Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Asosiasi: Masih Banyak Anggapan Panen Sawit Sebabkan Deforestasi

Namun, ternyata masih banyak pihak khususnya generasi milenial yang tidak paham dengan tanaman ini.

Penulis: Reynas Abdila
Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Asosiasi: Masih Banyak Anggapan Panen Sawit Sebabkan Deforestasi
KONTAN
Kebun Sawit 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peran komoditas sawit terhadap perekonomian nasional melalui peningkatan taraf hidup masyarakat pedesaan di Indonesia sangat besar sejak puluhan tahun lalu.

Namun, ternyata masih banyak pihak khususnya generasi milenial yang tidak paham dengan tanaman ini.

Ketua Umum Asosiasi Sawitku Masa Depanku (Samade) Tolen Ketaren mengatakan, banyak ditemui generasi milenial yang beranggapan bahwa panen sawit harus dilakukan dengan menebang pohon sehingga merusak hutan atau menjadi penyebab deforestasi.

Baca juga: Prospek Bisnis CPO Potensial, PT Nusantara Sawit Sejahtera Akan Gelar IPO

“Indonesia penghasil sawit terbesar di seluruh dunia. Ini yang harus dikampanyekan Pemerintah. Media harus dirangkul. Pemerintah harus turun ke lapangan.

Terutama yang susah mengerti itu generasi muda di kota.

Di kota karena tidak mengetahui tentang sawit itu, anak-anak sekarang berpikir, bahwa sawit itu ditepang pohonnya lalu diambil minyaknya,” ujar Tolen kepada wartawan Jumat (3/12/2021).

Tolen mengatakan, pemahaman ini ditemukan di generasi milenial dari perkotaan yang tidak pernah melihat lahan perkebunan sawit secara langsung.

Baca juga: Bakal IPO di Awal 2022, Nusantara Sawit Sejahtera Bidik Investor Milenial

Generasi muda yang hidup di provinsi atau wilayah yang menjadi sentral perkebunan kelapa sawit tidak akan mudah terpengaruh dengan kampanye negatif sawit.

Sebab, mereka telah mengetahui manfaat perkebunan sawit bagi masyarakat sekitar.

Dia menyebutkan, di bidang kelapa sawit penduduk yang ada di sekitar perkebunan tidak perlu menjual lahannya.

Berita Rekomendasi

Bahkan dengan kepemilikan lahan satu atau dua hektar saja, masyarakat sudah dapat menjadi petani kelapa sawit dan hasil panennya sudah ada yang menampung.

Baca juga: Prospek Bisnis CPO Potensial, PT Nusantara Sawit Sejahtera Akan Gelar IPO

Selain itu, juga terjadi transfer teknologi dari perusahaan sawit dalam prosesnya.

Misalnya dari sisi bibit, pemeliharaan tanaman dan pemupukan.

Kawasan perkebunan kelapa sawit berbeda dengan kawasan pertambangan emas.

Di lahan pertambangan emas, masyarakat biasanya dilarang ikut menambang.

Padahal, sebenarnya masyarakat sudah terlebih dahulu menambang emas di kawasan tersebut jauh sebelum perusahaan besar datang.

Namun penduduk setempat harus menghentikan kegiatannya dan akan dianggap sebagai penambang ilegal.

“Contoh lain, masyarakat yang berada di sekitar pabrik kertas. Meski ada lahan satu atau dua hektar , tidak akan bisa dimanfaatkan untuk menanam pohon akasia untuk bahan baku bubur kertas karena masa panen panjang, sehingga tidak akan bisa diandalkan untuk memenuhi kehidupan sehari-hari masyarakat sekitar,” ujar Tolen.

Wakil Direktur Utama PT Nusantara Sawit Sejahtera Kurniadi Patriawan, mengatakan industri sawit selama ini sudah terbukti menjadi salah satu komoditas penopang perekonomian nasional.

Menurut Kurniadi, posisi ini harus dipertahankan dan terus dikembangkan.

“Kalangan milenial akan menjadi generasi penerus untuk mempertahankan dan mengembangkan prestasi industri kelapa sawit Indonesia di masa mendatang.

Untuk itu, kalangan milenial perlu berperan dan terlibat dalam perusahaan-perusahaan sawit, termasuk menjadi pemegang saham,” ujarnya.

Kampanye hitam saat ini juga sedang menyasar kalangan milenial.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas