Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Meterai Lama Masih Berlaku dengan Nilai Minimal Rp 9.000

Masyarakat bisa menggunakan bea materai lama senilai minimal Rp 9.000 atau dengan menggabungkan yang Rp 6.000 dan Rp 3.000.

Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Dewi Agustina
zoom-in Meterai Lama Masih Berlaku dengan Nilai Minimal Rp 9.000
ist
ilustrasi 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menyatakan, bea meterai baru dengan nilai Rp 10 ribu belum dicetak.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Hestu Yoga Saksama mengatakan, masyarakat bisa menggunakan bea materai lama senilai minimal Rp 9.000 atau dengan menggabungkan yang Rp 6.000 dan Rp 3.000.

"Tarif bea meterai Rp 10.000 sudah berlaku mulai tanggal 1 Januari 2021, masyarakat dapat menggunakan bea meterai yang saat ini masih ada dengan nilai minimal Rp 9.000. Sesuai dengan yang ada di masyarakat saat ini yaitu meterai tempel Rp 6.000 dan Rp 3.000," ujarnya melalui pesan WhatsApp kepada Tribun, Minggu (3/1/2020).

Selain itu, masyarakat juga bisa menggunakan meterai saat ini dengan menempelkan yang nilai Rp 6.000 sebanyak 2 lembar atau Rp 3.000 sebanyak 3 lembar.

"Ini dapat dilakukan paling lambat sampai akhir 2021," kata Hestu Yoga.

Sekadar informasi, tarif tunggal bea meterai Rp 10.000 yang berlaku per 1 Januari 2021 sesuai dengan ketentuan di dalam Undang-undang (UU) Nomor 10 tahun 2020 tentang Bea Meterai.

Baca juga: Meterai Rp 10.000 Mulai Didistribusikan Minggu Ini

Dengan pengenaan tarif baru tersebut, pemerintah juga menyesuaikan dokumen yang dikenai meterai, yakni dari mulai Rp 250.000 menjadi Rp 5.000.000.

BERITA REKOMENDASI

Namun demikian, meterai lama bukan berarti tak lagi berlaku karena di dalam UU Bea Meterai dijelaskan masa transisi berlaku selama satu tahun.

Otoritas fiskal juga masih menyiapkan aturan turunan berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) dan infrastruktur pendukung berupa aplikasi untuk materai dokumen elektronik.

Hestu Yoga mengatakan saat ini otoritas fiskal masih menyiapkan aturan turunan, yakni berupa Peraturan Pemerintah (PP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Selain itu juga infrastruktur pendukung berupa aplikasi untuk meterai dokumen elektronik.

"Kita sedang siapkan PP dan PMK-nya, serta infrastruktur (aplikasi dll) meterai untuk dokumen elektronik," jelas dia.

Kementerian Keuangan sebelumnya menyatakan mengenai permasalahan bea meterai terutama untuk transaksi di pasar saham berdasarkan Undang-undang Nomor 10 Tahun 2021.

METERAI PALSU - Polisi, Perum Peruri dan PT Pos Indonesia menunjukan barang bukti  materai palsu dalam jumpa pres di Polda Metrojaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2019). Polisi berhasil mengukap  komplotan pemalsu meterai  yang beranggotakan 9 orang. Meterai yang   di pasarkan secara on-line ini merugikan negara  sebesar 30 M. (Wartakota/Henry Lopulalan)
METERAI PALSU - Polisi, Perum Peruri dan PT Pos Indonesia menunjukan barang bukti materai palsu dalam jumpa pres di Polda Metrojaya, Jalan Sudirman, Jakarta Selatan, Rabu (20/3/2019). Polisi berhasil mengukap komplotan pemalsu meterai yang beranggotakan 9 orang. Meterai yang di pasarkan secara on-line ini merugikan negara sebesar 30 M. (Wartakota/Henry Lopulalan) (Wartakota/Henry Lopulalan)

Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, dokumen transaksi jual beli saham akan kena bea meterai Rp 10.000 mulai Januari 2021.

Menurut Sri Mulyani, pengenaan bea meterai ini adalah pajak atas dokumen atau keperdataan, tapi bukan pajak atas transaksi.

Sebab, yang muncul akhir-akhir ini, terutama untuk saham seolah-olah setiap transaksi akan dikenakan bea meterai, padahal bukan.

Namun, investor tetap bisa kena bea meterai Rp 10.000 jika melakukan transaksi jual beli saham dalam setiap harinya.

"Ini bukan merupakan pajak dari transaksi, tapi adalah pajak atas dokumennya. Di dalam bursa saham, bea materai ini dikenakan atas trade confirmation atau TC atau dalam hal ini konfirmasi perdagangan yang merupakan dokumen elektronik yang diterbitkan secara periodik yaitu harian atas keseluruhan transaksi jual beli di dalam periode tersebut," kata Sri Mulyani.

Sementara itu, Direktur Jenderal Pajak Suryo Utomo dikutip dari laman resmi Kementerian Keuangan menyebut penyesuaian kebijakan tarif baru mengenai bea meterai dilakukan pemerintah untuk mengganti regulasi yang selama 34 tahun yang belum pernah mengalami perubahan.

Dengan kata lain, tarif bea meterai belum pernah mengalami kenaikan sejak era Orde Baru atau tepatnya sejak tahun 1985.

Baca juga: Sri Mulyani akan Luncurkan Meterai Baru Rp 10.000 Awal Pekan Depan 

Kementerian Keuangan menyebut, adanya kenaikan bea meterai jadi Rp 10.000 diperkirakan akan menambah potensi penerimaan negara menjadi Rp 11 triliun di tahun 2021.

Adapun, penerimaan negara dari bea meterai di tahun 2019, dengan adanya tarif Rp 3.000 dan Rp 6.000 per lembar meterai penerimaan negara hanya mencapai Rp 5 triliun.

Pengenaan bea meterai Rp 10.000 di tahun depan, bukan hanya berlaku pada dokumen fisik dalam kertas, tapi juga akan berlaku untuk segala dokumen digital dan transaksi elektronik.

Selama ini pengenaan bea materai yang selama ini hanya berlaku pada dokumen berbentuk kertas sesuai dengan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

Berikut ini beberapa dokumen yang dikenakan bea meterai Rp 10.000:

1. Surat perjanjian, surat keterangan/pernyataan, atau surat lainnya yang sejenis, beserta rangkapnya.
2. Akta notaris beserta grosse, salinan, dan kutipannya.
3. Akta Pejabat Pembuat Akta Tanah beserta salinan dan kutipannya.
4. Surat berharga dengan nama dan dalam bentuk apa pun seperti saham, cek, bilyet giro, obligasi, sukuk, warrant, option, deposito, dan sejenisnya.
5. Dokumen transaksi surat berharga, termasuk dokumen transaksi kontrak berjangka dengan nama dan dalam bentuk apa pun.

Dokumen lelang yang berupa kutipan risalah lelang, risalah lelang, salinan risalah lelang, dan grosse risalah lelang. (Tribun Network/van/kps/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas