Menkeu Ungkap Ada Perusahaan Potong PPh Karyawan Tapi Tidak Setor ke Negara
Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberi perlindungan rasa aman bagi Wajib Pajak (WP).
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) memberi perlindungan rasa aman bagi Wajib Pajak (WP).
Hal itu disampaikan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam acara Sosialisasi UU HPP, Jumat (17/12/2021).
Sri Mulyani mencontohkan ada perusahaan yang sengaja memotong pajak penghasilan atau PPh karyawan tapi tidak disetor ke negara.
Baca juga: Sri Mulyani: Tidak Punya Pendapatan, Tidak Perlu Bayar Pajak
"Itu jahat. Itu hak negara," ungkap Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.
Pemerintah menjamin tidak akan tinggal diam dan akan memberikan sanksi terhadap perusahaan yang tidak menyetorkan kewajibannya terhadap negara.
"Sanksi pajak dibuat agar kepatuhan tetap terjadi, kalau ada wajib pajak sengaja salah diberikan sanksi," tutur Sri Mulyani.
Baca juga: Sri Mulyani Sebut Pemerintah Bisa Menelusuri Harta Pengemplang Pajak hingga ke Luar Negeri
Menurut Sri Mulyani, penegakan hukum pidana pajak yang diatur dalam UU HPP lebih mengedepankan pemulihan kerugian pada pendapatan negara (ultimum remedium).
"Kalau kena pidana pajak, UU HPP sekarang memberikan kita tidak akan pursue pidananya asalkan membayar pokok pajak plus sanksi," imbuh dia.
Pemerintah juga bekerja mengkalkulasi bagi WP yang sengaja menunda pembayaran pajak.
Wajib pajak akan mendapatkan sanksi double.
Adapun sanksi yang diberikan membayar pajak lebih ditambah dengan suku bunga yang dibayarkan.
"Sanksi tersebut berupa pembayaran nilai uang yang hilang ditambah suku bunga berlaku," tambahnya.
Tax Amnesty Jilid II
Pemerintah menegaskan agar wajib pajak memanfaatkan program Pengungkapan Pajak Sukarela (PPS) atau tax amnesty jilid II dari 1 Januari hingga 30 Juni 2022.
Sri Mulyani bilang wajib pajak perorangan maupun badan usaha yang tidak jujur mengungkapkan harta akan dikenakan sanksi.
"Harta apapun belum dilaporkan dan kita temukan, Anda harus bayar dua kali dari harta tersebut. Jadi mending ikut saja sekarang," kata Sri Mulyani.
Bila harta wajib pajak didapat sebelum tahun 2015 dan ditemukan pemerintah, pemilik aset akan dikenakan sanksi pajak 200 persen.
Baca juga: Menkeu Sri Mulyani: Main Kripto dan Untung, Orangnya Harus Bayar Pajak
Artinya pajak yang dibayarkan seharga 2 kali lipat aset yang disembunyikan.
Untuk itu, Sri Mulyani menyampaikan masyarakat harus ikut PPS tahun depan.
Itu karena denda yang dikenakan lebih ringan.
Bila aset ada di luar negeri, dendanya hanya 11 persen sedangkan bagi aset yang ada di dalam negeri dikenakan denda 6 persen.
Sementara bila asetnya di luar negeri yang direpatriasi dan harta dalam negeri diinvestasikan dalam SBN atau hilirisasi SDA/EBT, dendanya sebesar 6 persen.
Harta yang belum dilaporkan pada periode 2012-2016, maka sanksi pajaknya 25 persen untuk pajak badan dan 30 persen untuk orang pribadi.
Hal ini sudah sesuai UU Nomor 11 Tahun 2016 tentang Tax Amnesty Pasal 18 ayat 3.
"Kita bisa meminta bantuan sejumlah negara bagi wajib pajak yang menyimpan hartanya di luar negeri. Nanti otoritas pajak setempat akan memungut pajak atas nama DJP Kemenkeu," tuntas Menkeu.