Pengusaha Kelapa Sawit: Harga CPO Bertahan Tinggi, Ekspor Turun 18 persen
Harga rata-rata minyak sawit pada bulan April 2021 adalah US$ 1.157 per ton cif Roterdam yang lebih tinggi dari harga bulan Maret 2021
Penulis: Bambang Ismoyo
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews, Ismoyo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (Gapki) mencatat, ekspor minyak sawit mentah dan turunannya pada bulan April 2021 sebesar 2,636 juta ton.
Direktur Eksekutif Gapki Mukti Sardjono mengatakan, angka tersebut terkoreksi mengalami penurunan sekitar 595 ribu ton (-18 persen) dari ekspor bulan Maret yang besarnya 3,232 juta ton.
"Penyebab turunnya ekspor adalah produksi minyak sawit (CPO+PKO) Indonesia bulan April hanya sebesar 4.097 ribu ton, relatif tidak bertambah dari bulan Maret sebesar 4.020 ribu ton," jelas Mukti dalam keterangannya, Senin (14/6/2021).
Dirinya melanjutkan, harga rata-rata minyak sawit pada bulan April 2021 adalah US$ 1.157 per ton cif Roterdam yang lebih tinggi dari harga bulan Maret 2021.
Harga yang tinggi ini didongkrak oleh harga minyak nabati di India yang sangat tinggi dimana di pelabuhan India mencapai US$ 1.230-1.240/ton untuk pengiriman Mei 2021 dan produksi sawit Malaysia yang masih terkendala karena kurangnya tenaga kerja.
Baca juga: Sejarah Kilang Minyak RU IV Cilacap Beserta Beberapa Produk yang Dihasilkan
Namun, akibat dari turunnya volume ekspor yang cukup besar, nilai ekspor produk sawit Indonesia pada April 2021 hanya mencapai US$ 2,664 miliar atau sekitar US$ 480 juta lebih rendah dari nilai ekspor bulan Maret.
Total konsumsi dalam negeri bulan April mencapai 1.590 ribu ton, sama dengan bulan Maret (1.589 ribu ton).
Sedikit penurunan terjadi pada biodiesel, yaitu dari 615 ribu ton menjadi 609 ribu ton dan oleokimia, dari 168 ribu ton menjadi 162 ribu ton.
Berdasarkan data di atas, stok akhir minyak sawit Indonesia pada April turun sekitar 123 ribu ton dari 3.267 ribu ton menjadi 3.144 ribu ton.
"Sesuai dengan siklus tanaman, biasanya pada bulan Mei sampai dengan November, produksi akan meningkat," ujar Mukti Sardjono.
"Oleh sebab itu, produktivitas harus tetap dapat dijaga untuk manfaatkan momentum produksi dan harga yang diprakirakan masih tinggi," pungkasnya.