Wall Street Berseri-seri, Pasar Modal Asia Beragam, Omicron Masih Jadi Sumber Kekhawatiran
Pasar modal Wall Street akhirnya berseri-seri seteleha dihantam kekhawatiran adanya varian Covid-19 Omicron.
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Pasar modal Wall Street akhirnya berseri-seri seteleha dihantam kekhawatiran adanya varian Covid-19 Omicron.
Pada perdagangan Senin (6/12/2021) Dow Jones Industrial Average naik 646,95 poin atau 1,87% menjadi 35.227,03, S&P 500 naik 53,24 poin atau 1,17% menjadi 4.591,67, dan Nasdaq Composite bertambah 139,68 poin atau 0,93% menjadi 15.225,15.
Dow menghapus kerugiannya dari pekan sebelumnya karena investor menepis kekhawatiran akan ancaman yang muncul dari varian Omicron.
Dikutip Kontan dan Reuters menyebutkan, Indeks Nilai S&P 500 naik 1,5%, mengungguli mitra pertumbuhannya, yang naik 0,9%.
Baca juga: IHSG Sesi I: Menguat 34,91 poin ke 6.573,41, Asing Borong CMRY, BBNI dan TLKM
Indeks Transportasi Dow Jones yang sensitif secara ekonomi mengungguli pasar yang lebih luas dengan kenaikan 2,3%. Sementara saham kecil Russell 2000 naik 2%.
Dari tiga rata-rata utama Wall Street, Dow naik paling tinggi dan industri dan kebutuhan pokok konsumen, naik sekitar 1,6%, adalah sektor terkuat S&P diikuti oleh energi dan utilitas, naik 1,5%.
Tetapi penurunan perusahaan vaksin Covid-19 mengurangi kenaikan pada sektor perawatan kesehatan.
Varian Omicron telah menyebabkan alarm dan beberapa pembatasan baru di seluruh dunia, investor tampaknya diyakinkan oleh Dr. Anthony Fauci, pejabat tinggi penyakit menular AS, yang mengatakan kepada CNN bahwa "sejauh ini tampaknya tidak ada tingkat keparahan yang besar untuk itu." Namun, dia mengatakan bahwa studi lebih lanjut diperlukan.
"Orang-orang tidak terlalu khawatir tentang varian ini," kata King Lip, kepala analis investasi di Baker Avenue Asset Management di San Francisco.
Lip juga mengutip dorongan dari berita bahwa bank sentral China akan memotong jumlah uang tunai yang harus disimpan bank sebagai cadangan, berpotensi meningkatkan perusahaan luar negeri yang menjual produk di China serta ekonomi China.
Baca juga: IHSG Akhir Pekan Terperosok 45,31 Poin ke 6.538,51, Ini yang Dikoleksi Investor Asing
Asal tahu, Wall Street telah berayun liar sejak 26 November karena investor mencerna berita tentang varian Omicron dan kemudian komentar hawkish Ketua Federal Reserve Jerome Powell pekan lalu tentang pengurangan lebih cepat pembelian obligasi pemerintah untuk mengatasi lonjakan inflasi.
Penutupan indeks S&P pada hari Senin adalah 2,3% di bawah di mana diperdagangkan sebelum investor mulai bereaksi terhadap virus Omicron.
"Jika kekuatan hari ini di blue chips dapat mempertahankan dirinya sendiri, itu mungkin memberi sisa pasar kemampuan untuk mulai merasa percaya diri," kata Robert Pavlik, manajer portofolio senior di Dakota Wealth Management.
Namun, Goldman Sachs pada hari Sabtu memangkas prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) menjadi 3,8% untuk 2022, mengutip risiko dan ketidakpastian seputar munculnya Omicron.
Baca juga: IHSG Minus 2,36 Persen Selama Perdagangan Sepekan, Kapitalisasi Pasar Mengalami Penurunan
Investor juga bersiap untuk potensi pukulan terhadap pendapatan perusahaan, terutama di antara pengecer, restoran, dan perusahaan perjalanan.
Tiga persentase kenaikan terbesar sektor industri adalah maskapai penerbangan yang dipimpin oleh United Airlines naik 8,3% dan indeks S&P Airline ditutup naik 5,5%.
Penguat kuat lainnya dalam saham terkait perjalanan termasuk Norwegian Cruise Line Holdings, yang berakhir naik 9,5%. Perusahaan persewaan liburan Airbnb menambahkan 8,5%.
Penurunan terdalam termasuk pembuat vaksin Covid-19 seperti Moderna Inc, turun 13,5% dan Pfizer turun 5%, karena investor mengantisipasi pengembangan vaksin dengan perlindungan khusus untuk Omicron dapat memakan waktu berbulan-bulan.
Bursa Asia
Sementara bursa Asia pada kemarin beragam di tengah masih terjadi ketidakpastian pemulihan ekonomi global setelah adanya penyebaran virus corona (Covid-19) varian Omicron.
Indeks Shanghai Composite China dibuka menguat 0,2% dan indeks Straits Times Singapura dibuka melesat 0,82% pada pagi hari ini.
Sedangkan indeks Nikkei Jepang dibuka ambles 1,1%, Hang Seng Hong Kong merosot 1,07%, dan KOSPI Korea Selatan melemah 0,43%.
Dari pasar saham Hong Kong, empat saham baru, termasuk saham raksasa teknologi China JD.com Inc. dan NetEase Inc. akan ditambahkan ke indeks Hang Seng.
IHSG
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup di zona hijau pada perdagangan awal pekan ini. Mengutip data Bursa Efek Indonesia (BEI) via RTI Business, IHSG ditutup menguat 8,61 poin atau 0,13% ke 6.547,11 pada akhir perdagangan Senin (6/12).
Kenaikan IHSG hanya ditopang empat sektor dari total 11 sektor di BEI.
Sektor yang menguat paling tinggi adalah sektor energi 0,94%, infrastruktur 0,67%, sektor keuangan 0,64% dan sektor barang konsumen primer 0,18%.
Sementara sektor lainnya ditutup di zona merah dengan penurunan terdalam adalah sektor teknologi 1,30%, kesehatan 1,22%, perindustrian 0,88%, properti dan real estate 0,87% dan sektor transportasi 0,52%.
Sebanyak 214 saham naik, 301 saham turun dan 151 saham stagnan.
Kendati IHSG menguat, tapi investor asing mencatat net sell sebesar Rp 211,03 miliar di seluruh pasar. Asing mencatat net sell terbesar pada saham PT Astra International Tbk (ASII) sebesar Rp 92,5 miliar. Saham ASII ditutup turun 1,74% ke Rp 5.650 per saham.
Total volume perdagangan saham ASII mencapai 59,19 juta dengan total nilai transaksi Rp 338,4 miliar. Saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) juga banyak dilego asing sebesar Rp 64,5 miliar.
Omicron
Kekhawatiran penyebaran varian baru Covid-19, omicron, menekan berbagai bursa saham di dunia.
Berdasarkan data Bloomberg, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) turun sekitar 1,7% selama sepekan lalu. Penurunan IHSG lebih kecil dibandingkan dibandingkan Nikkei yang anjlok 5,9%, Hang Seng Index turun 3,8%, Strait Times Index turun 4%, PSE Composite Index turun 5%, SET Index turun sekitar 3%.
Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus mengatakanm penurunan IHSG lebih kecil dibandingkan indeks bursa saham lain karena ditopang sentimen omnibus law.
"Memang masih ada kata revisi, tetapi dari pemerintah sudah menegaskan investasi tetap berjalan seperti biasa dan omnibus law akan menjadi program prioritas DPR," ujarnya kepada Kontan.co.id, Minggu (5/12).
Hal tersebut membuat investor dan pelaku pasar lebih optimistis lantaran kebijakan tersebut berpeluang menciptakan foreign direct investment (FDI) yang lebih besar. Menurutnya, hal itu akan menjadi tolok ukur ekonomi Indonesia jangka panjang.
"Tahun ini, memang omnibus law belum menunjukkan giginya, tetapi jangka panjang kami yakin akan menjadi pintu untuk menciptakan pertumbuhan ekonomi yang lebih baik sehingga membuat pelaku pasar cenderung optimis," ujarnya.
Head of Investment Research Infovesta Wawan Hendrayana melanjutkan kondisi kesehatan dan pemulihan ekonomi di Indonesia hingga saat ini relatif baik. Sehingga investor lokal belum berpandangan negatif terhadap bursa terkait varian omicron.
Dia melanjutkan, memang saat ini IHSG mulai mengalami koreksi. "Masih koreksi wajar yang disebabkan kondisi tapering dan kekhawatiran kenaikan suku bunga yang menjadi katalis negatif," jelasnya.
Walau saat ini masih perkasa dibandingkan bursa Asia lainnya, Wawan menilai, bisa saja situasi berubah dan IHSG kalah pamor. Hal itu akan terjadi jika ada peningkatan jumlah kasus Covid-19 yang terindikasi akibat omicron sehingga akan memicu PPKM yang lebih ketat di Indonesia.
Melihat data, penyebaran omnicron terbilang cepat. Sejak diumumkan pertama kali pada akhir November lalu, hingga saat ini omicron telah menyebar ke 38 negara.
Kendati begitu, kedua analis sepakat, hingga tutup tahun IHSG masih diproyeksikan mampu mengalami penguatan. mengkalkulasi pada akhir tahun ada probabilitas di atas 55% window dressing akan terjadi.
"Namun tentunya tidak bisa terjadi begitu saja. Dibutuhkan booster sentimen positif dari upaya yang dilakukan pemerintah," sebutnya.
Oleh karenanya, pelaku pasar saat ini juga akan memperhatikan langkah-langkah yang diambil pemerintah dalam mengantisipasi penyebaran omicron. Di sisi lain, pasar juga akan mencermati prospek bisnis emiten di tahun depan. (Tribunnews.com/Kontan/Yudho Winarto/Noverius Laoli)