AMAN: Perdagangan Karbon Layak Ditolak, Bikin Indonesia Didikte Negara Maju
Perdagangan karbon berpotensi merampasa wilayah ulayat masyarakat adat dalam skala lebih luas.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin
![AMAN: Perdagangan Karbon Layak Ditolak, Bikin Indonesia Didikte Negara Maju](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/siti-nurbaya-cop-nih3.jpg)
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekretaris Jenderal Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Rukka Sombolinggi mengatakan pihaknya menolak praktik perdagangan karbon oleh Pemerintah Indonesia dengan sejumlah negara maju.
Sikap tersebut dinyatakan AMAN setelah pada 21Oktober 2021 pihaknya mengadakan konsultasi dengan seluruh pengurus AMAN di seluruh Indonesia.
"Secara mendasar dari hasil konsultasi itu secara anonimus AMAN menyatakan bahwa kita menolak mekanisme (pasar karbon) seperti ini," kata Rukka dalam konferensi pers secara virtual pada Minggu (31/10/2021).
Rukka juga menjelaskan, sikap tersebut diambil dengan menimbang berbagai dampak buruk dari praktik perdagangan karbon.
Dia mengatakan, perdagangan karbon berpotensi merampasa wilayah ulayat masyarakat adat dalam skala lebih luas.
Baca juga: Walhi Sebut Dagang Karbon Cuma Akal-akalan Negara Maju
Ia mengatakan pasar karbon akan menjadi babak baru perampasan wilayah adat oleh para perusahaan-perusahaan pencemar lingkungan dengan alasan-alasan rehabilitasi, restorasi, atau reboisasi.
Baca juga: Jalankan 3 Target Keberlanjutan, Dow Siap Jadi Perusahaan Netral Karbon di 2050
Selain itu, kata dia, praktik tersebut juga berpotensi untuk menciptakan kerusuhan sosial.
Selama ini, kata dia, pihaknya telah menerima laporan banyak sekali "karbon-karbon koboy" yang sudah masuk ke dalam wilayah-wilayah adat dan secara terang-terangan dan agresif menawarkan pasar karbon tanpa memberikan penjelasan apa itu pasar karbon.
Baca juga: Pemerintah Susun Peta Jalan Capai Nol Emisi Karbon di 2060
Tentu saja, kata dia, sangat naif ketika dikatakan bahwa masyarakat adat sudah paham apa itu pasae karbon beserta dampak buruk dan manfaatnya.
Menurutnya, praktik tidak memberikan informasi secara lengkap tersebut selama ini merupakan praktik yang dilakukan oleh pemerintah dan perusahaan dalam merampas wilayah adat.
"Karena dari konsultasi kemarin jelas mereka tidak pernah diberi tahu. Hanya disebutkan bahwa dari hutan adat kita ini kita akan mendapat uang. Siapa yang tidak mau uang. Tapi ada proses di mana tidak ada well informed," kata dia.
Di sisi lain, menurutnya pasar karbon juga akan mengadu domba masyarakat adat.
Ia mensimulasikan apabila sebuah perusahaan dapat terus memperluas izin untuk menghancurkan seluruh hutan karena telah mereka memberi karbon kredit.
Menurutnya hal tersebut adalah hal paling tidak bermoral dari praktik perdagangan karbon.
"Bisa kebayang kalau kemudian masyarakat adat di Indonesia dijebak dengan cara-cara seperti ini untuk melegetimasi perampasan dan penderitaan masyarakat adat di tempat lain. Ini yang menurut saya paling mengerikan dari pasar karbon ini," kata dia.
Untuk itu, kata dia, dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) tentang perubahan iklim atau Conference of the Parties (COP26) yang saat ini tengah digelar di Galsgow Skotlandia pemerintah Indonesia harus lebih kreatif dan tidak boleh didikte oleh negara-negara maju dalam mencari solusi terkait krisis iklim.
Karena persoalan tersebut, kata dia, adalah persoalan yang dihadapi baik negara maju maupun negara berkembang dan bahkan seluruh umat manusia.
Ia mengatakan pemerintah seharusnya membicarakan pentingnya negara-negara maju mengubah cara konsumsi mereka.
Selain itu, kata dia, pemerintah juga perlu membahas konsumsi yang sangat tidak ramah lingkungan di negara berkembang sebagai penyebab tingginya tingkat polusi yang ada selama ini.
Menurutnya, perlu juga dibicarakan mekanisme-mekanisme pendanaan yang langsung bisa diberikan kepada masyarakat adat dan komunitas-komunitas lokal.
Hal itu, kata dia, karena masyarakat adat dan komunitaa lokal lah yang selama ini terus mengembangkan ekonomi rendah karbon, gaya hidup rendah karbon, dan juga tetap memastikan dan bahkan menambah stok karbon di wilayah-wilayah adat.
"Tidak boleh kita didikte oleh negara-negara maju. Seolah mereka memberikan bantuan. Itu bukan bantuan. Itu justru mereka harus menebus dosa mereka jauh lebih besar dari yang selama ini mereka sebut sebagai bantuan," kata dia.
Seperti diketahui, pertemuan tingkat tinggi UN Climate Change COP 26 di Glasgow Skotlandia telah dimulai hari ini.
Dalam pertemuan tersebut negara-negara dunia, termasuk Indonesia akan membahas komitmen pencapaian target perubahan iklim secara global.
Presiden Jokowi rencananya akan hadir dalam World Leader Summit COP 26 tersebut. COP 26 tersebut dinilai sangat penting pasca COP 21 Paris.
COP 26 tersebut diketahui akan membahas dan memutuskan beberapa agenda pokok yang tertuang dalam Kesepakatan Paris, di mana isu krusial dan cukup alot pembahasannya adalah implementasi artikel 6 di antaranya terkait dengan carbon offset.
Salah satu solusi yang dipromosikan oleh berbagai negara adalah perdagangan karbon atau pun carbon offset termasuk Indonesia yang menyatakan siap dengan semua infrastruktur kebijakannya.