Anggota Komisi VII DPR: Perpres Baru soal BBM Terkesan Peduli Rakyat, Tapi Hanya Pemanis
Mulyanto mengatakan, Perpres tersebut hanya lip service atau pemanis ucapan, karena tidak mempertegas jumlah kuota premium pada tahun ini.
Penulis: Seno Tri Sulistiyono
Editor: Sanusi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Seno Tri Sulistiyono
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 117 tahun 2021 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran BBM, dinilai hanya sebagai upaya pemerintah seakan peduli kepada masyarakat.
Anggota Komisi VII DPR Mulyanto mengatakan, Perpres tersebut hanya lip service atau pemanis ucapan, karena tidak mempertegas jumlah kuota premium pada tahun ini.
"Sepintas Perpres itu terkesan pemerintah peduli pada rakyat karena mewajibkan premium sebagai jenis BBM khusus penugasan dengan wilayah penugasan meliputi seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), tapi dalam Perpres tersebut tidak disebutkan berapa besaran kuotanya," kata Mulyanto saat dihubungi, Rabu (5/1/2022).
Baca juga: Pertalite Disubsidi, Sinyal Pemerintah Bakal Hapus Premium?
Menurutnya, Perpres ini telah menganulir pernyataan Menteri ESDM Arifin Tasrif yang berencana menghapus premium di Jawa-Madura-Bali (Jamali) pada 2022.
Dengan kebijakan ini, kata Mulyanto, artinya premium tetap ada sebagai BBM khusus penugasan dan didistribusikan secara nasional dari Sabang sampai Merauke.
Sehingga, Mulyanto menilai, langkah pemerintah soal BBM seakan mendengar aspirasi masyarakat, yang menginginkan BBM dengan harga yang terjangkau daya beli di saat pandemi Covid-19 belum usai.
"Namun ada beberapa catatan yang perlu mendapat perhatian kita bersama, yakni dalam Perpres tersebut jumlah kuota premium akan dibatasi sebanyak 50 persen dari penjualan Pertalite. Berapa angka persisnya, tidak jelas," ucap politikus PKS itu.
Mulyanto menegaskan, pada tahun-tahun sebelumnya angka kuota ini ditetapkan dengan jelas.
Misalnya kuota pada 2019, 2020 dan 2021 masing-masing sebesar 11 juta kilo liter (kl), 11 juta kl, dan 10 juta kl, di mana penyerapannya masing-masing sebesar 11.6 juta kl, 8.7 juta kl, dan 3.4 juta kl.
Baca juga: Gus Falah Bagikan 10.000 Paket Beras Premium Mbak Puan di Lamongan dan Gersik
"Tentu kita paham, penyerapan premium yang rendah ini bukan karena animo masyarakat yang rendah, namun lebih karena Pertamina menahan-nahan distribusinya, sehingga premium menjadi langka di pasaran," paparnya.
"Berbagai keluhan masyarakat terkait kelangkaan BBM khusus penugasan ini di berbagai tempat membuktikan hal tersebut. Jadi sebenarnya Perpres No. 117/2021, yang tidak menghapus premium ini sebenarnya sama juga bohong alias tidak punya makna di lapangan," sambung Mulyanto.
Ia menyebut, dengan kebijakan premium yang tanpa penetapan kuota yang jelas, maka dapat diduga pendistribusiannya tidak akan bertambah baik, malah akan semakin kacau.
"Bisa dibayangkan, dengan jumlah kuota premium yang jelas saja, pada tahun-tahun sebelumnya sebesar 10 sampai 11 juta kl, tetap terjadi kelangkaan Premium, apatah lagi dengan kebijakan premium tanpa kuota," tuturnya.
Baca juga: BBM Premium Batal Dihapus dari Peredaran, Jokowi: Distribusi Dapat Dilakukan di Seluruh Indonesia
Jadi Perpres ini, kata Mulyanto, sebenarnya hanya basa-basi saja, tidak menyelesaikan tuntuan masyarakat yang menginginkan BBM dengan harga yang terjangkau melalui mekanisme subsidi.
"Masyarakat berharap negara hadir meringankan beban hidup mereka di tengah pandemi Covid-19 yang belum usai ini," ucap Mulyanto.
"Kalau pemerintah serius meringankan beban rakyat, maka tetapkan kuota Premium dengan jelas, awasi ketat pendistribusiannya, dan beri sanksi tegas pada BUMN penerima penugasan yang lemah dalam menjalankan tugas. Serta bayar kompensasi penugasan premium tepat waktu," tambahnya.