Atasi Hambatan Ekspor Walet, RI Disarankan Perkuat Diplomasi ke RRT
Indonesia harus memperkuat diplomasi dan negosiasi dagang dengan China, untuk mengatasi hambatan ekspor sarang burung walet
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN) menegaskan Indonesia harus memperkuat diplomasi dan negosiasi dagang dengan China, untuk mengatasi hambatan ekspor sarang burung walet dan porang ke RRT (Republik Rakyat Tiongkok).
Kementerian Perdagangan RRT selama ini yang mengatur strategi negosiasi dagang RRT dengan negara mitra, General Administration of China Customs (GACC) hanya “menerima pesanan” atau menjalankan policy yang sudah digariskan oleh Kementerian Perdagangan RRT.
Baca juga: Moeldoko Sinergi dengan Kementan Kembangkan Komoditas Porang dan Sarang Burung Walet
Ketua Dewan Pembina Perkumpulan Petani Sarang Walet Nusantara (PPSWN) Benny Hutapea mengatakan untuk mengubah policy tersebut, Kemendag, Kemenlu dan Kementan harus menyiapkan strategi yang tepat dimana Kemendag yang me-lead di depan.
Menurut dia, RI dapat memanfaatkan tekanan barat terhadap RRT dalam perdagangan global karena RRT mau tidak mau harus memperhitungkan Indonesia sebagai mitra strategis, sehingga tidak seharusnya RRT membuat hambatan ekspor sarang burung walet yang demikian berat.
Baca juga: Jadi Produsen Sarang Burung Walet Terbesar di Dunia, Indonesia Akan Tingkatkan Ekspor
Selain itu, kata Benny, RI harus berani mengatakan bahwa hambatan ekspor sarang walet yang diterapkan RRT adalah bertujuan agar produk pertaniannya, khususnya jeruk mandarin masuk ke Tanjung Priok dan ayam potong dapat masuk ke Indonesia adalah strategi indirect non-tariff barrier RRT kepada RI dan tidak relevan karena RI mengalami defisit perdagangan sebesar 17 miliar dolar AS.
“Bagi RRT, impor langsung sarang walet dari RI tidak akan berpengaruh sama sekali terhadap neraca dagang mereka dimana praktik indirect non-tarrif barrier yang dikenakan RRT terhadap ekspor sarang burung walet telah menghilangkan potensi 2,2 miliar dolar AS (Rp 31 triliun) dimana angka ini jauh lebih kecil dibanding nilai defisit perdagangan RI atas RRT,” kata Benny.
Benny menjelaskan bila RRT tidak serius menghilangkan hambatan ekspor sarang walet Indonesia,Pemerintah dapat memberlakukan tambahan tindakan serupa (Counter Measure) berupa Registrasi, Audit dan Pemeriksaan Karantina di tempat asal terhadap produsen RRT untuk produk olahan hewan/tumbuhan sebagaimana dipersyaratkan Tiongkok untuk sarang walet RI.
Di sisi lain, PPSWN menegaskan bila ada tawaran RRT untuk membeli bahan baku sarang wallet atau sarang walet setengah jadi dalam jumlah besar, RI jangan pernah mengakomodir karena akan merusak industri pengolahan sarang walet yang sudah banyak berdiri di tanah air.
Benny menambahkan selain hambatan dari luar, pemerintah perlu menghilangkan hambatan dalam negeri dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan No. 51/M-DAG/PER/7/2012 dengan menghilangkan pemeriksaan karantina yang tidak lazim dalam perdagangan internasional.
Kebijakan ini akan menghilangkan kesan bahwa karantina RI adalah kepanjangan tangan dari karantina RRT.
“Mekanisme tersebut dapat digantikan dengan menunjuk independent surveyor sebagaimana best practice internasional dalam trading across border,” ujarnya.
Meskipun demikian, jika harus tetap ada ada pemeriksaan karantina pre-export untuk ekspor ke RRT, harus ada Mutual Recognition Agreement (MRA) dengan RRT terlebih dahulu dan Service Level Agreement (SLA) di Kementan untuk menjamin kualitas, keamanan produk, kelancaran proses dan kepastian perizinan baik di dalam dalam negeri maupun setelah barangnya dikirim ke RRT.
Benny juga mengingatkan bahwa Kemendag bersama Kementan perlu me-review kembali Protokol Persyaratan Higenitas, Karantina dan Pemeriksaan untuk Produk Sarang Burung Walet dari Indonesia ke RRT antara Kementerian Pertanian Republik Indonesia dan Administrasi Umum Pengawasan Mutu, Inspeksi dan Karantina Republik Rakyat China yang ditandatangani tanggal 24 April 2012.
Sebab, protokol ini melemahkan diplomasi perdagangan dan kedaulatan perdagangan RI karena Karantina RI menjadi kepanjangan tangan Karantina RRT yang sekarang institusinya melebur di GACC dan tidak sesuai dengan best practice karantina di dunia dalam trading across border.
PPSN juga mendesak Duta Besar RI di Beijing yang selama ini mengumpulkan berkas pengajuan registrasi sarang walet dari para eksportir RI, untuk bernegosiasi lebih intensif dan segera melakukan debottlenecking perizinan sarang walet dengan pihak-pihak terkait di RRT khususnya General Administration of China Customs (GACC) untuk semua pengajuan dokumen yang sudah diajukan ke RRT dengan target penyelesaian selambat-lambatnya akhir Juli 2021.