Konflik Rusia-Ukraina, Ini Pengaruhnya Terhadap Indonesia
Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menerangkan, eskalasi konflik di Ukraina sudah berdampak terhadap energi
Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu (23/2/2022) mendeklarasikan perang dengan Ukraina, lalu bagaimana dampak konflik antar kedua negara tersebut terhadap Indonesia?.
Direktur CELIOS (Center of Economic and Law Studies) Bhima Yudhistira menerangkan, eskalasi konflik di Ukraina sudah berdampak terhadap energi secara global, khususnya minyak.
"Sebentar lagi minyak akan mendekati level psikologis 100 USD per barel. Karena sudah 96,8 USD per barel atau posisi per hari ini sudah meningkat 48 persen dalam 1 tahun terakhir," ujar Bhima saat dihubungi, Kamis (24/2/2022).
Baca juga: Update Invasi Rusia di Ukraina: Tentara dan Kendaraan Militer Masuk Lewat Belarusia, Warga Mengungsi
Bhima berujar, tren harga minyak mentah terus mengalami kenaikan, maka yang perlu diantisipasi adalah efek terhadap inflasi di dalam negeri.
Tekanan pada inflasi, ucap Bhima, khususnya Indonesia sebagai negara yang mengimpor BBM dalam jumlah cukup besar. Maka imbasnya pastinya harga BBM ini akan mengalami penyesuaian.
"Begitu juga basis energi lainnya seperti tarif dasar listrik, kemudian LPG, ini juga mengalami penyesuaian," tutur Bhima.
Hal tersebut, kata Bhima, akan berimbas bukan hanya sektor transportasi tapi juga pada komoditas pangan strategis, dan imbasnya akan terasa kepada pelemahan konsumsi rumah tangga di kuartal I/2022 maupun semester pertama 2022.
Baca juga: Rusia Lancarkan Operasi Militer di Ukraina, Targetkan Junta yang Berkuasa di Kyiv
"Nah yang harus diantisipasi lainnya adalah kenaikan inflasi akibat eskalasi di Ukraina akan mempercepat negara-negara maju tapering off melakukan kenaikan suku bunga acuan dan ini bisa terdampa pada capital outflow dari negara seperti Indonesia," imbuh Bhima.
Menurutnya, hal tersebut harus diantisipasi dampaknya terhadap stabilitas nilai tukar rupiah, karena investor dalam posisi mencari aset-aset yang lebih aman dan beralih dari instrumen yang terlalu fluktuatif kepada instrumen yang memberikan rasa aman.
"Seperti surat utang AS maupun komoditas seperti emas," terang Bhima.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.