Kisah Fransiska Hadiwidjana, Perjuangkan Akses Perempuan Berkarier di Industri Teknologi
Fransiska punya kisah yang cukup panjang hingga Ia bisa meraih kesuksesan dan mendirikan startup-nya sendiri seperti sekarang.
Editor: Content Writer
TRIBUNNEWS.COM - Startup adalah industrinya laki-laki? Siapa bilang! Perempuan juga bisa kok punya peluang untuk berkembang di industri startup Indonesia. Fransiska Hadiwidjana adalah salah satu contohnya.
Fransiska Hadiwidjana adalah co-Founder & CTO dari WomenWorks, sebuah platform yang didedikasikan untuk para perempuan yang ingin menggali potensi diri secara maksimal.
Sebagai figur yang berpengalaman di dunia tech dan engineering, Fransiska punya kisah yang cukup panjang hingga Ia bisa meraih kesuksesan dan mendirikan startup-nya sendiri seperti sekarang.
Minat fransiska di bidang engineering tumbuh ketika ia masih duduk di bangku SMA. Pelajaran pemrograman yang didapatkannya saat itu membuatnya tertarik pada pemrograman, hingga ia memutuskan untuk mengikuti tim komputer serta berpartisipasi dalam berbagai kompetisi pemrograman.
Bidang engineering memang menjanjikan peluang yang tidak terbatas. Di Indonesia sendiri, kebutuhan tenaga ahli teknik berjumlah sekitar 500.000 setiap tahunnya. Akan tetapi, berdasarkan data dari AAUW.ogr, jumlah perempuan di dunia yang bekerja di bidang engineering hanya sebesar 12%.
Bagi sebagian orang, alasan tersebut mungkin akan membuat ragu untuk mengambil langkah selanjutnya. Akan tetapi, bagi Fransiska, tantangan adalah peluang.
Dengan besarnya peluang di industri engineering, Fransiska tahu apa yang ia inginkan. Minatnya terhadap bidang teknik pun mendorongnya untuk memilih jurusan informatika di Perguruan tinggi, tepatnya di Institut Teknologi Bandung.
Sembari menuntut ilmu, Fransiska tidak pernah berhenti untuk memperluas wawasan serta menambah pengalamannya dengan mengikuti berbagai program internship dan magang.
Mulai dari sebuah vendor capital asal Jepang, Microsoft, Google Summer of Code, hingga summer program di Silicon Valley, total program magang yang telah diikuti Fransiska berjumlah tujuh kali.
Summer program di Silicon Valley tersebutlah yang memunculkan ketertarikan Fransiska pada dunia bisnis. Pengalaman yang didapatkan di pusat perusahaan teknologi di Amerika Serikat tersebut membuat Fransiska terjun sepenuhnya ke dunia startup.
"Di akhir saya kuliah, dapet kesempatan ikut summer program ke Silicon Valley. Nah itu, diakhir summer program itu goalnya bikin tim project yang jadi startup," ceritanya.
Lulus kuliah, Fransiska melanjutkan langkahnya untuk mewujudkan berbagai mimpi yang ia punya. Salah satunya adalah mendirikan startup miliknya sendiri.
Setelah sempat bekerja sebagai engineer dan product manager aplikasi seluler untuk Kantor Staf Presiden Republik Indonesia, pada tahun 2013, ia mendirikan Augmented Medical Intelligence Laboratories atau AugMI Labs, sebuah perusahaan telemedicine yang memproduksi sarung tangan medis Glove Tricorder dan pemenang penghargaan di Silicon Valley.
Fransiska kemudian menjadi founder dan CEO dari Prelo pada tahun 2014, sebuah platform ritel yang diakuisisi oleh Bukalapak pada tahun 2018. Pencapaiannya tersebut mengantarkan namanya dalam daftar Forbes 30 under 30 saat ia masih berusia 28 tahun.