Anggota DPR: Pertahankan Nama Garuda, Jangan Diganti Pelita
Anggota DPR RI Fraksi Gerindra Abdul Wachid menyatakan, tidak setuju atas wacana penutupan bisnis Garuda Indonesia untuk dialihkan ke Pelita Air
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Yanuar Riezqi Yovanda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota DPR RI Fraksi Partai Gerindra Abdul Wachid menyatakan, tidak setuju atas wacana penutupan bisnis Garuda Indonesia untuk dialihkan ke Pelita Air.
Menurut dia, nama Garuda itu adalah kebanggaan tersendiri untuk Indonesia di mata dunia aviasi, sehingga baiknya tetap dipakai.
"Saya dapat pesan dari ketua umum saya, pertahankan itu, pakai nama Garuda, Garuda airline, dan lainnya. Kalau namanya Pelita, sudah tidak kebanggaan lagi," ujarnya saat dihubungi Tribunnews, Selasa (26/10/2021).
Selanjutnya, dia menilai Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Erick Thohir juga sebaiknya tidak begitu saja menutup Garuda Indonesia.
"Ini menteri BUMN tutup ini, tutup ini, tidak bisa seperti itu. Kalau dialihkan ke manajemen lain, namanya tetap Garuda, jangan jadi Pelita," kata Abdul.
Di sisi lain, dia menambahkan, sebenarnya perusahaan pelat merah dengan performa keuangan mengenaskan bukan hanya Garuda Indonesia saja.
Baca juga: Pelita Air Disiapkan untuk Gantikan Garuda Indonesia, Berikut Profil PAS Hingga Wejangan KPK
"Kasus BUMN tidak hanya Garuda Indonesia ini. Ada BUMN lain bangkrut karena pengelolaan yang lama," pungkasnya.
Pelita Air Disiapkan untuk Gantikan Garuda Indonesia
Pelita Air Service (PAS) dikabarkan dipilih sebagai maskapai pengganti untuk mengisi layanan penerbangan berjadwal menggantikan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk.
Pelita Air sebenarnya merupakan anak usaha dari PT Pertamina (Persero). Namun saat ini, PAS hanya melayani penerbangan charter.
Sebagai salah satu perusahaan operator pesawat charter terbesar di Indonesia, Pelita Air bahkan memiliki bandara sendiri, yakni Bandara Pondok Cabe yang berlokasi di Tangerang Selatan.
Dikutip dari laman resmi perusahaan, Minggu (24/10/2021), Pelita Air Service didirikan pada tahun 1970 atau saat Indonesia mengalami booming minyak di era Orde Baru.
Meraup keuntungan besar dari lonjakan produksi dan kenaikan harga minyak dunia, kala itu Pertamina mendirikan banyak anak perusahaan, salah satunya Pelita Air Service.
Baca juga: Siap Gantikan Peran Garuda, KPK Ingatkan Jangan Ada Korupsi di Pelita Air Service
PAS dibentuk untuk menggantikan divisi udara Pertamina, Pertamina Air Service.
Ini karena kebutuhan pengangkutan udara ke daerah terpencil sangat tinggi, terutama di kawasan kantong-kantong tambang minyak BUMN tersebut dari Sabang sampai Merauke.
Seperti diketahui, kondisi mengkhawatirkan Garuda Indonesia membuat pemerintah ancang-ancang menyiapkan maskapai pengganti. Keuangan emiten berkode GIAA ini tengah berdarah-darah.
Garuda masih terlilit hutang menggunung. Masalah lainnya, maskapai flag carrier ini silih berganti menghadapi gugatan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) dari para krediturnya yang bisa berujung kepailitan.
Belum lagi, bisnis penerbangan masih dihantui ketidakpastian selama pandemi Covid-19, membuat kinerja keuangan Garuda Indonesia diperkirakan sulit bertahan.
Kementerian BUMN sendiri sudah menyatakan secara terbuka bahwa pemerintah tengah menyiapkan maskapai pengganti apabila Garuda Indonesia tak bisa diselamatkan alias terpaksa ditutup.
Baca juga: Digugat PT Mitra Buana Koorporindo, Garuda Indonesia Terancam Pailit
Pelita Air gantikan Garuda
Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) membenarkan rencana untuk menyiapkan PT Pelita Air Service (PAS) sebagai maskapai berjadwal nasional menggantikan PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA).
Persiapan Pelita Air sebagai maskapai berjadwal ini untuk mengantisipasi apabila restrukturisasi dan negosiasi yang sedang dijalani oleh Garuda tak berjalan mulus.
Baca juga: Tolak Opsi Mempailitkan Garuda, Sekarga: Menyakiti Perasaan Masyarakat Indonesia
"Kalau mentok ya kita tutup (Garuda), tidak mungkin kita berikan penyertaan modal negara karena nilai utangnya terlalu besar," kata Wakil Menteri BUMN II Kartika Wirjoatmodjo dilansir dari Antara.
Menurut Tiko, panggilannya, progres negosiasi dan restrukturisasi utang Garuda Indonesia dilakukan dengan seluruh lender, lessor pesawat, hingga pemegang sukuk global, melibatkan tiga konsultan yang ditunjuk Kementerian Negara BUMN.
Meskipun demikian, negosiasi dengan kreditur dan lessor masih alot dan membutuhkan waktu yang panjang. Salah satu alasannya, pesawat yang digunakan Garuda Indonesia dimiliki puluhan lessor.
Tiko juga menilai opsi penutupan Garuda Indonesia tetap terbuka meski berstatus sebagai maskapai flag carrier.
Baca juga: Dirut Garuda Indonesia Irfan Setiaputra Menjawab Kabar Opsi Pailit, Ini Penyataannya
Alasannya, saat ini sudah lazim sebuah negara tidak memiliki maskapai yang melayani penerbangan internasional.
Dia pun beralasan meskipun Garuda Indonesia bisa diselamatkan, nyaris mustahil Garuda Indonesia bisa melayani lagi penerbangan jarak jauh, misalnya ke Eropa.
Oleh karena itu, untuk melayani penerbangan internasional, maskapai asing akan digandeng sebagai partner maskapai domestik.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.