Sempat Memilih Bertahan, Uniqlo Akhirnya Hentikan Bisnisnya di Rusia
Uniqlo sebelumnya menyatakan akan terus mengoperasikan 50 tokonya di Rusia dan berargumen bahwa pakaian merupakan kebutuhan hidup
Penulis: Nur Febriana Trinugraheni
Editor: Choirul Arifin
Menyusul tekanan dari negara-negara Barat, perusahaan layanan makanan cepat saji McDonlads dan juga perusahaan minuman, Coca-Cola memutuskan untuk mundur dari Rusia.
Hotelier Marriott International melakukan hal yang sama dengan menutup kantornya di Rusia, bergabung dengan Hilton dan Hyatt yang menangguhkan pembangunan mereka di Rusia.
Japan Tobacco, yang menguasai sekitar sepertiga pasar Tembakau Rusia, mengatakan anak perusahaannya akan menghentikan investasi, pemasaran dan peluncuran produk.
Perusahaan kosmetik asal Jepang, Shiseido juga telah menghentikan ekspor kosmetiknya ke Rusia dan menangguhkan iklan serta promosi mereka di sana. Mitsubishi Electric mengatakan akan menghentikan ekspor ke Rusia, dan berujar operasi mereka sedang berada dalam situasi yang sulit.
Pemasok mesin konstruksi asal Jepang, Hitachi mengatakan akan menangguhkan ekspor dan sebagian operasi di Rusia, kecuali untuk fasilitas tenaga listrik vital mereka.
"Kami mempertimbangkan banyak faktor termasuk situasi rantai pasokan," kata juru bicara Hitachi, mengemukakan alasan perusahaan ini dalam sikapnya untuk menanggapi sanksi dari Barat.
Beberapa perusahaan seperti Ford dan Apple telah memberikan kecaman dan mengutuk invasi Rusia ke Ukraina. Termasuk produsen mobil asal Jepang, Toyota yang mengambil sikap lebih netral dan menyalahkan penghentian produksi di Rusia dikarenakan adanya rintangan logistik.
Sanksi yang diberikan negara-negara Barat telah mengisolasi Rusia. Para pemimpim Uni Eropa berencana untuk menghentikan pembelian energi Rusia sebagai upaya untuk mengurangi ketergantungan terhadap negara yang dipimpin Vladimir Putin ini.
Konflik Rusia dan Ukraina telah menewaskan ribuan orang dan menyebabkan lebih daru dua juta warga Ukraina mengungsi.
Dampak konflik ini berimbas pada nilai rubel yang turun, pasar saham yang bergejolak dan harga minyak serta komoditas lainnya melonjak, menambah inflasi global yang meroket bahkan sebelum konflik ini dimulai.