Perbankan Dinilai Beruntung, Tidak Kolaps Saat Krisis Akibat Pandemi
Pandemi mengakibatkan turunnya daya beli masyarakat sehingga otomatis orang yang bertransaksi atau penjualan juga akan turun
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ekonom Senior Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Aviliani menyoroti perubahan perkembangan perbankan saat ini.
Di masa pandemi seperti sekarang, untuk menjaga tingkat kepercayaan masyarakat, pemerintah telah membuat kebijakan agar masyarakat tetap percaya kepada perbankan.
Tercatat, pertumbuhan dana masyarakat yang disimpan di bank cukup tinggi mencapai 10 persen yang berarti orang hanya menyimpan saja diperbankan.
“Hal itu mungkin akibat PPKM dan pandemi hingga masyarakat tidak mau berbelanja dulu dan memilih jalan aman menyimpan saja dananya di perbankan," ujarnya melalui keterangan tertulis, Kamis (26/8/2021).
Menurut dia, pengalaman pada krisis 2008 dan 1998 ketika perbankan collapse maka tingkat kepercayaan masyarakat akan turun.
Baca juga: Komisi IV DPR RI Nilai Positif Kinerja Kementan Selama Pandemi Covid-19
"Beruntungnya, hal itu tidak terjadi di masa pandemi saat ini.
Karena itulah, pertumbuhan ekonomi RI meskipun rendah, tapi terlihat masih biasa-biasa saja,“ kata Aviliani.
Dia menilai kondisi sejak pandemi diiringi dengan turunnya daya beli masyarakat, sehingga otomatis orang yang bertransaksi atau penjualan juga akan turun.
Jika konsumen tidak ada, Aviliani menambahkan, maka transaksi ke perbankan juga tidak ada karena tidak ada rencana investasi.
“Akibat dari itu penyaluran kredit perbankan akan rendah, bahkan tumbuh negatif. Jika dipaksakan bank untuk memberikan kredit, masalahnya yang meminta kredit bank tidak ada," pungkasnya.