Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

PPKM Masih Berjalan, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2021 Perlu Diwaspadai

Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra menerangkan kuartal III 2022 perlu diwaspadai karena adanya pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
zoom-in PPKM Masih Berjalan, Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III 2021 Perlu Diwaspadai
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra menerangkan kuartal III 2022 perlu diwaspadai karena adanya pembatasan aktivitas ekonomi masyarakat.

Menurutnya, PPKM darurat/ level 4 bisa memberi dampak cukup keras ke produk domestik bruto (PDB).

Ia mengatakan konsekuensi dari kebijakan pengetatan aktivitas masyarakat tidak dapat dihindari.

Baca juga: Akademisi: Pertumbuhan Ekonomi Harus Dibarengi Percepatan Vaksinasi

"PPKM darurat/ level 4 yang diberlakukan selama lebih dari satu bulan, bisa menekan kembali pertumbuhan," ucapnya dihubungi Tribun, Kamis (5/8/2021).

Ariston menegaskan perlunya pemerintah mempercepat bantuan kepada masyarakat dan pelaku usaha.

Tidak ada cara lain, sisi ekonomi dan sisi kesehatan harus berjalan bersama dan menemui keseimbangan baru.

Baca juga: Investasi Migas Jadi Penopang, Penurunan Karbon Harus Disertai Kebijakan Lengkap

Berita Rekomendasi

"Jangan sampai investor menanggapi negatif hasil penurunan indeks saham BEI," imbuhnya.

Wakil Direktur Institute For Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto memprediksi kurtal III 2021 tidak akan sebaik capaian kuartal II 2021 7,07 persen year-on-year

"Basis pertumbuhan kuartal ketiga minusnya tidak sebesar di kuartal 2020 maka akan sulit," tuturnya.

Ia menekankan pemerintah perlu berupaya segera mengendalikan pandemi sehingga ekonomi bisa berjalan lagi.

Kedua mempercepat vaksinasi sehingga membuat optimisme masyarakat dan pelaku usaha meningkat.

"Pertumbuhan kita sangat rendah di triwulan kedua 2020. Ini yang menjadikan kuartal kedua tahun ini kita tumbuh melesat," tuntas Eko.

Ekonomi RI Tumbuh 7,07 Persen di Kuartal II, CSIS: Tidak Terlalu Impresif

Kepala Departemen Ekonomi Centre for Strategic and International Studies (CSIS) Yose Rizal Damuri menyebut pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melesat 7,07 persen pada kuartal II 2021, tidak terlalu impresif.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, perekonomian periode April 2021 hingga Juni 2021 tumbuh 7,07 persen yoy. Yose berujar pertumbuhan ekonomi seharusnya bisa mencapai 7,5 persen.

Baca juga: Pemerintah Optimistis Pertumbuhan Ekonomi Kuartal IV 2021 Tumbuh 3,7 Persen-4,5 Persen

"Karena harus kita ketahui kuartal II tahun lalu drop sekali. Pertumbuhan 7 persen ini, sebenarnya hanya pertumbuhan 3 persen dibandingkan kuartal I tahun 2021. Kita tidak terlalu impresif juga 7 persen," ujar Yose kepada Tribunnews.com, Kamis (5/8/2021).

Yose berpandangan, jika tidak ada penurunan aktivitas ekonomi pada bulan Juni 2021, kemungkinan besar pertumbuhan ekomomi bisa lebih tinggi lagi.

Baca juga: Indonesia Keluar Resesi Ekonomi, Golkar Apresiasi Kinerja Pemerintah

"Yang dikhawatirkan sebenarnya adalah pada kuartal III. Sekarang 1,5 bulan ini, aktivitas ekonomi sudah mengalami pelambatan. Kelihatannya tidak akan memberikan hasil yang terlalu memuaskan pada kuartal ini," tuturnya.

Pertumbuhan ekonomi di kuartal III akan dipengaruhi oleh berapa lama aktivitas ekonomi dibatasi. Karena itu, ucap Yose, penting bagi pemerintah untuk mengendalikan penyebaran virus corona atau Covid-19.

Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: PPKM Bikin Kinerja Manufaktur Alami Kontraksi di Juli 2021

"Untungnya seperti di Jakarta, pusat ekonomi, sudah mulai kelihatan terkontrol. Kita harapkan pembatasan dilonggarkan. Terutama daerah pusat ekonomi. Baru bisa bicara policy untuk mengangkatnya," ucapnya.

Sebab, pelonggaran Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) akan diterapkan, jika pemerintah dapat mengendalikan penyebaran Covid-19.

"Pelonggaran itu juga harus ada dasarnya. Kondisi kesehatan membaik. Kalau tidak malah diulang lagi dan uncertainty (ketidakpastian) makin tinggi," katanya.

Ekonom CORE: Pertumbuhan Ekonomi Kuartal III Bergantung Pada Berapa Lama PPKM Diterapkan

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2021 akan bergantung pada berapa lama Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) diterapkan.

Hal itu disampaikan Direktur Riset Core Indonesia Pieter Abdullah merespon pertumbuhan ekonomi Indonesia yang melesat 7,07 persen pada kuartal II 2021.

Baca juga: Pemerintah Berharap Ekonomi Kuartal III 2021 Masih Bisa Positif

Menurut Pieter pertumbuhan ekonomi 7,07 persen tidak bisa sepenuhnya menjadi ukuran perbaikan pada sektor Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

"Pertumbuhan sebesar 7,07 persen banyak disebabkan oleh law base effect," ujar Pieter kepada Tribunnews, Kamis (5/8/2021).

Baca juga: Pemerintah Berharap Ekonomi Kuartal III 2021 Masih Bisa Positif

Pieter mengatakan output perekonomian Indonesia yang sudah rendah pada kuartal II tahun 2020 yg menjadi dasar perhitungan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II tahun 2021.

"Sehingga pertumbuhan sedikit saja pada tahun 2021 menjadi besar kalau dihitung secara y.o.y. Yang perlu dicermati bagaimana kuartal III bukan kuartal II. Kuartal III dipastikan akan turun karena PPKM," tuturnya.

Pieter melihat pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III akan bergantung pada berapa lama PPKM diterapkan.

"Kalau PPKM sudah dilonggarkan pada September, pertumbuhan ekonomi pada kuartal III diperkirakan dikisaran 1-3 persen. Kalau Lebih lama lagi, akan Lebih rendah lagi," katanya.

Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat pertumbuhan ekonomi Indonesia melesat 7,07 persen pada kuartal II 2021.

"Pertumbuhan ekonomi tumbuh 3,31 persen secara q-to-q dan 7,07 persen secara y-o-y," ujar Kepala BPS Margo Yuwono.

Bila dibandingkan secara kuartalan maupun tahunan, pertumbuhan ini lebih tinggi dari minus 0,74 persen pada kuartal I 2021 dan minus 5,32 persen pada kuartal II 2020.

Sementara secara akumulatif, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 3,1 persen pada semester I 2021 dari semester I 2020.

Ekonomi Indonesia Tumbuh 7,07 Persen, Menko Airlangga: Lewati India hingga Jepang

Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian menyatakan, ekonomi Indonesia tumbuh 7,07 persen di kuartal II 2021 secara year on year (yoy).

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan, capaian tersebut melewati beberapa negara yakni India hingga Jepang.

"Pertumbuhan tersebut lebih tinggi dibanding negara-negara tetangga kita ataupun beberapa negara sekitar seperti India di kuartal II 1,6 persen, Vietnam 6,6 persen, Korea Selatan 5,69 persen, dan Jepang sebesar minus 1,6 persen," ujarnya saat konferensi pers secara virtual, Kamis (5/8/2021).

Baca juga: Kerja Sama dengan BPKH, PT PP Akan Garap Proyek Rumah Indonesia di Mekkah

Airlangga menjelaskan, mulai adanya pertumbuhan di bulan April hingga Juni tersebut merupakan tertinggi sejak krisis keuangan 2008 atau dikenal subprime mortgage.

"Pertumbuhan tersebut merupakan angka pertumbuhan kuartalan tertinggi sejak beberapa waktu yang lalu ataupun sejak subprime mortgage lalu," katanya.

Dari sisi, dia menambahkan, komponen pengeluaran atau agregat demand semuanya tumbuh positif yakni di antaranya ekspor dan impor.

"Ekspor dan impor masing-masing tumbuh sebesar 31,78 persen dan 31,22 persen year on year seiring dengan meningkatnya demand domestik dan global. Lalu, konsumsi pemerintah tumbuh tinggi yaitu 8,06 persen secara year on year seiring dengan komitmen dalam penanganan Covid-19 dan pemulihan ekonomi nasional," pungkas Airlangga.

Pertumbuhan Ekonomi Kuartal II 2021 Dinilai Masih Semi Absurd

Ketua Bidang Keuangan dan Perbankan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI) Ajib Hamdani menilai pertumbuhan ekonomi II 2021 belum absolut.

Menurutnya, pertumbuhan ekonomi sebesar 7,07 persen ini dibandingkan dengan pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua tahun 2020 tidak sebanding karena sedang terjadi puncak kontraksi ekonomi.

Baca juga: Pertumbuhan 7,07%, Muhidin: Strategi Pemulihan Ekonomi Terbukti Efektif

"Kuartal kedua tahun lalu sampai minus 5,32 persen. Dan momen itulah titik awal resesi ekonomi melanda Indonesia. Jadi, indikator pertumbuhan ekonomi di kuartal kedua tahun 2021 ini masih semi absurd untuk disebut pencapaian yang luar biasa, karena perbandingannya adalah ketika terjadi kontraksi ekonomi yang terdalam," kata Ajin kepada wartawan, Kamis (5/8/2021).

Indikator berikutnya mulai bebasnya mobilitas orang karena efek kebijakan pelonggaran setelah setahun lebih pandemi.

Momen pembatasan mobilitas orang, sempat terjadi pada momen idul fitri.

Kondisi tersebut tertolong dengan mengalirnya likuiditas di masyarakat, karena momentum mengalirnya THR.

Baca juga: Menko Perekonomian: Kebijakan Satu Peta Penting untuk Perencanaan Pembangunan

Penambahan likuiditas di masyarakat diperkirakan mencapai lebih dari 150 triliun pada momen tersebut sehingga tetap terjadi daya ungkit ekonomi yang relatif signifikan.

"Selama empat kuartal sebelumnya, Indonesia terus mengalami kontraksi ekonomi dan pertumbuhan negatif. Pemerintah perlu mendesain regulasi-regulasi ekonomi untuk terus menjaga pertumbuhan ini dalam tren yang terus positif," lanjutnya.

Apalagi kuartal ketiga tahun ini pengetatan mobilitas orang mulai diberlakukan periode Juli 2020 karena virus varian baru yang memberikan tekanan luar biasa terhadap sisi kesehatan.

Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan pertumbuhan ekonomi kuartal kedua tahun 2021 mencapai angka kenaikan positif sebesar 7,07 persen dibandingkan dengan Q2 tahun 2020.

Dan secara trend antar kuartal juga naik positif 3,31 persen dibandingkan Q1 tahun 2021.

"Kita patut bersyukur ekonomi bisa tumbuh positif pada periode kuartal kedua ini. Makna yang lebih mendasar daripada sekedar angkanya adalah, bahwa periode ini menjadi momen Indonesia keluar dari resesi," ucap Ajib.

BPS: Indonesia Keluar dari Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Triwulan II Melesat 7,07 Persen

Badan Pusat Statistik (BPS) menyampaikan laporan pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diukur dari Produk Domestik Bruto (PDB) di triwulan II 2021 melesat mencapai 7,07 persen year on year (YoY).

"Perekonomian Indonesia triwulan II 2021 dibandingkan 2020 tumbuh 7,07 persen. Sedangkan secara kumulatif artinya dari Januari-Juni 2021 terhadap Januari-Juni 2020 perekonomian Indonesia tumbuh 3,31 persen," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers daring, Kamis (5/8/2021).

Kondisi ini membuat Indonesia keluar dari resesi setelah pada kuartal I 2021 masih tumbuh minus 0,74 persen.

Baca juga: BPS: Inflasi Juli 2021 Sebesar 0,08 Persen

Margo menjelaskan, indikator perbaikan ekonomi di triwulan II 2021 karena faktor mobilitas masyarakat yang mulai dilonggarkan seiring dengan kasus Covid-19 terkendali di kisaran April-Juni 2021. 

Baca juga: Pengusaha Optimis Tahun 2021 Jadi Fokus Pemulihan Ekonomi, Tapi Muncul Varian Delta

Menurutnya, kasus positif harian ini pada kuartal kedua tahun ini cenderung lebih rendah dibandingkan kuartal I 2021.

"Kondisi tersebut meningkatkan kepercayaan diri masyarakat sehingga berbagai indikator menunjukkan perbaikan misalnya penerbangan domestik, angkutan laut, serta transportasi darat," tutur Margo.

Peningkatan moda transportasi juga mendorong sektor pariwisata khususnya pariwisata domestik. Margo menjelaskan bahwa sektor pariwisata memberikan dampak ekonomi yang cukup besar. 

"Ini karena berkaitan dengan supply chain seperti akomodasi perhotelan, dan lain sebagainya," tukasnya.

Indikator lain dalam catatan peristiwa triwulan 2 2021 yakni peningkatan konsumsi masyarakat dan investasi. 

BPS mencatat penjualan sepeda motor dan mobil meningkat tajam posisi kuartal II 2021 dibandingkan 2020.

"Sepeda motor tumbuhnya 268,64 persen sedangkan  volume penjualan mobil di Q2 2021 dibandingkan 2020 tumbuh luar biasa 758,68 persen," urai Margo.

PKS: Ekonomi Masih Resesi, Pemerintah Jangan Terlalu Ambisius Pertumbuhan Ekonomi 7 Persen

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi dan Keuangan Anis Byarwati menyoroti kembali negatifnya pertumbuhan ekonomi Indonesia di triwulan I-2021.

"Efektivitas kebijakan pemerintah mempercepat pemulihan ekonomi masih jauh dari harapan, penanganan pandemi masih belum konsisten sehingga ketinggalan dari negara negara lain yang sudah tumbuh positif," ujar Anis, kepada wartawan, Jumat (7/5/2021). 

Menurut Wakil Ketua BAKN DPR RI ini pertumbuhan ekonomi yang masih minus merupakan bukti bahwa penanganan pandemi oleh pemerintah belum serius dan efektif. 

"Jika pemerintah tidak memperbaiki kinerjanya dalam penanganan pandemi Covid-19 maka kuartal II/2021 kembali akan mengalami pertumbuhan negatif dan terjebak resesi," ujarnya.

Baca juga: Indonesia Masih Resesi, Pertumbuhan Ekonomi Minus 0,74 Persen Pada Kuartal I 2021

Diketahui, Badan Pusat Statistik (BPS) hari Rabu (5/5/2021), mengumumkan pertumbuhan ekonomi Indonesia masih mengalami kontraksi sebesar 0,74 persen secara tahunan.

Beberapa sektor yang memiliki kontribusi terhadap PDB juga masih mengalami kontraksi, antara lain: Industri Pengolahan (19,84%) sebesar 1,38; Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor (13,10%) sebesar 1,23%; konstruksi (10,8%) sebesar 0,79%. Hanya sektor pertanian yang mampu tumbuh positif (13,17%) sebesar 2,95%. 

Anis menjelaskan bahwa masih terkontraksinya beberapa sektor yang memberikan kontribusi terhadap PDB, menunjukkan kebijakan Pemerintah belum cukup efektif dalam mendorong pertumbuhan sektor-sektor tersebut. 

Sedangkan dari sisi pengeluaran, Komponen Pengeluaran terbesar dalam PDB juga masih mengalami kontraksi. Konsumsi Rumah Tangga (56,93%) sebesar 2,23 dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau investasi (31,98%) sebesar 0,23 persen. 

Baca juga: Ekonom: Penanggulangan Pandemi Jalan Indonesia Keluar dari Risiko Resesi Ekonomi

Menurut Anis kebijakan Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang sebagian besar digunakan untuk mendorong konsumsi dan daya beli masyarakat masih perlu ditingkatkan efektivitasnya. 

"Manajemen pendistribusian bansos, khususnya validitas data perlu dibenahi, mengingat temuan KTP ganda oleh Kemensos. Selain itu, masih besarnya SILPA tahun 2020 dan saldo pemerintah daerah dilembaga perbankan, menunjukkan kebijakan belanja baik pusat maupun daerah belum efektif untuk mendorong pertumbuhan ekonomi," katanya. 

Baca juga: Kisah Perantau Putar Otak di Tengah Larangan Mudik, Naik Truk Sayur, Travel Gelap dan Mobil Boks

Lebih lanjut, anggota Komisi XI DPR RI ini menyatakan bahwa tantangan pada triwulan II 2021 jauh lebih besar.

Sehingga kebijakan pelarangan mudik tanpa ada alternatif untuk mendorong daya beli dan konsumsi masyarakat hanya akan membuat perekonomian nasional masih tertekan. 

"Pemerintah jangan terlalu ambisius dengan target pertumbuhan mencapai 7%, tetapi tetap realistis dengan pergerakan ekonomi yang masih dipenuhi ketidakpastian," pungkasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas