Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Kasus BLBI Seperti Hanya Menyoroti Tommy Soeharto, Mungkinkah Politisasi?

penagihan terhadap obligor dan debitur dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat ini seperti hanya menyoroti beberapa nama

Editor: Sanusi
zoom-in Kasus BLBI Seperti Hanya Menyoroti Tommy Soeharto, Mungkinkah Politisasi?
http://jurnalpatrolinews.com/wp-content/uploads/2014/12/BLBI.jpg
ilustrasi 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat ekonomi Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI) Kusfiardi menyatakan, penagihan terhadap obligor dan debitur dalam kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) saat ini seperti hanya menyoroti beberapa nama, khususnya Tommy Soeharto.

Padahal, keseluruhan ada 48 obligor dan debitur dengan total utang ke negara senilai Rp 111 triliun, tapi pengumuman ke publik lebih fokus ke Tommy dengan tagihan Rp 2,6 triliun.

Baca juga: Satgas BLBI Kembali Dilantik, Mahfud MD: Negara Harus Mendapatkan Kembali Haknya

"Nama 48 obligor sudah pernah diumumkan? Ini tidak layak, ada mekanisme yang harus dipenuhi secara hukum maupun ketatanegaraan, harusnya mengumumkan semua yang belum memenuhi kewajiban mereka sebagai obligor BLBI," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (27/8/2021).

Kusfiardi menjelaskan, idealnya adalah jika semua nama sudah diungkap ke publik atau tidak hanya Tommy dan beberapa orang saja, baru kemudian umumkan pemanggilan.

Hal tersebut dinilai untuk menunjukkan kesungguhan pemerintah dalam menuntaskan kasus BLBI yang tak kunjung tuntas.

Jadi, dengan cara hanya menyoroti beberapa saja, pemerintah kesannya hanya bersifat politis atau politisasi terhadap nama-nama tertentu.

Berita Rekomendasi

"Kalau caranya seperti ini, patut diduga ada politisasi dalam penanganan BLBI seperti masa-masa sebelumnya," katanya.

Tentu langkah pemerintah ini, lanjut Kusfiardi, tidak dapat diandalkan untuk bisa segera menyelesaikan kasus BLBI itu sendiri.

"Termasuk, mengembalikan uang negara dan menghentikan kerugian dari pembayaran bunga obligasi rekap yang masih berlangsung sampai saat ini," pungkasnya.

Mangkir

Pemerintah melalui Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Hak Tagih Negara dan Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) memanggil semua obligor dan debitur, kemarin.

Sayangnya, tidak ada satupun dari 48 obligor dan debitur yang memenuhi panggilan Satgas BLBI di Gedung Kementerian Keuangan.

Menanggapi hal tersebut, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Kemananan (Menkopolhukam) Mahfud MD bicara terkait kapan adanya panggilan lanjutan.

Baca juga: Jokowi Beri Deadline Desember 2023, Mahfud MD Bukan Peluang Kasus BLBI Jadi Pidana

"Itu diatur oleh pelaksana. Pengarah tidak mengatur jadwal," ujarnya melalui pesan singkat kepada Tribunnews, Jumat (27/8/2021).

Sebagai Ketua Pengarah Satgas BLBI, Mahfud menambahkan, pihaknya menagih para obligor dan debitur dengan cara baik untuk membayar utangnya ke negara.

"Cukup membuat kebijakan agar dipanggil secara baik-baik untuk ditagih. Kalau soal kapan dipanggil lagi, tanyakan ke penagih," pungkasnya.

Baca juga: Mahfud MD Ancam Pidanakan Obligor dan Debitur BLBI yang Mangkir Lunasi Utangnya

Diberitakan sebelumnya, Mahfud MD menegaskan bahwa pemanggilan untuk menyelesaikan tunggakan utang kepada negara terkait Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI), dilakukan kepada semua obligor dan debitur, tidak hanya kepada Tommy Soeharto.

Dalam video rilis di youtube Kemenko Polhukam Rabu (25/8/2021), Mahfud MD yang juga Ketua Pengarah Satuan Tugas Penanganan Hak Tagih (Satgas BLBI) mengatakan pemanggilan dilakukan untuk sekitar 48 obligor dan debitur terkait BLBI, dengan total kewajiban mengembalikan utang kepada negara sebesar Rp 111 triliun.

Tommy Soeharto sendiri hingga perhitungan terakhir utangnya Rp 2,6 triliun. Di luar Tommy, masih banyak yang utangnya belasan triliun untuk BLBI, dan semua dipanggil.

“Ini adalah uang rakyat, dan saat ini rakyat sedang susah, sehingga tidak boleh utang tidak dibayar” tegas Mahfud.

Menko Mahfud juga mengatakan dirinya sudah bicara dengan para penegak hukum; Ketua KPK, Kapolri dan Jaksa Agung.

“Saya sampaikan, kalau semua mangkir, tidak mengakui padahal ada dokumen utangnya, maka jika tidak bisa diselesaikan secara perdata, maka bisa jadi kasus pidana,” tegasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas