Porsi EBT Meningkat, Energi Fosil Dinilai Tetap Menjadi Urat Nadi Perekonomian
Peningkatan porsi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional, tidak serta merta akan menghapus peran energi fosil
Penulis: Sanusi
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peningkatan porsi energi baru terbarukan (EBT) sebesar 23 persen dalam bauran energi nasional, tidak serta merta akan menghapus peran energi fosil. Bahkan, energi fosil akan tetap menjadi kekayaan dan urat nadi perekonomian nasional.
Hal ini diungkapkan Ketua Komisi VII DPR Sugeng Suparwoto dalam Joint Convention Bandung 2021 yang digelar secara virtual, Selasa (23/11/2021).
Menurut Sugeng, energi fosil akan tetap dimanfaatkan secara optimal dengan meningkatkan target produksi minyak hingga satu juta barel per day dan gas 12 ribu MMsfcd pada 2030.
“Secara rata-rata konsumsi BBM akan terus naik, ini yang akan kita siasati bagaimana pemanfaatan kendaraan listrik untuk mengendalikan konsumsi BBM dan menekan emisi karbon. Apalagi Indonesia sudah komitmen dalam Paris Agreement untuk mengurangi emisi karbon.,” kata Sugeng.
Baca juga: Kalimantan Utara Kini Fokus Kembangkan PLTA untuk Dorong Energi Hijau
JCB 2021 digelar oleh empat asosiasi profesi di lingkungan Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI), Himpunan Ahli Geofisika Indonesia (HAGI), Ikatan Ahli Fasilitas Produksi Minyak dan Gas Bumi Indonesia (IAFMI) dan Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) pada Selasa-Kamis, 23-25 November 2021.
JCB 2021 akan mengusung tema “Aliansi Strategis Dalam Rangka Percepatan Pemanfaatan Sumber Daya Alam dan Mitigasi Kebencanaan untuk Ketahanan Nasional.”
Direktur Jenderal Minyak dan Gas Kementerian ESDM Tutuka Ariadji, mengatakan berdasarkan RUEN porsi bauran energi migas semakin menurun, namun kebutuhan pasokan migas secara volume masih akan berperan dalam transisi energi menuju net zero emission.
Untuk itu, pemerintah telah menyiapkan roadmap transisi energi menuju karbon netral dengan beberapa strategi, antara lain meningkatkan EBT, mengurangi energi fosil, meningkatkan energi listrik untuk transportasi, rumah tangga, industri serta carbon capture storage.
Baca juga: Jokowi Minta Pertamina dan PLN Siapkan Transisi Energi
“Skenario net zero emission tetap mengacu kepada kebijakan energi nasional yaitu memprioritaskan kemandirian dan ketahanan energi,” tegas Tutuka.
Menurut Tutuka, produksi minyak nasional saat ini belum mencapai target, sedangkan gas bumi sudah melebihi target. Namun pemerintah tetap optimistis untuk meningkatkan produksi migas dengan kegiatan eksplorasi dan eksploitasi yang lebih masif.
“BUMN, dan Pertamina perlu didorong untuk mencapai target. Pertama dengan mempertahankan produksi lapangan eksisting, dan menjaga produksi lapangan alih kelola,” kata dia.
Pemerintah juga mendorong Pertamina dan KKKS lainnya untuk melakukan kerja sama strategis dengan pihak lain yang mempunyai pengalaman lebih kuat. “Pemerintah mendorong kegiatan akuisisi dan peningkatan kualitas data migas,” tukas Tutuka.
Menurut Tutuka, gas bumi merupakan andalan dalam masa menuju transisi energi. Untuk itu, pemerintah akan mendorong pengembangan pasar baru gas untuk mengoptimalkan pengembangannya, dengan pengembangan infrastruktur hulu. Serta terus mengembangkan industri hilir untuk meningkatkan demand gas.
“Pertamina memainkan peran penting menuju transisi energi. Kami support strategi Pertamina. Selain peningkatan produksi migas juga kapasitas dan kompleksitas kilang, pengembangan bioenergi, panas bumi, dan hidrogen EBT,” katanya.
Baca juga: Jurus Pemerintah Bikin RI Transisi ke Energi Hijau
Aliansi Strategis
Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto, saat memberikan sambutan pembukaan JCB 2021, mengatakan JCB 2021 diharapkan akan menciptakan sinergi, sehingga bisa memberi kontribusi maksimal dalam meningkatkan cadangan migas nasonal dan menciptakan multiplier efek untuk kepentingan bangsa dan negara.
Menurut Dwi, dalam upaya mengembangkan potensi hulu migas telah dicanangkan target satu juta bopd dan 12 ribu MMscfd gas pada 2030. Untuk itu, sejak 2020 industri hulu migas sudah meluncurkan rencana strategis melalui IOG 4.0.
“Kami mengharapkan para ahli dari asosiasi keilmuan dapat melakukan upaya peningkatan produksi cadangan antara lain melalui aliansi strategis. Kami juga meminta KKKS melakukan skrining potensi sumur dan lapangan yang dapat dikembangkan dengan kerja sama aliansi strategis,” kata Dwi.
Sementara itu, Ketua Ikatan Ahli Teknik Perminyakan Indonesia (IATMI) John H Simamora, mengatakan tanpa peran pemerintah, target produksi minyak satu juta BOPD dan 12 BSCFD pada 2030 tidak akan tercapai. Untuk mencapai target tersebut kuncinya adalah kegiatan yang masif dan agresif.
“Saat ini gas resources masih berlimpah, yang perlu diselesaikan pada bottleneck-nya, yaitu pembangunan infrastruktur,” kata John.