Kenaikan Tarif Cukai Rokok Belum Juga Diumumkan, Ada Apa Sih?
Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu, Askolani mengatakan, penetapan tarif cukai rokok tahun 2022 masih dalam tahap pembahasan internal.
Editor: Hendra Gunawan
Sebab, Kepala Sub Bidang Cukai Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Sarno mengungkapkan, otoritas telah memasang target kenaikan penerimaan tarif cukai hasil tembakau (CHT) pada tahun depan sebesar Rp 20 triliun.
“Target penerimaan cukai rokok hampir Rp 173 triliun di tahun ini dan menjadi hampir Rp 193 triliun pada tahun depan. Sehingga kenaikannya hampir Rp 20 triliun,” kata Sarno dalam acara bertajuk Diseminasi Riset: Dampak Makro Ekonomi Kebijakan Cukai Tembakau, Kamis (21/10).
Baca juga: Pemusnahan Barang Kena Cukai Ilegal Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea Cukai Tipe Madya Bekasi
Sekedar mengingatkan, di tahun 2021, pemerintah mematok target penerimaan cukai rokok sebesar Rp 173,78 triliun, naik 5,35% dari target tahun 2020 senilai Rp 164,94 triliun.
Artinya, dengan rerata kenaikan tarif CHT 2021 sebesar 12,5%, pemerintah menargetkan kenaikan penerimaan cukai rokok sebesar Rp 8,84 triliun pada tahun ini.
Setali tiga uang, untuk mencapai kenaikan penerimaan cukai rokok tahun depan, hitungan Kontan.co.id, setidaknya tarif cukai yang dibanderol sebesar 25%.
Proyeksi kenaikan tarif CHT itu pun sebetulnya hanya menyumbang kenaikan Rp 17,68 triliun, dengan mengkalkulasi besaran tarif CHT tahun ini terhadap kenaikan penerimaan cukai 2021.
Adapun pada 2020 dengan rerata kenaikan tarif CHT sebesar 23%, target penerimaan cukai rokok pada awal 2020 sebelum pandemi Covid-19 dibanderol Rp 173,15 triliun.
Dus, dengan besaran rerata kenaikan tarif CHT tahun lalu, ada kenaikan penerimaan cukai senilai Rp 14,45 triliun dari target tahun 2019 sebesar Rp 158,8 triliun.
Ketua Umum Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Henry Najoan mengatakan pada dasarnya pengusaha keberatan apabila pemerintah menaikkan tarif cukai pada 2022.
Apalagi, jika tarifnya mencapai 25%. Menurutnya, daya beli perokok pada tahun depan belum sepenuhnya pulih seperti periode sebelum pandemi.
Alhasil industri rokok bisa buntung dan berdampak akhir terhadap pemutusan hubungan kerja.
“Seharusnya, pemerintah fokus pada pemberantasan rokok ilegal dengan konkret. Karena dengan kenaikan tarif cukai yang tinggi dampaknya pasti akan ke sana,” kata Henry kepada Kontan.co.id, Kamis (21/10).
Benar saja, data Direktorat Jenderal Bea Cukai (DJBC) Kemenkeu menunjukkan, pada tahun lalu tingkat peredaran rokok ilegal pada tahun 2020 mencapai 4,86%.
Direktur Teknis dan Fasilitas Cukai Nirwala Dwi Heryanto mengatakan kondisi tersebut dikarenakan rata-rata tarif cukai rokok tahun 2020 yang mencapai 23,5%.