Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun Bisnis

Pesawatnya Diusir di Malinau, Susi Pudjiastuti Kerap Mengkritik Pemerintah, Ini 8 Kritik Pedasnya

Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti kini kembali sering disebut-sebut dalam perbincangan publik.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in Pesawatnya Diusir di Malinau, Susi Pudjiastuti Kerap Mengkritik Pemerintah, Ini 8 Kritik Pedasnya
Twitter/@susicekombak
Tangkapan layar video Susi Pudjiastuti. 

"Setelah juni?" cuit Susi dilihat di akun Twitter-nya @susipudjiastuti pada Senin (29/3/2021). Baca juga: Ini Aturan Batasan Ukuran Kapal Ikan Buatan Susi yang Dicabut Edhy "Dan Juni Juli. Petani mulai panen lagi Pak Presiden," lanjut Susi.

Dalam cuitan lainnya, Susi menyebutkan, PBB sendiri pernah menyatakan bahwa Indonesia sebetulnya mencatatkan produksi beras yang besar.

"Padahal, FAO (Organisasi Pangan dan Pertanian) bilang begini, mantap! Indonesia peringkat 3 penghasil beras terbesar di dunia," ucap Susi Pudjiastuti.

6. Impor garam

Pemerintah kembali membuka keran impor garam pada tahun 2021 lalu. Garam yang diimpor berjumlah 3 juta ton. Fenomena impor garam ini menarik perhatian Susi Pudjiastuti.

Susi berpendapat, impor garam yang berlebihan akan merugikan petambak garam.

"Garam impor tidak boleh lebih dari 1,7 juta ton. Kalau lebih, harga garam petani kita akan hancur lagi, please," ungkap Susi Pudjiastuti dalam akun Twitternya, dikutip Senin (22/3/2021).

Berita Rekomendasi

Menurut Susi Pudjiastuti, impor garam berkaitan erat dengan harga garam dalam negeri.

Bila impor dibatasi, harga garam lokal pun akan meningkat seperti yang terjadi pada tahun 2015-2018.

Kala itu, harga garam mampu mencapai Rp 2.500 per kilogram.

Adapun sejak Desember 2020, rerata harga garam bertahan di Rp 600 per kilogram.

Sejak wacana impor bergulir, harganya kembali menyusut ke kisaran Rp 500 hingga 550 per kilogram.

7. Kritik PNBP terlalu rendah

Susi Pudjiastuti sempat menyoroti Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari eskpor benih lobster yang kecil. Sesuai PP 75 Tahun 2015, tarif PNBP benih krustacea adalah Rp 250 per 1000 ekor benih lobster.

Dua perusahaan pengekspor (eksportir) benih lobster, yakni PT ASL dan PT TAM mengekspor masing-masing 37.500 ekor dan 60.000 ekor benih lobster.

Artinya, bila 37.500 ekor benih lobster dikali Rp 250 per 1.000 ekor, negara hanya menerima sekitar Rp 9.375 dari satu kali ekspor.

Sementara dari PT TAM, negara hanya menerima PNBP Rp 15.000 dari 60.000 ekor benih lobster yang diekspor.

"PNBP ekspor bibit lobster Rp 250 per 1.000 ekor. Satu kali ekspor dapat satu bungkus rokok masuk ke rekening negara," sentil Susi Pudjiastuti dalam unggahan di akun Twitternya, Kamis (25/6/2020).

Bahkan Susi Pudjiastuti membandingkan PNBP dengan harga rempeyek udang rebon. Menurutnya, PNBP tak lebih besar dari harga peyek udang rebon yang harganya sudah di atas Rp 1.000 per buah.

"Harga peyek udang rebon satu biji saja tidak dapat itu Rp 1.000. Ini lobster punya bibit, lho," sebutnya.

"Bila impor garam bisa diatur tidak lebih dari 1,7 juta ton, maka harga garam petani bisa seperti tahun 2015 sampai dengan awal 2018. Bisa mencapai rata-rata di atas Rp 1.500 bahkan sempat ke Rp 2.500," ungkap Susi Pudjiastuti

Sayang sebelum masa jabatannya berakhir pada tahun 2019, kewenangan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang mengatur soal neraca garam dicabut.

8. Kritik tes PCR

Penerapan syarat wajib tes Covid-19 dengan metode polymerase chain reaction (PCR) sebagai syarat bepergian menggunakan pesawat dinilai sebagai diskriminasi pengguna pesawat udara.

Sementara, calon penumpang moda transportasi darat, laut, dan kereta api dengan tujuan Jawa-Bali maupun non Jawa-Bali berstatus PPKM Level 3 dan 4 tidak wajib PCR.

“Virus covid yg naik pesawat udara berbeda dengan yg naik moda transportasi lain Pak,” tulis Susi Pudjiastuti di akun Twitter saat mengomentai cuitan pengamat transportasi Alvin Lie. (Muhammad Idris)

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "8 Kritik Tajam Susi ke Pemerintah Jokowi setelah Tak Lagi Jadi Menteri"

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas