Ketika Sri Mulyani Bicara Dilema saat Perempuan Menjalani Karier & Kehidupan Berumahtangga Sekaligus
Ada banyak pilihan tidak mudah bagi perempuan yang menjadikan sebuah dilema saat menjalani karier dan kehidupan berumahtangga sekaligus.
Penulis: Yanuar R Yovanda
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Menteri Keuangan Sri Mulyani sempat mencurahkan isi hatinya mengenai nasib perempuan khususnya di dalam negeri. Hal itu dikatakan Menkeu saat acara webinar 'Women In Leadership'.
Menurut Menkeu jika merit system atau sistem merit dibangun, maka akan memberikan kesempatan adil bagi laki-laki dan perempuan dalam berkarier.
Merit system adalah sistem rekrutmen dan promosi pegawai dilaksanakan berdasarkan kemampuan dalam melaksanakan tugas, bukan dikarenakan koneksi politik.
Namun dalam perjalanannya, meski sudah dibangun sistem merit, dia menilai perempuan tetap akan menemui banyak pilihan sulit antara kehidupan pribadi dan karier.
"Perempuan menjadi lebih berat karena dia di dalam titik-titik hidupnya menghadapi pertanyaan-pertanyaan dan pilihan yang tidak mudah," ujarnya, Senin (7/3/2022).
Lebih lanjut, Sri Mulyani mengungkapkan, Kementerian Keuangan sudah memberikan dan mendirikan merit sistem tersebut.
"Namun, diakui karena kita sekarang ini bicara tentang perempuan, bahkan kalau kita memberikan merit system, perempuan itu berbeda dengan laki-laki. Perempuan itu bisa hamil, memiliki anak, harus menyusui," katanya.
Karena itu, ada banyak pilihan tidak mudah bagi perempuan yang menjadikan sebuah dilema saat menjalani karier dan kehidupan berumahtangga sekaligus.
Baca juga: Sri Mulyani: Setengah Pegawai Baru Kemenkeu Adalah Wanita
"Sering dihadapkan pada dilema mau sekolah atau mau kawin, mau karier atau mau punya anak, mau di rumah atau meneruskan bekerja. Pertanyaan-pertanyaan seperti itu, tidak dihadapkan kepada jenis kelamin laki-laki," kata Sri Mulyani.
Mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini juga mengatakan sebagai pemimpin wanita, harus memberikan afirmasi dengan membuat keputusan yang tidak mudah.
Di antaranya yakni membuat adanya kesetaraan gender antara pria dan wanita dalam porsi menjadi pegawai di Kementerian Keuangan.
"Saya berikan contoh ya, kalau di Kementerian Keuangan, orang masuk 50 persen laki-laki, 50 persen perempuan. Ini 4 tahun terakhir terjadi, tadinya yang masuk Kementerian Keuangan itu perempuannya sedikit," ujarnya.
Sementara itu, menurutnya sebelum menapak karier di dunia kerja, kaum hawa memang rata-rata memiliki tingkat akademik lebih tinggi ketimbang laki-laki.
"Waktu kuliah, yang indeks prestasinya tinggi itu biasanya perempuan lebih banyak. Namun, biasanya kalau kompetisi di dalam akademik hanya masalah belajar, tidak harus memilih antara harus memiliki anak atau berkeluarga dan karier," kata Sri Mulyani.
Karena itu, begitu meniti karier, beberapa perempuan harus menghadapi pilihan tidak mudah antara kehidupan pribadi dan karier.
"Kemudian, mereka harus menghadapi pilihan, pertama yakni mau terus sekolah atau menikah, bisa ditempatkan ke luar kota atau tidak, dan itu menciptakan tarik ulur luar biasa," kata Sri Mulyani.
Kurang Pede
Sementara itu Watsons merilis hasil survei regional dari Women's Confidence Survey in Asia.
Hasilnya ada empat temuan utama, pertama, sekitar 50 persen wanita merasa tidak percaya diri.
Kedua sekitar 50 persen tidak merasa puas dengan kemajuan karir mereka.
Ketiga, sebagian besar wanita merasa sulit untuk mengurus pekerjaan dan keluarga, lebih dari 70 persen menganggapnya sebagai tantangan untuk menyeimbangkan dua peran.
Serta keempat dukungan mentoring dan seminar tentang manajemen stres dan kesuksesan karier adalah dukungan utama yang dibutuhkan wanita.
"Survei tentang kepercayaan diri wanita di Asia ini untuk mengetahui jenis dukungan yang dibutuhkan wanita agar merasa lebih percaya diri dan membantu mereka menjadi versi yang lebih baik dari diri mereka sendiri," kata CEO A.S. Watson Asia and Eropa Malina Ngai dalam kegiatan virtual.
Survei Women's Confidence Survey in Asia telah dilakukan dengan lebih dari 3.100 wanita berusia 20-29 di enam negara termasuk Cina, Hong Kong, Indonesia, Filipina, Singapura, dan Thailand.
Responden diminta untuk menilai tingkat kepercayaan diri mereka dan hal-hal apa saja yang dapat membantu meningkatkan kepercayaan diri mereka.
Survei menunjukkan, mayoritas dari semua wanita di Asia tidak percaya diri terhadap diri mereka sendiri di tempat kerja dan dalam kehidupan sehari-hari.
Baca juga: Sri Mulyani: Indonesia Sudah Gelontorkan Anggaran Pemulihan Ekonomi 45 Miliar USD
Tingkat kepercayaan diri wanita paling rendah di Hong Kong, diikuti oleh Thailand, Singapura, Filipina, Indonesia, dan Cina.
Survei lebih lanjut mengungkapkan bahwa tetap sehat luar dan dalam, serta mendapatkan pengakuan dari rekan kerja adalah kunci untuk membantu wanita mendapatkan kepercayaan diri.
Dalam hal tempat kerja, hasilnya menunjukkan, hampir setengah dari wanita tidak merasa puas dengan kemajuan karier mereka, dengan tingkat kepuasan paling rendah di Hong Kong di antara semua pasar.
Hampir setengah dari responden merasa stress di dalam lingkungan kerja dengan gender yang tidak seimbang dan menganggap bahwa kesetaraan gender penting di tempat kerja untuk membuat wanita merasa baik dan nyaman.
Lebih dari 30 persen tidak memiliki cukup dukungan dari perusahaan mereka.
Dukungan teratas yang mereka cari adalah dukungan mentoring, seminar tentang manajemen stres dan kesuksesan karier, serta acara-acara networking.
Selain itu, perubahan sosial di pasar Asia yang berarti lebih banyak wanita berpendidikan tinggi tetapi tidak mendapatkan dukungan yang tepat dalam memajukan karier mereka.
Sebagian besar wanita juga merasa sulit untuk menonjol di tempat kerja sekaligus mengurus keluarga dan 76 persen dari mereka menganggap itu adalah tantangan dalam menyeimbangkan peran keduanya.
Ngai melanjutkan, survei menunjukkan tempat kerja yang adil, mendukung, dan family-friendly adalah hal yang dibutuhkan wanita saat ini.
"Kami ingin mengarah ke arah sana dengan memberi contoh. Watsons yang telah beroperasi di 11 pasar di Asia, dengan 77 persen wanita dari 63.000 tenaga kerja kami," kata Ngai.
Watsons mendorong lebih banyak perusahaan untuk bergabung dalam merumuskan kebijakan untuk mendukung dan memberdayakan perempuan, terutama membantu para ibu yang bekerja untuk mencapai keseimbangan antara pekerjaan dan keluarga.(Tribun Network/van/rin/wly)