Misbakhun Sindir Sri Mulyani terkait Polemik RUU KUP: Apakah Bu SMI Lelah Mencintai Negeri Ini?
Isi RUU KUP yang memuat rencana pengenaan PPN terhadap sektor pendidikan dan pangan membuktikan Sri Mulyani gagal membuat kebijakan sesuai konstitusi.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi XI DPR Mukhamad Misbakhun menilai Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati telah mencoreng citra pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) yang sangat peduli rakyat kecil.
Politikus Partai Golkar itu menyatakan Sri Mulyani bertanggung jawab atas polemik soal Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (RUU KUP) yang memuat rencana pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) pada bahan pokok atau sembako dan sektor pendidikan.
"Polemik yang terjadi dan penolakan keras di masyarakat atas rencana Menkeu SMI ini sangat memengaruhi citra Presiden Jokowi dan pemerintahan yang dikenal sangat pro-rakyat kecil," ujar Misbakhun.
Misbakhun menjelaskan alasannya soal bahan pokok, sektor pendidikan, dan kesehatan tidak boleh dikenakan pajak.
Menurutnya, ketiga sektor itu merupakan amanat konstitusi dalam rangka mewujudkan kesejahteraan sebagai tujuan negara.
"Kalau beras dijadikan objek pajak dan dikenakan PPN, pengaruhnya pada kualitas pangan rakyat. Rakyat butuh pangan yang bagus agar kualitas kehidupan mereka juga baik," kata Misbakhun.
Baca juga: Sejumlah Parpol Tolak Wacana PPN Sembako, PKS Anggap Pemerintah Makin Ngawur, PSI Nilai Kurang Bijak
Ia menegaskan menentang ide Sri Mulyani tentang PPN sektor pendidikan. Menurutnya, pendidikan adalah simbol pembangunan karakter sebuah bangsa.
"Pendidikan itu menunjukkan kualitas SDM sebuah negara. Kalau pendidikan sampai dijadikan objek pajak dan dikenakan tarif PPN, kualitasnya akan terpengaruh," ulas Misbakhun.
Misbakhun menganggap isi RUU KUP yang memuat rencana pengenaan PPN terhadap sektor pendidikan dan pangan justru membuktikan Sri Mulyani gagal membuat kebijakan yang merujuk pada amanat konstitusi.
Alasannya, konstitusi mengamanatkan berbagai sektor yang harus dijaga dengan semangat gotong royong.
"Apakah Bu SMI lelah mencintai negeri ini? Beliau tidak boleh lelah mencintai negara ini dengan cara membuat kebijakan yang terkoneksi pada tujuan kita bernegara di konstitusi," sambung Misbakhun.
Ia mempertanyakan argumen Sri Mulyani soal PPN untuk sembako dan pangan baru diterapkan setelah pandemi Covid-19 berlalu.
Menurut Misbakhun, alasan itu tidak rasional karena sampai saat ini belum ada satu pun ahli atau lembaga tepercaya yang mampu memprediksi akhir pandemi Covid-19.
"Ibu Sri Mulyani harus mampu menunjukkan diri sebagai figur yang telah peroleh berbagai penghargaan internasional. Seharusnya punya ide berkelas global tentang cara menaikkan tax ratio dan penerimaan pajak tanpa harus menerapkan PPN pada sembako dan pendidikan," tegasnya.
Staf Khusus Kementerian Keuangan, Yustinus Prastowo angkat bicara mengenai wacana penerapan pajak pertambahan nilai (PPN) di sektor jasa pendidikan dan sembako.
Yustinus memastikan pemerintah tidak akan serta-merta mengenakan PPN Pendidikan ke lembaga formal seperti sekolah bersubsidi dan lembaga nirlaba.
Baca juga: Wacana PPN Pendidikan, Pemerintah Klaim Ada di Barisan NU dan Muhammadiyah
Demikian disampaikannya dalam diskusi Polemik bertajuk 'Publik Teriak Sembako Dipajak' secara virtual, Sabtu (12/6/2021).
"Kami pastikan bahan kebutuhan pokok dan jasa pendidikan itu punya ruang untuk menjadi barang kena pajak atau jasa kena pajak, namun tidak otomatis kena pajak. Pada intinya pemerintah ada di satu barisan pedagang pasar, NU (Nahdlatul Ulama), dan Muhammadiyah," kata Yustinus.
Yustinus menjelaskan, berdasarkan konsep pengenaan pajak pertambahan nilai atau PPN untuk lembaga pendidikan merujuk pada lembaga komersial yang hanya bisa dijangkau kelompok tertentu.
Dia mencontohkan lembaga pemberi sertifikat hingga les privat.
Ia meminta masyarakat tidak perlu khawatir karena pemerintah akan selalu beriringan dengan kepentingan rakyat.
"Barang-barang lainnya yang strategis untuk masyarakat banyak untuk kepentingan umum bisa dikenai tadi PPN final," ujarnya. (tribun network/seno)