Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Larangan Ekspor Batubara, Akan Ada Kehilangan Besar, YLKI: Kepentingan Nasional Lebih Tinggi

Akibatnya, aturan ini pu membuat pengusaha memprotesnya, karena penghasilan mereka jelas akan berkurang.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Larangan Ekspor Batubara, Akan Ada Kehilangan Besar, YLKI: Kepentingan Nasional Lebih Tinggi
KOMPAS/AGUS SUSANTO
Aktivitas di Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) Sintang, Kabupaten Sintang, Kalimantan Barat, Senin (11/10/2021). PLTU Sintang salah salah satu lokasi yang memiliki ketersediaan bahan bakar co-firing dalam hal ini cangkang sawit yang besar. Penghematan bahan bakar batubara dapat dihemat hingga 10 persen dengan metode co-firing menggunakan cangkang sawit. 

Bagaimana mungkin kita banyak batu bara kemudian diekspor, tapi di dalam negeri malah mengalami kekurangan," kata Tulus.

Menurut Tulus, pemerintah negara manapun pasti akan mengambil kebijakan yang sama dalam rangka mengamankan pasokan energi demi kepentingan nasional.

Hal ini, lanjut Tulus, sudah sesuai dengan UU Energi dan aturan perundang-undangan terkait.

"Saya kira langkah pemerintah sudah tepat," tegas dia.

Selain itu, Tulus juga mendorong pemerintah untuk melakukan amandemen kebijakan ekspor batu bara secara berkesinambungan.

Sebab, kondisi yang dialami Indonesia saat ini dinilai Tulus menilai sangat ironis di mana Indonesia tercatat sebagai ekspotir batu bara terbesar di dunia.

Padahal cadangan batu bara di Nusantara terhitung sangat kecil, yaitu sekitar 2 persen dibandingkan cadangan dunia.

Berita Rekomendasi

"Bagaimana mungkin itu bisa terjadi. Itu kan sangat ironis," ungkap dia.

Oleh sebab itu, kata Tulus, dia berharap larangan ekspor batu bara ini tidak hanya berlaku dalam 1 bulan ke depan, tetapi dirinya meminta pemerintah untuk merevisi kebijakan ekspor batu bara ke luar negeri. Meskipun ekspor batu bara lebih menguntungkan dibandingkan untuk pemenuhan kebutuhan nasional.

"Kita tidak bisa bahwa itu untuk pesta pora pengusaha batu bara tetapi mengorbankan masyarakat lebih banyak, mengorbankan keamanan pasokan batu bara ke depannya," tegasnya.

Tulus menjelaskan, Indonesia pernah menikmati kejayaaan di periode 'oil boom,' di mana kala itu Indonesia masuk jajaran negara pengekspor minyak mentah dunia.

Namun, kondisi tersebut kini berbanding terbalik di mana Indonesia harus bergantung pada impor minyak untuk memenuhi kebutuhan di dalam negeri.

"Ingat kasus 1965-1967 itu kan kita mengalami 'oil boom' karena kita produksi minyak melimpah ruah, kemudian diekspor keluar. tetapi pada titik tertentu kita menjadi net importer, saat ini khususnya. Kita tidak ingin itu terulang di batu bara," tuturnya.

"Sangat sadis kalau nanti kita malah jadi importir batu bara. Ongkos kemahalannya sangat luar biasa yang harus kita tanggung oleh masyarakat. Yang namanya impor, akan sangat tergantung pada harga impor. Apapun itu. Tempe (ibaratnya) kita impor, karena kedelainya impor. Kalau di luar negeri harga kedelai naik, ya tempe naik," tambah Tulus.

Tulus mengingatkan, larangan ekspor batu bara ini pun dilakukan demi menjaga pasokan listrik di dalam negeri, di mana listrik diperlukan bukan hanya untuk kebutuhan rumah tangga semata, melainkan menjadi penggerak kegiatan ekonomi nasional melalui sektor industri. (Kontan/Bidara Pink/Tribunnes.com/Sanusi)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas