Pemerintah Susun Peta Jalan Capai Nol Emisi Karbon di 2060
Pemerintah sedang menyusun roadmap mewujudkan zero emission pada 2060 untuk menghadapi berbagai tantangan, serta risiko perubahan iklim
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Choirul Arifin
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah sedang menyusun peta jalan (roadmap) mewujudkan zero emission pada 2060 untuk menghadapi berbagai tantangan, serta risiko perubahan iklim di masa mendatang.
"Transformasi menuju net zero emission menjadi komitmen bersama kita paling lambat 2060," jelas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Arifin Tasrif, Sabtu (9/10/2021).
Dalam mencapai target nol emisi, kata Arifin, pemerintah tengah menerapkan lima prinsip utama, yaitu peningkatan pemanfaatan energi baru terbarukan (EBT), pengurangan energi fosil, kendaraan listrik di sektor transportasi.
Kemudian, peningkatan pemanfaatan listrik pada rumah tangga dan industri, dan pemanfaatan Carbon Capture and Storage (CCS).
"Kami telah menyiapkan peta jalan transisi menuju energi netral mulai tahun 2021 sampai 2060 dengan beberapa startegi kunci," ucap Arifin.
Baca juga: Penanaman Mangrove Digalakkan untuk Kurangi Emisi Gas Rumah Kaca
Arifin pun menguraikan tahapan pemerintah menuju capaian target nol emisi, di mana pada tahun ini pemerintah akan mengeluarkan regulasi dalam bentuk Peraturan Presiden terkait EBT dan retirement coal.
Baca juga: Pajak Karbon Dinilai Dapat Menghambat Pemulihan Ekonomi
"Tidak ada tambahan PLTU baru kecuali yang sudah berkontrak maupun sudah dalam tahap konstruksi," ujarnya. Pada 2022, kata Arifin, akan ada Undang-Undang EBT dan penggunaan kompor listrik untuk 2 juta rumah tangga per tahun.
Baca juga: Penyediaan Energi Alternatif Dibutuhkan untuk Kejar Target Net Zero Emission
Selanjutnya, pembangunan interkoneksi, jaringan listrik pintar (smart grid) dan smart meter akan hadir di tahun 2024 dan bauran EBT mencapai 23 persen yang didominasi PLTS pada 2025.
Kemudian pada 2027, pemerintah akan memberhentikan stop impor LNG dan 42 persen EBT didominasi dari PLTS di 2030 dimana jaringan gas menyentuh 10 juta rumah tangga, kendaraan listrik sebanyak 2 juta mobil dan 13 juta motor, penyaluran BBG 300 ribu, pemanfaatan Dymethil Ether dengan penggunaan listrik sebesar 1.548 kWh per kapita.
Semua PLTU tahap pertama subcritical akan mengalami pensiun dini pada 2031 dan sudah adanya interkoneksi antar pulau mulai COD di 2035 dengan konsumsi listrik sebesar 2.085 kWh per kapita dan bauran EBT mencapai 57 persen dengan didominasi PLTS, Hydro dan Panas Bumi.
Pada 2040, bauran EBT sudah mencapai 71 persen dan tidak ada PLT Diesel yang beroperasi, lampu LED 70 persen, tidak ada penjualan motor konvensional, dan konsumsi listrik mencapai 2.847 kWh persen kapita.
Lima tahun berikutnya, pemerintah mewacanakan akan ada pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pertama mulai COD.
"Kita juga mempertimbangkan penggunaan energi nuklir yang direncanakan dimulai tahun 2045 dengan kapasitas 35 GW sampai dengan 2060," ujar Arifin.
Selanjutnya, bauran EBT diharapkan sudah mencapau 87 persen di 2050 dibarengi dengan tidak melakukan penjualan mobil konvensional dan konsumsi listrik 4.299 kWh per kapita.
Terakhir, pada 2060 bauran EBT telah mencapai 100 persen yang didominasi PLTS dan Hydro serta dibarengi dengan penyaluran jaringan gas sebanyak 23 juta sambungan rumah tangga, kompor listrik 52 juta rumah tangga, penggunaan kendaraan listrik, dan konsumsi listrik menyentuh angka 5.308 kWh per kapita.