Ekonom Nilai Industri Sawit Akan Hadapi Perubahan Tantangan Bisnis
Pelaku usaha perkebunan sawit diminta mempersiapkan diri menghadapi perubahan tantangan bisnis.
Penulis: Reynas Abdila
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reynas Abdila
TRIBUNNEWSCOM, JAKARTA - Pelaku usaha perkebunan sawit diminta mempersiapkan diri menghadapi perubahan tantangan bisnis.
Hal itu dikatakan Ekonom Senior Indef Bustanul Arifin kepada wartawan, Kamis (10/2/2022).
Menurutnya, industri sawit sebelumnya berkutat dengan pembukaan lahan baru dan kampanye negatif.
Baca juga: Menlu Retno Marsudi Bahas Diskriminasi Sawit Saat Bertemu Menhan Perancis di Jakarta
Namun ke depan akan menjadi peningkatan produktivitas, efisiensi industri, dan diversifikasi produk hilir.
Pemerintah juga diperkirakan akan memperpanjang kebijakan moratorium lahan sawit baru.
“Tantangan industri sawit saat ini berubah menjadi peningkatan produktivitas, efisiensi industri, dan diversifikasi produk hilir, bukan hanya untuk pangan tapi juga untuk ragam Biofuel,” jelas Bustanul yang merupakan juga Anggota Tim Asistensi Menko Perekonomian.
Sementara itu, semakin membaiknya penerimaan masyarakat terhadap produk sawit, tidak terlepas dari upaya perusahaan perkebunan.
Saat ini perusahaan sudah mulai konsisten dalam menerapkan sistem budidaya yang memperhatikan keseimbangan lingkungan.
Mulai dari pelestarian hutan dan satwa hingga menggerakkan perekonomian masyarakat di sekitar kawasan operasional perusahaan.
Bustanul menjelaskan, dari potensi permintaan produk derivatif CPO juga terus menunjukkan peningkatan.
Baca juga: Prof Hariadi: Jika Sawit Masuk Tanaman Hutan Akan Banyak Penyesuaian Regulasi dan Perizinan
Kebijakan pemerintah membatasi ekspor CPO dalam bentuk bahan mentah juga perlu direspons dengan meningkatkan produksi produk hilir, baik untuk kebutuhan dalam negeri maupun ekspor produk jadi.
“Diversifikasi produk hilir tidak hanya akan menambah pangsa pasar produk sawit di masyarakat, tetapi juga meningkatkan nilai tambah produk sawit. Perubahan ini pada akhirnya bisa menambah lapangan kerja dan mendorong pertumbuhan ekonomi,” ujar Bustanul.
Selain sebagai bahan pangan dan industri kosmetik, kebijakan pemerintah meningkatkan produksi dan penggunaan Biofuel B-30 ikut memperluas permintaan terhadap CPO di dalam negeri. Indonesia juga mengembangkan bioavtur dari CPO dan hasil uji terbang pesawat CN-235 dengan bioavtur juga positif.
Wakil Direktur Utama PT Nusantara Sawit Sejahtera (NSS), Kurniadi Patriawan mengatakan pihaknya sudah mengantisipasinya sejak beberapa tahun terakhir.
“Nusantara Sawit Sejahtera sejak berdiri tahun 2008 sudah fokus memenuhi pasar di dalam negeri. Namun, saat ini kami memang masih menjual produk dalam bentuk tandan buah segar (TBS), minyak sawit mentah (CPO), dan biji sawit (PK),” ucap dia.
“Tetapi kami siap menghadapi perubahan sesuai dengan kebutuhan pasar dan kondisi di industri,” sambungnya.
Baca juga: Dirjen Pengelolaan Hutan Lestari KLHK: Sawit Bukan Tanaman Hutan dan Rehabilitasi
Dia mengatakan dengan memaksimalkan lahan yang ada, produksi CPO dan produk turunannya masih sangat berpotensi untuk ditingkatkan.
Dari sistem budidaya, produktivitas tanaman sawit secara rata-rata nasional juga masih di bawah 4 ton per hektare.
Padahal, menurut data Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian yang dirilis pada tahun 2020, potensi produktivitas tanaman sawit di Indonesia bisa menyentuh 6 ton CPO per hektare sampai 7 ton CPO per hektare.