintah harus cepat dalam mendistribusikan vaksin tersebut. "Ini yang perlu ada respons cepat dari pemerintah, karena vaksin ini butuh waktu untuk didistribusikan," jelas Bhima.
Kecepatan pemerintah dalam melakukan vaksinasi terhadap warga, khususnya kelompok prioritas seperti lanjut usia (lansia) dan mereka yang memiliki penyakit bawaan pun akan menjadi salah satu penggerak sentimen pasar.
Baca juga: Analis: Vaksin Sinovac Dorong Sentimen Positif IHSG Hingga Menguatnya Rupiah
"Apalagi jumlah orang lansia, kemudian dengan penyakit bawaan yang menjadi prioritas dari vaksin ini jumlahnya cukup banyak di Indonesia," tegas Bhima.
Selain itu, saat ini juga memasuki momen jelang perayaan Natal dan Tahun Baru, tentunya kebijakan pemerintah dalam menerapkan protokol kesehatan dan penyediaan fasilitas kesehatan juga dinilai akan berpengaruh pada sentimen pasar.
"Kemudian juga berkaitan dengan bagaimana protokol kesehatan, apalagi menjelang Natal dan tahun baru, libur panjang ini apakah protokol kesehatan, sarana fasilitas kesehatan sudah disiapkan dengan cukup baik.
Baca juga: IHSG Drop 3 Persen Lebih di Perdagangan Sesi Pagi, Asing Ramai-ramai Jual Saham
Nah itu yang juga bisa menggerakkan sentimen sentimen di pasar keuangan kedepannya," ujar Bhima.
Bhima Yudhistira juga mempertanyakan mengapa pemerintah tidak mengupayakan vaksin yang telah 'proven' dan diakui negara maju, seperti Pfizer dan Moderna yang diproduksi perusahaan farmasi Amerika Serikat (AS).
Meskipun ia mengakui ada sejumlah dampak positif yang ditimbulkan bagi perekonomian Indonesia terkait tibanya 1,2 juta vaksin Sinovac dari China itu.
Mulai dari pembukaan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang menunjukkan sentimen cukup positif, naiknya arus dana asing yang masuk, hingga menguatnya rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS).
"Jadi ada beberapa hal yang positif, ya optimisme terkait dengan vaksin ini segera bisa didistribusikan. Cuma permasalahannya kan yang diakui oleh dunia, khususnya di negara-negara maju, ini adalah vaksin Pfizer justru," ujar Bhima.
Ia pun menyebutkan salah satu vaksin yang rencananya akan digunakan pemerintah Inggris dalam melakukan vaksinasi terhadap warganya, yakni vaksin Pfizer.
"Nah vaksin Pfizer ini sudah mulai diuji klinisnya sudah selesai, kemudian mulai didistribusikan khususnya di Inggris ya," jelas Bhima.
Berkaca dari vaksin yang dipilih negara maju itu, menurutnya seharusnya Indonesia juga mengupayakan pemesanan vaksin yang sama seperti Pfizer maupun Moderna.
"Nah harusnya Indonesia beli yang sudah proven dari negara maju, seperti Pfizer atau Moderna, dibandingkan Sinovac," kata Bhima.(Tribun Network/fit/wly)