Pembahasan Kebijakan Baru Soal Larangan Ekspor Batubara Berlangsung Alot, Akan Dilanjutkan Besok
Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan pembahasan soal larangan ekspor batubara masih akan dilakukan rapat kordinasi pada Sabtu (8/1/2021) besok.
Editor: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah hingga kini belum mengambil sikap atau keputusan final ihwal kelanjutan larangan ekspor batubara yang diberlakukan sejak 1 Januari 2022.
Menteri Kordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan mengungkapkan masih akan dilakukan rapat kordinasi pada Sabtu (8/1/2021) besok.
"Masih dirapatkan, lagi difinalkan. Mudah-mudahan besok selesai," ungkap Luhut ditemui di Kantor Kemenkomarves, Jumat (7/1/2022).
Akibat kebijakan larangan ekspor batubara sejak 1 Januari 2022 ini sejumlah negara tujuan ekspor batubara Indonesia seperti Jepang dan Korea Selatan telah menyatakan protes.
Mereka mengajukan permintaan resmi kepada Pemerintah Indonesia agar kembali membuka keran ekspor batubara.
Baca juga: Menteri Bahlil Sebut Larangan Ekspor Batubara Tak Berpengaruh pada Investasi Asing
Luhut mengungkapkan, keputusan soal pencabutan larangan ekspor menjadi wewenang Kementerian Perdagangan.
Namun demikian, terkait kelanjutan ekspor bagi perusahaan yang telah memenuhi DMO pun diharapkan bisa tercapai dalam pertemuan esok hari.
Pertemuan lintas kementerian dan pelaku usaha telah berlangsung hampir sepekan. Sebelumnya tercatat pelaku usaha juga sudah melakukan pertemuan dengan Kementerian Perdagangan dan Kementerian ESDM.
Baca juga: Izin Ekspor Batubara Akan Dibuka Lagi, Aturan DMO Bakal Diubah
Sebelumnya, Luhut mengungkapkan dalam pembahasan yang tengah dilakukan, pemerintah berfokus pada dua hal utama.
Pemerintah kini tengah berfokus untuk memastikan pemenuhan batubara bagi kebutuhan dalam negeri khususnya pembangkit listrik serta untuk penyelesaian tata kelola minerba secara umum untuk jangka panjang.
"(Evaluasi) kita bagi dua, satu untuk pemenuhan sekarang dan nanti penyelesaian (perbaikan tata kelola) secara permanen," ujar Luhut.
Jepang Kirim Surat
Pemerintah Jepang melalui Kedutaan Besar untuk Indonesia menyurati Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Arifin Tasrif perihal larangan ekspor batubara yang berlaku sepanjang bulan Januari 2022.
Intinya, Duta Besar Jepang untuk Indonesia Kanasugi Kenji meminta pemerintah Indonesia mempertimbangkan kembali kebijakan larangan ekspor batubara tersebut.
Berdasarkan surat yang salinannya diterima Kontan.co.id, Kanasugi Kenji selaku Ambassador Extraordinary and Plenipotentiary of Japan to the Republic of Indonesia mengatakan surat ini dituliskan untuk meminta perhatian terhadap keprihatinan Jakarta Japan Club (JJC) tentang surat B-1605/MB.05/DJB.B/2021 dan B-1611/MB/05/DJB.B/2921 yang diterbitkan oleh Kementerian ESDM pada 31 Desember 2021 mengenai Pemenuhan Kebutuhan Batubara untuk Kelistrikan Umum dan Pelarangan Penjualan Batubara ke Luar Negeri.
Baca juga: India Menjadi Importir Batubara Terbesar dari Indonesia, Disusul China dan Jepang
Dalam surat tersebut, Kedubes Jepang dan eksportir batubara Jepang menyampaikan dua poin keprihatinan serius atas pemberlakuan larangan tersebut.
Pertama, Kenji bilang, berhubungan dengan surat izin ekspor batubara ke Jepang belum diberikan dan kapal yang telah menyelesaikan penanganan kargo tidak dapat meninggalkan pelabuhan sejak 1 Januari.
Baca juga: Ribut-ribut Soal Batubara, Pengamat Ungkap Sumber Energi Alternatif Yang Potensial di Indonesia
"Industri Jepang secara teratur mengimpor batubara dari Indonesia untuk pembangkit listrik dan manufaktur dengan perkiraan sekitar 2 juta ton per bulan dan pelarangan ekspor akan memberikan dampak yang serius bagi aktivitas ekonomi dan kehidupan sehari-hari masyarakat," Jelas Kenji dalam surat yang diterima Rabu (5/1).
Kenji menjelaskan, sebenarnya ada beberapa alternatif bahan bakar batubara dan gas (LNG) yang dapat diperoleh dalam waktu dekat Jepang, namun hal itu sulit dilakukan saat ini.
Mengingat, permintaan listrik di Negeri Matahari Terbit itu yang tinggi lantaran berada di tengah musim dingin.
Selain itu, pihaknya menyadari bahwa saat ini terjadi kekurangan batubara untuk pembangkit listrik domestik di Indonesia. Namun Kenji menjabarkan bahwa impor batubara yang dilakukan Jepang dari Indonesia adalah batubara HVC (High Calorific Value).
Jenis tersebut berbeda dengan batubara LVC (Low Calorific Value) yang dibeli secara eksklusif oleh PLN untuk kebutuhan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU).
"Artinya, ekspor HVC ke Jepang tidak berdampak signifikan terhadap pasokan batubara untuk PLN. Oleh karena itu, saya ingin meminta segera pencabutan larangan ekspor batubara ke Jepang," ujar Kenji.
Kedua, Kenji bilang, setidaknya saat ini ada lima kapal milik perusahaan pelayaran asal Jepang yang memuat batubara ke Jepang sedang menunggu pemberangkatan.
"Saya juga ingin meminta secara khusus agar izin keberangkatan untuk kapal-kapal yang siap berangkat segera diterbitkan," pinta Kenji.
Menutup surat tersebut, Kenji berharap jika pemerintah Indonesia dapat memberikan perhatian yang semestinya terhadap keprihatinan tersebut.
Selanjutnya, Kenji pun berharap adanya diskusi praktis dengan komunitas bisnis Jepang untuk memelihara dan mengembangkan lebih lanjut hubungan ekonomi yang baik antara Jepang dan Indonesia.
Meskipun janji net-zero pada tahun 2050, Jepang tidak memiliki rencana untuk menghapus batubara di Jepang.
Tujuh unit pembangkit listrik tenaga batubara telah mulai beroperasi sejak tahun 2020, 9 unit dalam tahap konstruksi atau dalam uji coba operasi dan 1 unit dalam penilaian dampak lingkungan.
Sejak Perjanjian Paris diadopsi, Jepang telah membiayai 9 pembangkit listrik tenaga batubara di luar negeri yang sebagian besar berada di negara-negara Asia Tenggara dengan total kapasitas 9.835 MW.
1200 MW pembangkit listrik tenaga batubara Matarbari 2 telah menarik pertentangan luas di Bangladesh dan secara global karena pembengkakan dan penundaan biaya yang sangat besar, proyeksi emisi polutan beracun dan karena membahayakan mata pencaharian petani dan nelayan lokal.
Pemerintah Jepang juga diperkirakan akan mempertimbangkan pembiayaan untuk perluasan 1.000 MW PLTU Indramayu di Indonesia.
Proyek ini tidak diperlukan karena jaringan listrik Jawa-Bali sekarang memiliki kelebihan pasokan listrik. Ada juga pelanggaran hak asasi manusia yang serius terhadap warga.
Pengadaan batubaranya salah satunya dengan mengimpor dari Indonesia.
Rugikan Pengusaha
Larangan ekspor batubara oleh pemerintah hingga 31 Januari akan merugikan pengusaha batubara dan perkapalan.
Hal ini diungkapkan Ketua Indonesian National Shipowners Association (INSA), Carmelita Hartoto.
Pelarangan dilakukan pemerintah karena adanya laporan dari PLN perihal kondisi persediaan batubara di PLTU grup PLN yang sangat rendah berdasarkan surat dari PLN tertanggal 31 Desember 2021.
Carmelita menjelaskan, kebijakan larangan ekspor batubara akan berdampak kerugian bagi pelaku usaha yang terkait, mulai dari produsen, usaha penunjang sampai end user atau konsumen.
"Namun, mengingat kebijakan ini baru berlaku tanggal 1 Januari 2022, maka masih terlalu dini untuk menghitung besarnya kerugian yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut," jelasnya kepada Kontan.co.id, Selasa (4/1).
Carmelita menjelaskan lebih rinci mengenai aktivitas industri pelayaran dalam industri batubara.
Dia menjelaskan, dalam menunjang kegiatan ekspor batubara ada beberapa jenis kapal dengan berbagai fungsi, mulai tug & barge yang melayani transhipment sampai bulk carrier yang akan membawa kargo ekspor ke negara tujuan.
Mengingat pola kegiatan ekspor batubara bersifat terjadwal dengan baik, sehingga jika ada gangguan dalam satu mata rantai logistik apalagi di sektor produksi batubara, pastinya akan berdampak pada sektor kegiatan lain yang terkait termasuk sektor pelayaran.
Perihal dampak pelarangan ekspor batubara selama sebulan terhadap kontrak kapal, Carmelita memaparkan, untuk angkutan batubara kontrak yang dilaksanakan menggunakan beberapa skema baik jangka pendek (spot charter) sampai jangka panjang dan masing-masing skema mempunyai resiko bagi kedua belah pihak.
Semua itu berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak dan semua term and condition-nya sudah dituangkan dalam setiap skema kontrak, termasuk jika terjadi pembatalan pengapalan.
"Resiko dari sektor pelayaran adalah harus mencari alternatif kargo agar kapal tidak iddle," kata Carmelita.
Carmelita belum bisa memberikan gambaran lebih rinci mengenai dampak dan antisipasi apa yang dilakukan pengusaha di industri pelayaran dalam menghadapi tantangan pelarangan ekspor batubara sampai dengan 31 Januari 2022 ini.
Dia hanya menjelaskan, saat ini masing-masing pelaku usaha yang terkait sedang melakukan evaluasi, mempelajari sejauh mana dampak kebijakan tersebut sekaligus mencari solusi yang terbaik bagi semua pihak.
Yang terang, dengan adanya pemenuhan kebutuhan pasokan batubara kepada PLN yang cukup besar dan dalam jangka waktu yang relatif pendek, maka diperkirakan ada kebutuhan kapal angkutan batubara yang meningkat khususnya di domestik.
Mutlak Harus Dipatuhi
Para pengusaha batubara yang tidak mematuhi aturan pelarangan batubara harus mendapatkan sanksi dari pemerintah.
Demikian diungkapkan oleh Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid dalam keterangannya, Rabu (5/1/2022).
Arsjad memastikan bahwa pengusaha anggota Kadin akan mendukung arahan Presiden Joko Widodo terkait upaya memenuhi pasokan batu bara dan gas alam cair (LNG) untuk kepentingan dalam negeri.
Sebelumnya, Jokowi meminta perusahaan swasta, BUMN yang bergerak dibidang pertambangan, perkebunan, dan pengolahan sumber daya alam, wajib untuk lebih dulu memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum melakukan ekspor.
Hal itu guna menjawab persoalan krisis persediaan batu bara pada Pembangkit Listrik Tenaga (PLTU) milik grup PLN, termasuk Independen Power Producer (IPP) atau swasta. Selain itu, kebijakan tersebut juga untuk menyikapi persediaan LNG dalam negeri khususnya kepada PLN.
"Terkait pasokan batu bara untuk pemenuhan kebutuhan pembangkit listrik PLN dan IPP, (kami) sejalan dengan Presiden, mekanisme DMO adalah hal prinsip yang terus harus dipegang oleh perusahaan batu bara.
Ini tidak bisa ditawar dan mutlak dipatuhi," ujar Ketua Umum Kadin Indonesia Arsjad Rasjid
DMO atau domestic market obligation merupakan kewajiban produsen batu bara domestik untuk memasok produksi batu bara bagi kebutuhan dalam negeri.
Arsjad mengatakan, perusahaan yang melanggar kerbijakan DMO harus mendapatkan sanksi yang sesuai, dari pencabutan izin ekspor hingga pencabutan izin usaha.
Namun di sisi lain, bagi perusahaan yang menjalankan semua kewajiban terkait DMO, harus diberikan penghargaan yang proporsional.
"Balancing reward dan punishment ini harus dilihat lebih teliti agar berjalan dengan baik," imbuh dia.
Menurutnya, Kementerian ESDM, Kementerian BUMN, PLN, dan pengusaha perlu duduk bersama untuk mencari solusi terbaik, agar persoalan ini tidak menjadi masalah tahunan.
Hal itu diharapkan membuat semua pihak mengetahui permasalahan utama apa yang sebenarnya dihadapi PLN dalam upaya memenuhi kebutuhan batu bara secara menyeluruh.
"Selain itu, perlu ditinjau kembali dari sisi bisnis proses dan perencanaan, khususnya management procurement, dan logistik di PLN.
Intinya duduk bersama bergotong royong mencari solusi jangka panjang," kata Arsjad.
Dia menambahkan, Kadin Indonesia sebagai mitra pemerintah akan terus mendukung kebijakan dan peraturan yang diterbitkan oleh pemerintah.
Namun, diharapkan adanya konsistensi kebijakan untuk solusi jangka panjang demi menjaga reputasi Indonesia secara internasional.
"Teman-teman pengusaha yang tergabung dalam Kadin Indonesia berharap untuk terus menjadi mitra pemerintah dalam memenuhi kebutuhan energi dalam negeri." pungkasnya.
Laporan Reporter: Filemon Agung/Arfyana Citra Rahayu/Tendi Mahadi/Kontan dan Yohana Artha Uly/Kompas.com)
Sebagian artikel ini tayang di Kontan dengan judul Diskusi Larangan Ekspor Batubara Alot, Begini Progresnya